Firli Bahuri Dkk Lolos, Dewas KPK Dinilai Sudah Tak Bisa Diharapkan

23 Juli 2021 19:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
Anggota Dewan Pengawas KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Dewan Pengawas KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Nada kecewa kencang diutarakan sejumlah pihak terkait sikap Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait polemik TWK. Dewas KPK dinilai sudah tidak bisa jadi harapan.
ADVERTISEMENT
Hal ini tak terlepas dari keputusan Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran etik mengenai Tes Wawasan Kebangsaan. Sejumlah pegawai KPK melaporkan Firli Bahuri dkk selaku pimpinan yang diduga melanggar etik terkait TWK.
Namun dalam putusannya, Dewas KPK menilai tidak ada cukup bukti soal dugaan pelanggaran itu. Firli Bahuri cs pun lolos dari sidang etik Dewas KPK.
Hal ini mengundang kekecewaan sejumlah pihak. Sebab, beberapa hari sebelumnya, Ombudsman dengan tegas menyatakan ada malaadministrasi dalam TWK. Termasuk adanya penyalahgunaan kewenangan hingga pengabaian arahan Presiden Jokowi dan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Selamat Tinggal Dewan Pengawas KPK. Luntur sudah harapan dan kepercayaan kami," ujar mantan juru bicara KPK Febri Diansyah dikutip dari akun Twitter pribadinya, Jumat (23/7). Ia mengizinkan kumparan mengutipnya.
ADVERTISEMENT
Alih-alih menindak siapa saja pegawai atau pimpinan yang melanggar aturan internal KPK, Dewas dinilai justru hanya menempatkan dirinya murni sebagai pengawas. Tanpa melakukan tindakan tegas apa pun kala ada dugaan pelanggaran yang diduga terjadi.
"Setelah Putusan MK, tugas-tugas perizinan di Dewan Pengawas sudah dibatalkan. Setelah itu Tugas Dewas hanya satu, pengawasan. Tapi itu pun sangat mengecewakan. Tak bisa berharap lagi. Tetes terakhir harapan pun sudah mengering," ucap Febri.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Febri Diansyah mengangkat kartu identitas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menyampaikan pengunduran dirinya sebagai pegawai dari lembaga anti korupsi tersebut di gedung KPK, Kamis (24/9). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Kekecewaan serupa juga disampaikan mantan pegawai KPK lainnya, Sujanarko. Mantan Direktur PJKAKI KPK yang karib disapa Koko itu merasa kecewa dengan keputusan Dewas.
"Dewas memang sudah tidak bisa diharapkan lagi, mereka kurang kuat pemahaman di bidang etik," ujar Koko.
Ia heran Ombudsman sebagai pihak eksternal justru lebih bekerja keras dibanding Dewas KPK dalam mengungkap pelanggaran dalam TWK yang tidak meloloskan 75 pegawai itu.
ADVERTISEMENT
Koko menyebut bahwa para pegawai sudah menyerahkan bukti dugaan pelanggaran TWK kepada Ombudsman dan Dewas KPK. Namun, Ombudsman dinilai yang lebih memperhatikan bukti-bukti tersebut.
"Yang pertama saya sangat kecewa, yang kedua beberapa fakta yang ditemukan Ombudsman sulit ditolak, misalnya back date kontrak, sisipan pasal yang tidak dibahas dari awal, tanda tangan biro hukum terhadap pertemuan yang tidak pernah dihadiri di mana yang hadir di meeting itu justru tidak tanda tangan," ungkap Koko.
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi di KPK, Sujanarko. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Dengan data-data yang sama dengan yang saya berikan ke dewas dan Ombudsman. Terbukti Ombudsman lebih bekerja keras dibanding Dewas KPK. Kalau Dewas lemah pelan dan pasti akan menghancurkan KPK. Dewas sudah mengabaikan fakta-fakta yang sulit dibantah," sambungnya.
Dalam paparan terkait laporan sejumlah pegawai mengenai TWK, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan soal ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan pihaknya. Ia menyebut kewenangan dewas diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 37 B.
ADVERTISEMENT
Dalam aturan itu, kata dia, disebutkan bahwa dewas itu menindaklanjuti laporan tentang telah terjadinya dugaan pelanggaran etik serta menyidangkannya. Sehingga yang diperiksa sebatas ranah etik semata.
"Jadi ruang lingkup daripada Dewas hanya sebatas mata melihat dari sisi pelanggaran etik kita batasi dari hanya pelanggaran etik, masalah-masalah lainnya katakanlah mengenai substansi dari perkom dan lain sebagainya mengenai legalitas dari perkom dan sebagainya itu bukan masuk ranah dewas. Itu ranah lain," ungkap Tumpak
"Jadi Dewas hanya melihat dari sisi benarkah ada pelanggaran etik seperti yang dilaporkan tujuh hal tadi. Itu saja. Itu ruang lingkup kami dalam melakukan pemeriksaan," sambungnya.