news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Dewas KPK: Tidak Benar TWK Merupakan Pasal yang Ditambahkan Firli Bahuri

23 Juli 2021 12:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) bersama Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji (tengah), dan Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean saat konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) bersama Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji (tengah), dan Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean saat konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Dewas KPK menyatakan bahwa Firli Bahuri bukan merupakan pihak yang memasukkan pasal mengenai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat untuk menjadi ASN. Hal itu disampaikan Dewas KPK dalam pembacaan pertimbangan laporan 75 pegawai yang tidak lulus TWK.
ADVERTISEMENT
Para pegawai itu melaporkan soal permasalahan TWK kepada Dewas KPK. Salah satu poin dugaannya ialah Firli Bahuri merupakan pihak yang menyelundupkan pasal mengenai TWK dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021.
TWK disoroti lantaran hal itu tidak diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 serta Peraturan Pemerintah 41 Tahun 2020 yang menjadi turunannya.
Aturan soal alih status pegawai KPK menjadi ASN itu baru termuat dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021. Peraturan itu diteken oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK.
Ketua KPK, Firli Bahuri memberi sambutan saat Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara KPK dengan Kemenhan. Foto: Humas KPK
Namun, Dewas KPK menyatakan bahwa bukan Firli Bahuri yang memasukkan pasal tersebut. Kesimpulan Dewas itu didapatkan dari pemeriksaan sejumlah saksi serta dokumen.
Dewas menyebut bahwa penyusunan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 dibahas bersama seluruh pimpinan KPK dan pejabat struktural.
ADVERTISEMENT
Ketentuan mengenai TWK tercantum dalam Pasal 5 ayat (4) saat Perkom masih berupa draf tertanggal 21 Januari 2021. Draf dikirim oleh Sekjen KPK dan disetujui seluruh pimpinan dan disempurnakan pada rapat 25 Januari 2021.
Dewas mengungkapkan bahwa pihak yang pertama kali mengusulkan TWK ialah BKN. Hal itu disampaikan dalam rapat pada Oktober 2020. Ketika itu, BKN meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN terkait kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintahan yang sah.
Berdasarkan pertimbangan itu, Dewas berkesimpulan bahwa tidak benar dugaan bahwa Firli Bahuri yang memasukkan pasal mengenai TWK.
"Tidak benar dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh Saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021," kata anggota Dewas KPK Harjono membacakan putusan, Jumat (23/7).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hal itu pula, Dewas menyatakan bahwa dugaan Firli Bahuri melanggar etik karena menyelundupkan pasal TWK tidak terbukti. Sehingga laporan dinilai tidak dilanjutkan ke sidang etik.
Namun sebagai perbandingan, Ombudsman sudah merilis temuan mengenai TWK. Salah satunya mengenai penyusunan Perkom yang mencantumkan TWK.
Berbeda dengan Dewas KPK, Ombudsman meyakini ada pihak yang menyisipkan ketentuan soal TWK. Namun tak disebutkan siapa pihak yang dimaksud.
Berdasarkan pemeriksaan, Ombudsman menemukan bahwa rangkaian harmonisasi pada Desember 2020, belum ada klausul mengenai asesmen TWK. Termasuk soal kerja sama KPK dengan BKN dalam menggelar TWK. Klausul soal TWK itu baru muncul pada Januari 2021.
Ombudsman meyakini ketentuan soal TWK itu disisipkan dalam proses harmonisasi Peraturan KPK.
ADVERTISEMENT
"Munculnya asesmen TWK ini adalah bentuk penyisipan ayat pemunculan ayat baru, yang itu munculnya di bulan-bulan terakhir proses ini," kata Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng.
Ombudsman pun turut menemukan kejanggalan dalam rapat pada 26 Januari 2021 atau pada rapat terakhir. Rapat itu dihadiri langsung Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menteri PAN RB, dan Menkumham.
"Sesuatu yang luar biasa, harmonisasi itu levelnya adalah pada level JPT sesuai Permenkumham, tapi untuk Perkom itu dihadiri para pimpinan lembaga," ujar Robert.
Tak hanya itu, meski lima pimpinan lembaga dan kementerian hadir langsung dalam rapat, tapi mereka tidak menandatangani berita acara harmonisasi. Pihak yang meneken berita acara justru merupakan pejabat yang tidak hadir.
ADVERTISEMENT
"Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Perundangan di Kemenkumham. Yang hadir adalah para pimpinan. Yang susun dan tanda tangan malah yang tidak hadir," kata Robert.