Formappi Heran PSI Ditegur Sesama Anggota DPRD karena Kritik Lem Aibon

1 November 2019 5:26 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi lem aibon Aica Foto: Aica
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lem aibon Aica Foto: Aica
ADVERTISEMENT
Masyarakat dihebohkan dengan anggaran lem aibon Rp 82,2 miliar di Pemprov DKI. Rincian tersebut, awalnya dicuitkan oleh politikus PSI William Aditya Sarana lewat akun twitternya.
ADVERTISEMENT
Namun, tindakannya itu justru membuatnya ditegur oleh Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Inggard Joshua. Menurut Inggard, sebagai anggota dewan, seharusnya William membahas masalah itu di forum komisi, bukan malah mengunggahnya di media sosial.
Menanggapi hal itu, peneliti Formappi Lucius Karus mengaku heran jika jika tindakan Aditya tersebut justru ditegur oleh sesama anggota DPRD. Namun, Lucius memaklumi kemarahan anggota DPRD DKI karena postingan Aditya tersebut justru menelanjangi kebiasaan lama DPRD DKI dalam membahas anggaran.
"Saya rasa setiap kali ada upaya untuk mendorong proses yang transparansi dalam pembahasan anggaran, selalu saja memunculkan semacam resistensi berjemaah DPRD, umumnya terhadap pihak yang berupaya membongkar kejanggalan tersebut," kata Lucius kepada kumparan, Jumat (1/11).
Peneliti Formappi Lucius Karus di diskusi 'Nasib Murung Bangsa atas Kebijakan RUU KPK dan RKUHP' di Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (22/9/291). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Ingat dulu jaman Ahok? Dia juga menjadi bulan-bulanan DPRD DKI saat itu karena berupaya mengungkapkan kejanggalan anggaran dalam RAPBD," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Lucius, reaksi tersebut justru menunjukkan jika anggaran janggal yang diunggah Aditya adalah hal yang biasa di DPRD DKI. Hal itulah yang menyebabkan muncul rasa antipati terhadap pihak yang berupaya mengungkapkan ketidakberesan tersebut.
"Tentu saja semua protes dari DPRD atas Aditya terbilang aneh, apalagi karena usaha Aditya mengungkap kejanggalan di RAPBD. DPRD mestinya berterima kasih atas ketelitian Aditya menemukan kejanggalan itu. Bukan malah menghardiknya dengan penilaian etis yang juga engga nyambung," tegasnya.
Lucius menyebut, sebagai wakil rakyat, seharusnya DPRD DKI bisa mengawasi kebijakan eksekutif, termasuk dalam penyusunan anggaran. Sehingga, wajar jika ada anggota DPRD yang mengkritik ketika menemukan kejanggalan.
"Yang justru aneh ketika anggota DPRD tak mampu menemukan kejanggalan karena itu artinya mereka tak serius atau tak mampu untuk memastikan anggaran yang tepat dalam APBD DKI," tutur Lucius.
ADVERTISEMENT
Lucius juga menilai, sebenarnya penggunaan media sosial yang dilakukan Aditya sudah cukup efektif, karena masyakarat DKI bisa mengetahui dan berpartisipasi dalam pembahasan anggaran. Justru, kata Lucius, akan aneh jika ada anggota DPRD yang merasa hal itu harusnya bisa diselesaikan di internal tanpa diketahui publik.
"Di internal keanehan atau kejanggalan itu memang harus diselesaikan, tetapi itu tak sekaligus berarti kejanggalan itu tak boleh diumbar melalui media sosial. Dua-duanya perlu dan harus dilakukan demi anggaran yang tepat sasaran dan juga demi partisipasi publik yang menjadi pemilik mandat yang didelegasikan pada Anggota DPRD," kata Lucius.
"Maka sudah tepat Aditya melakukan pekerjaannya. Membongkar kejanggalan untuk hasil berupa APBD yang bisa dipertanggungjawabkan," tandasnya.