Firli Bahuri Dipecat, 57 Eks Pegawai Berharap Kembali ke KPK

2 Januari 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua IM57+ Institute yang juga eks penyidik KPK Praswad Nugraha. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua IM57+ Institute yang juga eks penyidik KPK Praswad Nugraha. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua IM57+ Institute, Praswad Nugraha, mengungkapkan kunci dalam pembenahan pemberantasan korupsi. Melihat saat ini pemberantasan korupsi sudah mengalami kemunduran signifikan.
ADVERTISEMENT
Menurut Praswad, salah satu kuncinya yakni mengembalikan 57 pegawai KPK yang dipecat di era Firli Bahuri.
Firli sendiri saat ini sudah dipecat oleh Presiden Jokowi usai menjadi tersangka pemerasan dan dijatuhi sanksi etik berat dengan sanksi diminta mengundurkan diri oleh Dewas KPK.
"Langkah awal adalah adanya penguatan kembali lembaga antikorupsi melalui pergantian seluruh pimpinan KPK dan pengembalian 57 pegawai KPK yang diberhentikan," kata Praswad dalam keterangannya dikutip pada Selasa (2/1).
"Hal tersebut untuk mengembalikan kepercayaan publik yang sudah merosot tajam pada era KPK pasca-revisi UU 2019," sambungnya.
IM57+ Institute merupakan wadah berisi eks pegawai KPK yang dipecat karena dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam proses transisi pegawai lembaga antirasuah menjadi ASN.
ADVERTISEMENT
TWK ini belakangan disebut bermasalah oleh dua lembaga, yakni Komnas HAM dan Ombudsman RI. TWK dinilai melanggar HAM dan administrasi.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Kemudian, kunci pembenahan pemberantasan korupsi selanjutnya yakni tidak adanya intervensi politik dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi.
"Langkah ini untuk memastikan independensi pemberantasan korupsi sehingga tidak dijadikan alat gebuk politik sekaligus melindungi kepentingan tertentu," kata Praswad.
"Pada akhirnya, perlindungan bagi pegiat antikorupsi menjadi prasyarat peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi," sambungnya.
Praswad menilai, hanya omong kosong dan hal yang sia-siap serta utopis jika mengharapkan masyarakat aktif berperan serta dalam pemberantasan korupsi, tetapi disambut dengan ancaman kriminalisasi.
"Sebagaimana yang terjadi dengan rekan Haris-Fatia, serta puluhan aktivis HAM dan antikorupsi di seluruh Indonesia yang sedang menghadapi ancaman kriminalisasi serupa," sambungnya.
ADVERTISEMENT

Kondisi Pemberantasan Korupsi Menurut IM57+ Institute

Penyidik senior KPK Novel Baswedan (kanan) bersama pegawai yang tidak lolos TWK menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Praswad mengatakan, saat ini KPK mengalami kemunduran signifikan dengan skandal yang menimpa pimpinan. Tidak adanya kasus high level profile yang ditangani KPK pada tahun 2023. Adapun kasus yang menyeret Menteri malah terdapat cacat hitam di mana Firli Bahuri selaku Ketua KPK diduga melakukan pemerasan.
Sementara pada bidang pencegahan pun tidak ada gebrakan signifikan.
"Dahulu ada GN SDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam) sebagai trademark pencegahan korupsi SDA oleh KPK. Saat ini tidak ada program pencegahan yang menggebrak," kata dia.
"Sedangkan, di sisi lain, berbagai skandal menyertai KPK secara bertubi-tubi. Sebagai contoh, Pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka karena kasus pemerasan. Ini merupakan lanjutan dari rangkaian sebelumnya Pimpinan KPK mengundurkan diri karena dugaan gratifikasi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT