Fakta Baru yang Terungkap soal Ibu Gugat SMA Gonzaga

5 November 2019 5:07 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan, Rabu (30/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan, Rabu (30/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda persidangan gugatan perdata wali murid, Yustina Supatmi, melawan pihak SMA Kolese Gonzaga. Sidang yang harusnya digelar pada Senin (4/11), ditunda hingga Senin (11/11).
ADVERTISEMENT
Penundaan itu disebut lantaran surat kuasa dari pihak Dinas Pendidikan DKI belum lengkap. Gugatan perdata ini dilayangkan Yustina terhadap SMA Kolese Gonzaga karena tak terima anaknya tidak naik kelas.
Dalam gugatannya, Yustina meminta majelis hakim menyatakan anaknya berhak naik ke kelas XII. Yustina juga menggugat sekolah secara materiil sebesar Rp 51.683.000 dan immateril sebesar Rp 500.000.000. Yustina pun meminta majelis hakim menyita sekolah tersebut.
Di tengah penundaan sidang, terungkap sejumlah fakta baru. Berikut kumparan rangkum:
- BB Tak Naik Kelas karena Tak Lulus 1 Mapel
Kuasa Hukum SMA Kolese Gonzaga, Edi Danggur (kanan). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Yustina menggugat SMA Kolese Gonzaga setelah menilai keputusan tak menaikkan anaknya, BB, ke kelas XII cacat hukum. SMA Kolese Gonzaga melalui kuasa hukumnya, Edi Danggur, pun angkat bicara mengenai penyebab BB tak naik kelas.
ADVERTISEMENT
Edi menyebut penyebab utama BB tak naik kelas bukan karena merokok dan makan di kelas. Namun, kata Edi, lantaran BB tak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah.
"Jadi ada yang namanya KKM atau KBM (kegiatan belajar mengajar). Kalau mata pelajaran peminatan itu tidak tuntas, maka siswa tersebut tidak bisa naik kelas, itu sudah disosialisasikan," ujar Edi di PN Jaksel, Jakarta, Senin (4/11).
"Pada tanggal 27 Mei kepada siswa itu (BB) diberitahu bahwa Anda tidak naik kelas karena tidak memenuhi syarat mata pelajaran peminatan itu tuntas, maka saudara tidak naik kelas dan dia sudah terima," lanjutnya.
Meski demikian, Edi tak menampik perilaku BB juga menjadi pertimbangan sekolah tak memberinya kenaikan kelas. Namun ia menyebut pelanggaran itu bukan sebagai tolok ukur utama untuk memutuskan seorang siswa tinggal kelas.
ADVERTISEMENT
Namun, kata Edi, keputusan itu tak diterima Yustina yang menginginkan anaknya tetap naik ke kelas XII. Karena tak bisa akhirnya BB pindah sekolah. Meski BB sudah pindah sekolah, kata dia, Yustina tetap menggugat sekolah.
- Ada 16 Siswa Tak Naik Kelas
Suasana SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan, Rabu (30/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Edi Danggur mengatakan BB bukan siswa satu-satunya yang tak naik kelas. Setidaknya ada 16 siswa lain yang juga tinggal kelas karena tak lulus di salah satu mata pelajaran. Para siswa yang tak naik kelas itu menerima keputusan tersebut.
"(Keputusan tak naik kelas) tidak hanya untuk anak dia (BB), tapi juga untuk 16 siswa lainnya," ujar Edi.
Dia menjelaskan, BB dan 16 siswa lainnya tak naik kelas karena tidak memenuhi KKM yang ditentukan sekolah. KKM tersebut, kata Edi, telah disosialisasikan sekolah kepada wali murid sejak awal tahun ajaran.
ADVERTISEMENT
- Sekolah Dinilai Abaikan Permendikbud
Yustina Supatmi mengungkap alasannya berani menggugat secara perdata pihak SMA Kolese Gonzaga ke PN Jaksel. Melalui pengacaranya, Susanto Utama, Yustina menilai keputusan sekolah tak menaikkan BB ke kelas XII cacat hukum.
Menurut Susanto, keputusan sekolah itu tak sesuai dengan Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
"Di Permendikbud Nomor 53 tahun 2015 mengatakan bahwa siswa itu tidak naik kelas kalau dia memiliki nilai merah 3 (mata pelajaran). Sedangkan si anak BB ini dari awal masuk sekolah (kelas X) SMA sampai dengan kelas XI dia hanya satu (nilai) merahnya itu, nilai sejarah itu," ujar Susanto di PN Jaksel usai persidangan pada Senin (4/11).
ADVERTISEMENT
"Jadi menurut kami hal itu bertentangan dengan Permendikbud Nomor 53 tahun 2015," lanjutnya.
Yustina Supatmi (kanan), orang tua dari BB, murid Kolese Gonzaga yang tak naik kelas. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Aturan yang dimaksud Susanto itu ada di Pasal 10 ayat (2) Permendikbud tersebut. Berikut bunyinya:
Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas apabila hasil belajar dari paling sedikit 3 mata pelajaran pada kompetensi pengetahuan, keterampilan belum tuntas dan/atau sikap belum baik.
Terlebih, kata Susanto, orang tua BB tidak diberi peringatan mengenai kekurangan anaknya di salah satu mata pelajaran. Sehingga Susanto merasa proses penilaian terhadap keputusan tidak menaikkan BB ke kelas XII sangat tertutup.
- Sekolah Membantah
Persidangan kasus Sekolah Kolese Gonzaga ditunda, Senin (4/11/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Pihak SMA Kolese Gonzaga membantah tudingan pihak Yustina. Pengacara SMA Kolese Gonzaga, Edi Danggur, mengatakan sekolah memiliki wewenang memutuskan apakah seorang siswa naik kelas atau tidak, meski tak lulus di salah satu mata pelajaran.
ADVERTISEMENT
"Sekolah boleh menentukan dong. Satu saja yang tidak tuntas, orang itu bisa tidak naik kelas," ucap Edi.
Edi mengakui adanya aturan di Pasal 10 ayat (2) Permendikbud tersebut. Namun menurut Edi, Yustina salah menafsirkan maksud aturan itu.
"Itu salah membaca dan salah menafsirkan Peraturan Menteri Pendidikan. Mengapa salah? tidak mungkin dibilang begini 'minimal 3 mata pelajaran di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) bisa naik kelas'. Berarti apa? orang tidur-tiduran saja gitu enggak usah sekolah biar semuanya di bawah KKM otomatis naik. (Itu) tidak bisa," tegas Edi.