Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Penyerbuan Kedutaan Amerika Serikat di Baghdad, Irak , berbuntut panjang. Irak bahkan terancam menjadi negara pariah.
ADVERTISEMENT
Dugaan tersebut muncul bukan tanpa sebab. Irak dikenal sebagai negara yang punya hubungan baik dengan Amerika Serikat dan Iran.
AS dan Iran adalah musuh abadi yang terus menerus berseteru. Dan, saat ini Irak dituduh lebih dekat dengan tetangganya, Iran.
Salah satu alasannya ialah pasukan Hashed al-Shaabi. Kelompok bersenjata itu dikenal dilatih dan mendapat bantuan langsung dari Iran.
Mereka juga dituduh AS sebagai otak di balik tewasnya seorang kontraktor sipil AS di Irak. Tewasnya kontraktor itu dijadikan dasar AS untuk menyerang basis Hashed yang berada di Irak.
Serangan AS dibalas Hashed dengan menyerbu misi diplomatik Negeri Paman Sam. Saat demo, sejumlah pentolan Hashed seperti pemimpin Faleh al-Fayyadh, Deputi Qais al-Khazaali, dan Hadi Al-Ameri hadir di depan gedung kedutaan.
Kehadiran mereka membuat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo marah besar. Kecaman dikeluarkan eks bos CIA itu lewat twitternya.
ADVERTISEMENT
"Teroris dan Proksi Iran," tweet Pompeo sembari memposting foto mereka ikut demo, seperti dikutip dari AFP, Selasa (2/1).
Menurut peneliti kelompok bersenjata Syiah, Phillip Smyth, demo dan penyerangan jelas menunjukkan kecenderungan Irak berpihak pada Iran dibanding AS.
"Seluruh aksi demonstrasi menunjukkan berkuasanya Teheran atas Baghdad. Sudah tidak ada lagi ilusi," kata Smyth.
Ketakutan atas kemarahan AS, disadari betul seorang diplomat senior Irak. Pria yang tak mau disebutkan namanya itu khawatir Irak bakal menjadi negara pariah.
"Irak berisiko jadi negara pariah, terisolasi dari dunia seperti Venezuela dan Korea Utara," ucap diplomat tersebut.
Hisham menganggap wajar AS naik pitam atas peristiwa di pengujung 2019 itu. Ia bahkan membandingkan kejadian tersebut sama parahnya dengan penyanderaan di Kedutaan AS di Iran pada 1979 serta serangan di Konsulat AS di Benghazi Libya.
ADVERTISEMENT
Hisham menganggap wajar AS naik pitam atas peristiwa di penghujung 2019 itu. Ia bahkan membandingkan kejadian tersebut sama parahnya dengan penyanderaan di Kedutaan AS di Iran pada 1979 serta serangan di Konsulat AS di Benghazi, Libya.
"Isolasi, sanksi diplomatik dan ekonomi, hilangnya kepercayaan sudah terjadi pada rezim Iran, Suriah, Libya dan rezim Irak lama," ucap Hisham.
"Peristiwa ini juga bisa menimpa Irak , seperti yang sudah terjadi dengan negara-negara tadi," pungkas Hisham.