Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Freeport Belum Ajukan Izin Pembangunan Smelter ke BKPM
26 April 2017 20:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia mewajibkan PT Freeport Indonesia membangun pabrik pemurnian atau smelter untuk menjalankan operasinya di Indonesia. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara untuk mencapai program hilirisasi mineral di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Namun, Freeport belum juga membangun smelter. Saat ini, perusahaan tambang yang berbasis di Arizona, Amerika Serikat, masih mengolah tambang di PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, dengan kapasitas 1 juta ton per tahun.
PT Smelting adalah pabrik pemurnian yang 60,5 persen sahamnya dimiliki Mitsubishi Materials Corporation. Sisanya sebesar 25 persen dimiliki oleh PT Freeport Indonesia, 9,5 persen dimiliki Mitsubishi Corporation Unimetal Ltd, dan 5 persen dimiliki Nippon Mining and Metals Co. Ltd
Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Azhar Lubis, mengaku belum menerima pengajuan izin untuk pembangunan smelter Freeport.
"Belum ada izinnya ke kami," kata Azhar di Gedung BKPM, Rabu (26/4).
Padahal, selain mengakhiri rezim Kontrak Karya dan beralih menjadi Izin Usaha Pertambungan Khusus (IUPK), komitmen pembangunan smelter merupakan salah satu syarat utama Freeport mendapatkan izin ekspor konsentrat.
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM sebelumnya mengumumkan PT Freeport Indonesia sudah setuju mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK. Namun, perubahan itu tidak menggugurkan rezim Kontrak Karya yang dimiliki Freeport sejak 1991 dan akan berakhir pada 2021. Dalam pasal 19 ayat 5 Permen yang baru, disebutkan bahwa KK tetap berlaku meski perusahaan tambang sudah mengantongi IUPK.
Selain itu, Freeport juga dibebani bea keluar ekspor konsentrat. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, tarif bea keluar bagi perusahaan yang pembangunan smelter di bawah 30 persen, dikenakan tarif bea keluar 7,5 persen. Namun Freeport kebarnya menginginkan tarif bea keluar hanya 5 persen. Padahal tarif 5 persen diberikan jika perusahaan sudah membangun smelter 30 hingga 50 persen.
ADVERTISEMENT
Belum dibangunnya smelter oleh Freeport juga dibenarkan Kepala BKPM Jawa Timur, Lili Soleh Wartadipradja. Menurut dia, hingga saat ini belum ada permohonan izin pembangunan smelter dari Freeport.
Menurut Lili, dalam aturan di Kontrak Karya Freeport memang tidak perlu mengurus Izin Prinsip untuk membangun smelter. Jika Freeport memilih lokasi pembangunan di dalam kawasan industri, maka tidak diperlukan IPR (Izin Pertambangan Rakyat) tapi perlu Izin Lokasi dari Kabupaten.
"Karena potensi limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)-nya, maka sebelum izin lokasi mereka harus mengurus izin lingkungan. Untuk itu mereka harus membuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)," kata Lili.
Namun, Lili memastikan jika ingin pembangunan smelter baru oleh Freeport, seluruh prosesnya harus melalui BKPM Pusat karena Freeport bentuknya adalah PMA (Penanaman Modal Asing).
ADVERTISEMENT
"Selama ini kan baru smelter di Gresik, itu pun mayoritas saham dimiliki Mitsubishi dan hanya mengolah sampai 14 persen dari mineral mentah Freeport. Tahun lalu, mereka sempat bertanya-tanya soal pembangunan smelter baru di Gresik. Tapi belum ada kelanjutannya lagi," ungkap Lili.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Freeport, Riza Pratama, mengatakan perusahaan hingga saat ini masih mempertanyakan soal kesepakatan jangka panjang terkait stabilitas investasi, termasuk masalah divestasi saham dan tarif pajak prevailing yang bisa berubah-ubah, bukan nail down yang bersifat tetap sampai kontrak berakhir.
"Kami sudah punya smelter pertama di Gresik yg beroperasi sejak 1998. Kami berkomitmen untuk membangun smelter yang kedua dengan disertai perpanjangan operasi kami sampai 2041 yang tertuang dalam perjanjian stabilitas investasi," kata Riza.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Riza tidak merinci soal progress smelter tersebut. Ia hanya menyebutkan perundingan berjalan lancar, dan perseroan akan segera mulai ekspor konsentrat lagi.
"Perundingan untuk izin ekspor dengan Pemerintah berlangsung kondusif. Kami akan ekspor konsentrat secepatnya. Selanjutnya kami akan berunding untuk mencari kesepakatan jangka panjang," kata Riza.