Dewan Mahasiswa Justicia FH UGM: Tolak Pembangkangan dan Rekayasa Hukum

22 Agustus 2024 15:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi yang tergabung dalam Jogja Memanggil melakukan long march atau jalan dari DPRD DIY menuju Istana Kepresidenan atau Gedung Agung Yogyakarta di DI Yogyakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi yang tergabung dalam Jogja Memanggil melakukan long march atau jalan dari DPRD DIY menuju Istana Kepresidenan atau Gedung Agung Yogyakarta di DI Yogyakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) ikut menyampaikan sikapnya soal UU Pilkada. Mereka prihatin dengan kondisi hukum Tanah Air saat ini.
ADVERTISEMENT
Komisioner Bidang Pergerakan Dema Justicia FH UGM, Muhammad Emir Bernadine mengatakan di tengah ujian bertubi-tubi terhadap demokrasi dan merebaknya virus rekaya hukum yang seolah dilumrahkan belakangan ini, putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan angin segar.
MK mengeluarkan Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 terkait penafsiran UU Pilkada mengenai election threshold dan batas usia minimum calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
"Hal tersebut menjadi obat penawar dari rekayasa politik yang coba dibangun oleh para kartel politik untuk membuat perhelatan Pilkada 2024 tidak demokratis, dengan merancang calon yang didukung oleh para kartel politik melawan kotak kosong atau calon “boneka” dan menguatkan pengaturan untuk syarat usia calon," kata Emir dalam keterangannya, Kamis (22/8).
ADVERTISEMENT
Dengan adanya putusan MK ini, seharusnya KPU menyesuaikan peraturan teknis untuk mengakomodasi norma baru hasil tafsir MK tersebut. Namun nyataka, para kartel politik justru bermanuver dengan mengadakan Rapat Panitia Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Agenda utama dari rapat tersebut adalah membahas Revisi Undang-Undang Pilkada
"Dengan disahkannya RUU Pilkada menjadi Undang-Undang, putusan MK a quo menjadi seolah tak berlaku lagi karena dasar hukumnya telah berganti," katanya.
Emir mengatakan langkah DPR tersebut jelas merupakan sebuah rekayasa hukum yang dilakukan secara sadar untuk mengingkari putusan MK. Hal yang demikian bukan saja mencederai sifat final dan mengikat putusan MK, melainkan juga sebuah pengkhianatan besar terhadap konstitusi, nilai-nilai luhur demokrasi, dan kedaulatan rakyat.
ADVERTISEMENT
"Jikalau DPR RI sebagai representasi rakyat telah abai dan tidak lagi memperjuangkan kehendak rakyat, serta justru menjadi bagian dari proses permufakatan jahat untuk merekayasa hukum demi kepentingan kekuasaan pihak tertentu, maka hanya ada satu kata yang harus kita gemakan: Lawan!" ucapnya.
Menurutnya, hal-hal yang sudah merusak hukum itu membuat rakyat marah, para akademisi marah, buruh marah, elemen-elemen masyarakat sipil marah.
"Dan kita tidak akan tinggal diam. Kita akan turun ke jalan," ucapnya.
Berdasarkan hal-hal di atas, Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum UGM menyatakan sikap sebagai berikut:
ADVERTISEMENT