Demi Anak dan Cucu, PNS di Bali Tilap Pajak Daerah Senilai Rp 167 Juta

9 Januari 2019 16:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Edi saat berdiskusi dengan pengacaranya.  (Foto: Denita BR Matondang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Edi saat berdiskusi dengan pengacaranya. (Foto: Denita BR Matondang/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Bali, memvonis seorang pegawai negeri sipil (PNS) bernama I Ketut Suryana alias Edi (52) karena menilap uang pajak daerah sebesar Rp 167 juta demi anak dan cucunya.
ADVERTISEMENT
Edi merupakan pegawai UPT PBB Kecamatan Selemadeg Timur, Kerambitan, Bali. Ia menilap uang pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari seorang bernama Desak Putu Eka Sutrisnawathy.
Atas perbuatannya, Edi divonis 20 bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Ia dinilai terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan upaya menguntungkan diri sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan. Menjatuhkan pidana denda sebesar 100 juta rupiah dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan penjara selama 6 bulan," kata majelis hakim yang diketuai Ni Made Sukereni saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Rabu (9/1).
ADVERTISEMENT
Edi dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, sesuai dakwaan kesatu subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Uang haram itu digunakan Edi untuk membiayai pernikahan anaknya sebesar Rp 50 juta, operasi kelahiran menantunya sebesar Rp 10 juta, dan perayaan memasuki tiga bulan cucunya sebesar Rp 57 juta. Sisanya membayar utang di BPR Maha Bhoga dan Bank Permata Rp 50 juta.
Dalam dakwaan JPU yang diperoleh, kasus ini berawal dari permintaan tolong seseorang bernama Desak Putu Eka Sutrisnawathy pada September 2017. Desak saat itu berencana membeli tanah yang dijual I Gede Tiasa atau I Wayan Suweca.
Ilustrasi Pelaporan Pajak (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pelaporan Pajak (Foto: Getty Images)
Singkat cerita, terdakwa memberikan pertimbangan teknis kepada Desak. Desak kemudian menggelontorkan dana Rp 232,2 juta untuk pengurusan proses pembayaran pajak PBB, PPh, dan BPHTB atas namanya.
ADVERTISEMENT
Edi pada kenyataannya hanya menggunakan Rp 65,2 juta untuk mengurus surat-surat pembelian tanah itu. Sisanya, senilai Rp 167 juta ditilap. Saat proses peralihan hak, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tabanan menolak karena tidak memenuhi syarat. Desak kaget karena dia merasa sudah membayarkan proses pembelian serta pajak tanah yang dibelinya itu ke Edi.
Dalam surat dakwaan juga disebutkan, perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara atau daerah, dalam hal ini Pemkab Tabanan, sebesar Rp 138.953.329.
"Dengan rincian, pajak BPHTB yang tidak disetorkan sebesar Rp 109.572.000 dan PBB-P2 yang tidak disetorkan sebesar Rp 29.381.329," dalam uraian dakwaan.
Menyikapi putusan itu, Edi melalui kuasa hukumnya I Made Arta Yasa mengaku pasrah dan tidak berniat melanjutkan perkara ini ke upaya hukum banding. Hukuman ini sebenarnya lebih ringan dibandingkan tuntutan yang dilayangkan JPU I Made Rai Joni Artha dengan pidana penjara 2 tahun.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih yang mulia, setelah berdiskusi dengan terdakwa, kami menerima," kata Arta Yasa singkat.