Gadis 15 Tahun Asal Cianjur Jadi Korban Perdagangan Manusia di Bali

28 Januari 2020 11:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Nahas menimpa seorang gadis asal Cianjur, Jawa Barat, yang baru berusia 15 tahun. Tak punya biaya melanjutkan studi ke tingkat SMA, dia nekat merantau ke Pulau Bali untuk mencari uang.
ADVERTISEMENT
Setiba di Pulau Dewata, pada akhir Desember 2019, dia malah jadi korban perdagangan manusia. Dia dipekerjakan untuk melayani pria hidung belang di sebuah kafe di Kabupaten Tabanan, Bali.
“Ini kasus tindak pidana perdagangan orang. Kasus ini berawal dari pengaduan saudara, kakak ipar dari korban, ke Polda Bali. Kemudian Polda Bali membentuk tim dan turun ke lokasi atau ke TKP,” kata Wadirreskrimum Polda Bali AKBP Suratno di kantornya, Selasa (28/1).
Kisah gadis di bawah umur itu bermula pada 28 Desember 2019. Korban mendapatkan informasi lowongan pekerjaan di Bali dari grup media sosial 'Info Loker Terbaru Sukabumi'. Di grup itu tertuang informasi, 'Yang minat kerja kafe merantau, Chat me'.
Korban yang tertarik akhirnya menghubungi admin yang menyebar informasi pekerjaan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kemudian ada komunikasi di situ, kerjanya gampang, datang temani tamu (untuk karaoke tanpa ada hubungan seksual). Kemudian gajinya sekitar Rp 2 atau Rp 4 juta per bulan,” kata dia.
Minuman keras (ilustrasi). Foto: Pixabay - Pexels
Perekrut berinisial PR (28) lalu meminta korban menyiapkan kartu keluarga untuk identitas diri untuk tiket pesawat ke Bali. Pada 29 Desember 2019, PR membawa korban berangkat ke Bali dengan menumpang pesawat terbang.
Suratno mengatakan, pada 30 Desember, korban langsung dipekerjakan. Korban didandani untuk menarik tamu cafe. Dia juga terpaksa meminum minuman beralkohol.
Korban diperbudak oleh pemilik kafe berinisial GP (44) dan istri sirinya berinisial IY (22). Setiap hari, korban mulai bekerja pukul 19.00 hingga pukul 02.00 WITA.
Beberapa hari kemudian, korban disodori kontrak kerja enam bulan. Di kontrak itu disebut korban harus membayar penalti Rp 10 juta jika keluar sebelum kontrak berakhir.
ADVERTISEMENT
"Kemudian juga korban juga disodori semacam surat pernyataan seolah-olah bahwa dia (korban) bekerja di situ tidak ada paksaan. Yang isinya adalah 'saya menyatakan bahwa saya kerja tanpa paksaan orang lain dan saya bekerja untuk mencari nafkah untuk kedua orang tua saya'. Padahal narasi ini sudah disiapkan oleh para pelaku ini,” kata Suratno.
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Orang tua korban beberapa hari kemudian menghubungi. Setelah mendapatkan cerita tersebut, orang tua korban yang marah meminta korban untuk pulang. Orang tua dan kakak ipar korban kemudian menjemput korban di kafe tersebut.
“Sesampainya di kafe, pemilik bilang kalau mau mengambil saudara iparnya harus mengembalikan dulu kerugian Rp 10 juta. Karena tidak merasa bisa mengembalikan kerugian ini, kakak ipar korban melapor ke Polda Bali,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Lalu pada Rabu (15/1), polisi menggerebek kafe tempat korban bekerja. Dari hasil penyelidikan, polisi ada 11 orang yang menjadi korban penipuan PR, GP dan IY.
Rinciannya, 10 korban merupakan umur dewasa dan 1 korban anak di bawah umur. Kini para korban telah dipulangkan ke rumahnya masing-masing.
Sementara ketiga pelaku, yakni PR, GP dan IY, telah ditahan. Mereka dijerat dengan Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Pasal 761 Jo Pasal 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.