Bom di Depan Mata hingga Gedung Hancur Dibom, Cerita Relawan di Gaza

11 Oktober 2023 16:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asap mengepul setelah serangan Israel, di Kota Gaza, Rabu (11/10/2023). Foto: Saleh Salem/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Asap mengepul setelah serangan Israel, di Kota Gaza, Rabu (11/10/2023). Foto: Saleh Salem/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Serangan balik Israel ke Gaza usai kelompok pejuang Palestina, Hamas, menyerang negara Zionis itu secara tiba-tiba pada Sabtu (7/10) pagi menyisakan jejak duka yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Sejumlah relawan asal RI, yang tergabung dalam Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dan bertugas di RS Indonesia di Gaza masih bertahan di Gaza.
Head of Presidium MER-C, dr. Sarbini Abdul Murad, mengatakan para relawan MER-C tetap bertahan merawat korban perang. Mereka juga diminta menjaga diri. Saat ini masih ada lima relawan yang terdiri dari tiga dokter dan dua engineer.
Farid Zanzabil, relawan MER-C yang kini masih berada di Gaza, menceritakan kengerian kondisi saat Israel menggempur Gaza. Dia di sana sejak 19 Februari 2020.
Selama dia di sana, perang yang terjadi tahun ini paling parah.
"Perang hari ini paling parah karena bukan lagi status agresi militer tapi sudah status perang dan status perang itu sudah terjadi terakhir kali 50 tahun yang lalu pada 1973 kurang lebih. Perang ini buat saya lebih dahsyat, memakan korban lebih parah dibanding 2021," kata Farid, saat dihubungi kumparan, Rabu (11/10).
ADVERTISEMENT
Dia mengisahkan kondisi saat ini, banyak gedung dan rumah warga di Gaza yang rata dengan tanah. "Bahkan masjid jadi sasaran. Dan bahkan akses internet pun terputus karena ledakan," kata dia.
Farid juga menceritakan momen yang membuatnya takut dan gelisah. Pada 7 Oktober itu, dia lagi memantau situasi di Wisma MER-C — tempat tinggal relawan — yang berdekatan dengan RS Indonesia.
Tiba-tiba, bom jatuh tepat di depannya. Jarak dia dengan jatuhnya bom itu sekitar 5 meter.
"Ketika suatu waktu ada bom benar-benar di depan mata kami, jarak antara saya berdiri dengan roket yang jatuh di depan wisma kita dan mengincar mobil operasional MER-C. Jaraknya dari saya cuma 3-5 meter," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Itu kejadian pertama kali dan serangan pertama kalinya buat relawan MER-C. Benar-benar terngiang sampai sekarang, mau tidur pun nggak tenang sampai sekarang. Bahkan sampai salah satu staf pekerja lokal di MER-C itu, Abu Romzi itu jadi salah satu (yang) tewas," lanjut Farid.
Farid mengatakan insiden itu terjadi sekitar pukul 09.30 waktu setempat. Tak mudah baginya merekam peristiwa itu demi alasan keamanan.
"Saya juga waktu itu terluka ringan, mungkin kena kaca mobil di dagu sebelah kiri," ujar dia.
Warga Palestina berjalan di atas puing-puing setelah serangan Israel, di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Rabu (11/10/2023). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
Saat berbincang dengan kumparan via sambungan telepon, terdengar suara dentuman bom. "Nah, tuh denger nggak? Itu cukup jauh, tapi getarannya sampai kerasa," ujar Farid.

Suasana Gaza Tak Karuan

Relawan lain, Fikri, yang tinggal di Gaza sejak tahun 2020 juga menceritakan hal serupa. Saat serangan Israel itu, suasana Gaza menjadi tak karuan.
ADVERTISEMENT
"Saat itu memang kita panik, ya, karena bomnya dari drone. Walaupun kecil, tapi menyebabkan kaca kantor rusak. Saat itu kita diperintahkan mengungsi oleh pihak pengamanan rumah sakit, Sabtu pagi kita mengungsi namun di sana juga tetap sama kondisinya. Memang balasan Israel sudah membabi buta ke seluruh jalur Gaza utara, tengah, selatan," ujar dia.
Fikri mengatakan selama berada di Gaza, perasaannya campur aduk. Ada kalanya dia merasa senang waktu kondisi tenang. Namun, saat kondisi gempuran dari Israel, dia merasa sedih.
Seekor merpati terbang di atas puing-puing rumah yang hancur akibat serangan Israel, di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Rabu (11/10/2023). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
"Dukanya memang kita lihat sendiri seperti saat ini, ya Allah, saya lihat dengan mata kepala sendiri, ketika bangunan itu runtuh yang 6 lantai, 7 lantai, itu kan rumah orang Gaza, ya. Jadi di sini rumah seperti gedung-gedung [bertingkat] karena Jalur Gaza, kan, sempit, jumlah masyarakatnya ada dua juta, mereka rumahnya di gedung itu," jelas Fikri.
ADVERTISEMENT
"Satu gedung itu hancur dengan tanah, seluruh korban di situ meninggal, tidak ada yang selama," lanjut dia.
Fikri juga terenyuh ketika serangan Israel belum lama ini menyerang pasar di Gaza yang tidak jauh dari Rumah Sakit Indonesia. Kata dia, saat itu banyak sekali korban.
Seorang penyelamat terlihat di tengah puing-puing pasca serangan Israel, di Kota Gaza, Rabu (11/10/2023). Foto: Mohammed Salem/REUTERS
"Saya lihat langsung banyak korban benar-benar yang bisa dikatakan gosong, anak-anak kecil terluka, warga Gaza bolong kakinya, sangat menyedihkan," ujarnya.
Kantor kemanusiaan PBB melaporkan sekitar 200.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka yang hancur ke gedung-gedung sekolah.
Mereka juga harus menghadapi kekurangan air serta listrik akibat blokade total yang dilakukan Israel.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut, per Rabu (11/10), total warga Gaza yang terbunuh mencapai 950 orang dan 5.000 lainnya terluka.
ADVERTISEMENT

Akar Masalah Konflik

Konflik Palestina vs Israel telah berlangsung sekitar 7 dekade, dipicu oleh pencaplokan wilayah Palestina oleh Israel yang mendapat sokongan negara-negara Barat.
Seiring dengan perlawanan rakyat Palestina, Israel kemudian memblokade Gaza sejak 2006 dengan membangun tembok setinggi 6 meter sepanjang 65 km sehingga Gaza bak "penjara terbuka terbesar di dunia".
Hamas sebagai faksi Palestina yang menguasai Gaza, pada 7 Oktober 2023 melakukan perlawanan yang tak pernah dibayangkan selama ini ke bagian selatan Israel. Serangan mendadak di pagi buta itu dilakukan lewat udara, darat, dan laut.
Serangan yang dianggap mempermalukan Israel yang terkenal dengan kecanggihan alutsista dan intelijennya itu dibalas dengan pernyataan "perang" oleh negara Zionis.
Hamas menyebut, serangan ke Israel itu sebagai respons atas kekerasan Israel pada kaum wanita yang beribadah di Masjid Al-Aqsa, penodaan pada Masjid Al-Aqsa, dan blokade terhadap Gaza yang terus berlangsung hingga kini.
ADVERTISEMENT