Busyro Nilai Mahfud Tak Bisa Desak Jokowi Terbitkan Perppu KPK

14 November 2019 15:47 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah pegiat antikorupsi, mahasiswa hingga tokoh masyarakat sempat berharap masuknya Mahfud MD ke Kabinet Indonesia Maju dapat menguatkan KPK. Sebagai Menkopolhukam, Mahfud diharapkan bisa mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
ADVERTISEMENT
Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda Jokowi akan mengeluarkan Perppu KPK. Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai Mahfud tidak bisa mendesak Jokowi menerbitkan perppu untuk menyetop UU KPK hasil revisi.
Penyebabnya, kata dia, Mahfud tidak cukup dominan jika dibanding orang-orang yang mengelilingi Jokowi dengan bermacam kepentingan.
“Pak Mahfud pasti bisa mengukur, bahwa ketika masuk ke Istana itu, presiden itu sosok yang selalu dikerumuni oleh sejumlah orang yang kepentingannya ada macam-macam,” kata Busyro ditemui di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia, Jalan Kaliurang KM 14,5, Kabupaten Sleman, Kamis (14/11).
Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Mahfud MD usai dilantik menjadi Menko polhukam. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
“Nah di situlah posisi Pak Mahfud tidak bisa seperti faktor-faktor yang dominan. Apalagi, kalau pikiran-pikiran Pak Mahfud selama ini yang konstruktif di dalam pemberantasan korupsi itu, itu akan merugikan kelompok-kelompok tadi, tentu akan dihambat,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Busyro, belum terlambat bagi publik kembali mendesak Jokowi mengeluarkan Perppu KPK. Salah satu opsinya dengan demonstrasi, sebagai wujud desakan publik.
“Misalnya demonstrasi secara terbuka seperti kemarin-kemarin itu, asal itu konstruktif, seperti kemarin itu, itu langkah yang sesuai prinsip dan kebutuhan negara yang demokratis,” ujar dia.
Yang kedua adalah mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) seperti yang dilakukan UII. JR memang langkah yang elegan, namun semua keputusan kembali kepada sembilan hakim MK.
“Andaikan putusannya seperti apa pun JR itu sudah langkah yang menjadi contoh penegakan hukum kepada publik yang dilakukan oleh kampus UII. Tapi, andai pun misal putusannya kalah ditolak, itu publik bisa menilai karena keputusan MK,” kata Busyro.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan semakin hari praktek korupsi semakin terstruktur, sistematis dan masif atau TSM. Sayangnya, ia menilai pemerintah justru seakan kurang mendukung pemberantasan korupsi.
“Saya katakan begitu ada dua indikator sebagai alasan, pertama di tangan Presiden Jokowi dan parpol yang dipilih di DPR itu Revisi UU KPK (yang dianggap melemahkan KPK) disahkan. Itu jelas pembunuhan,” kata Busyro.
Alasan kedua, menurut Busyro, pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023 oleh pansel KPK yang dinilai tidak transparan. Dari dua sudut itu, Busyro meragukan komitmen Jokowi pada pemberantasan korupsi.
“Dari dua sudut itu, bahkan presiden tidak mau mengeluarkan perppu dengan macam-macam alasan, itu menunjukkan bahwa kesungguhan presiden untuk melakukan pemberantasan korupsi sepertinya semakin pudar,” pungkas Busyro.
ADVERTISEMENT