Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak punya lagi legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," ucap Menko Polhukam Mahfud MD dalam konferensi persnya, Rabu (30/12).
FPI dianggap sudah bubar karena tidak kunjung memperpanjang izin ormas sejak habis pada Juni 2019. Karena tidak lagi mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT), maka kini seluruh kegiatan ormas pimpinan Rizieq Syihab itu dilarang.
Dilarangnya FPI ini menambah daftar organisasi konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI ) yang sudah terlebih dahulu dilarang pemerintah.
Sehingga, sudah dua ormas Islam yang resmi dibubarkan selama era kepemimpinan Presiden Jokowi, karena dinilai bertentangan dengan tujuan Pancasila dan UUD 1945.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Pemerintah mengumumkan pembubaran FPI pada 8 Mei 2017, yang disampaikan Menko Polhukam saat itu, Wiranto. HTI merupakan ormas pertama yang dibubarkan setelah Perppu Ormas diterbitkan.
ADVERTISEMENT
Dalam pemaparannya, Wiranto menjelaskan alasan mengapa pemerintah membubarkan HTI.
Pertama, HTI sebagai ormas berbadan hukum dinilai tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri berdasarkan Pancasila dana UUD 1945, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.
Kemudian, aktivitas-aktivitas yang dilakukan HTI menimbulkan benturan di masyarakat, dan dapat mengancam keamanan serta ketertiban masyarakat dan membahayakan keutuhan NKRI.
"Mencermati berbagai pertimbangan di atas, serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," jelas Wiranto.
"Keputusan ini diambil bukan berarti pemerintah anti terhadap ormas Islam. Namun, semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Wiranto menyebut pemerintah juga mengantongi bukti HTI akan membentuk suatu tata negara baru, yakni khilafah. Ideologi khilafah yang disuarakan HTI ini dinilai bakal meniadakan konsep nation state.
Pembubaran HTI ini juga diperkuat dengan telah dilarangnya ormas tersebut di negara-negara mayoritas penduduk muslim, seperti Arab Saudi, Pakistan, Malaysia, hingga Turki.
Pencabutan status HTI sudah berdasarkan Peraturan Pengganti Perundang-undangan No 2 Tahun 2017, yang kemudian disahkan menjadi UU Ormas oleh DPR.
Menanggapi pencabutan status badan hukumnya, HTI sempat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Pada Mei 2018, hakim PTUN Jakarta menolak gugatan HTI.
Tak pantang menyerah, HTI kemudian melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Namun, upaya banding HTI tetap kandas.
ADVERTISEMENT
Front Pembela Islam (FPI)
Selang tiga tahun setelah HTI, Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan pembubaran FPI sebagai ormas. FPI dinilai sudah bubar karena tidak lagi mengantongi SKT, sejak izinnya habis pada 21 Juni 2019.
"Aparat pemerintah, pusat, daerah, kalau ada organisasi mengatasnamakan FPI, itu dianggap tidak ada dan ditolak terhitung hari ini karena legal standing tidak ada," tegas Mahfud.
Mahfud menjelaskan, FPI juga sudah melanggar hukum karena tetap beraktivitas dengan tidak mengantongi SKT.
"Sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan, dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping atau razia sepihak, provokasi dan sebagainya," beber Mahfud.
Dengan keputusan ini, maka pemerintah memutuskan FPI telah menjadi ormas terlarang, dan seluruh aktivitas anggotanya harus segera dihentikan.
ADVERTISEMENT
Dalam konferensi pers, Mahfud didampingi Menkumham Yasonna Laoly, Mendagri Tito Karnavian, Kepala KSP Moeldoko, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menkominfo Johnny G Plate, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Idham Azis, Kepala BIN Budi Gunawan, Kepala PPATK Dian Ediana, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, dan Wamenkumham Eddy Hiariej.
Namun, yang jadi pertanyaan, mengapa FPI baru saat ini dilarang jika sudah dinyatakan bubar pada Juni 2019?
Pada November 2019, Kementerian Agama sempat mengeluarkan surat rekomendasi perpanjangan izin untuk FPI kepada Kemendagri. Menteri Agama sebelumnya, Fachrul Razi, menyebut diterbitkannya SKT tersebut lantaran FPI sudah membuat pernyataan yang isinya setia pada Pancasila, NKRI, dan berjanji tidak melanggar hukum lagi.
ADVERTISEMENT
"Tadi ngomong FPI. Saya mengatakan bahwa saya yang pertama mendorong FPI untuk bisa diberikan izin lagi," kata Fachrul, Rabu (27/11/2019).
Meski rekomendasi Kemenag telah keluar, namun Kemendagri masih menimang-nimang untuk menerbitkan SKT FPI. Alasannya, ada masalah yang belum terang benderang, yaitu kata 'khilafah islamiah' dalam AD/ART FPI.
"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kafah (sempurna/menyeluruh) di bawah naungan khilafah islamiah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah, dan pengawalan jihad," ucap Mendagri Tito, Kamis (28/11/2019).
Sementara itu, Wakil Menkumham Eddy Hiariej menegaskan FPI masih belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT mereka.
"Sampai saat ini, FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut. Oleh sebab itu, secara de jure, per 20 Juni 2019 FPI dianggap bubar," kata Eddy.
ADVERTISEMENT
Jika ke depannya terjadi pelanggaran dengan masih menggunakan simbol atau atribut FPI, maka aparat keamanan akan menindaknya tegas.
"Apabila terjadi pelanggaran, aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan FPI," tutup Eddy.