Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ragil Kurniawan tersentak gara-gara sebuah unggahan di akun Facebook Griya Terapy Aisyah Bima, Selasa, 29 November 2022. Unggahan itu bercerita tentang seorang bayi yang demam dan meninggal dunia usai menjalani terapi bedong —salah satu metode penyembuhan “tanpa obat” Pengobatan Akhir Zaman (PAZ ) Al Kasaw yang digunakan di tempat terapi tersebut.
Dalam unggahannya, tempat terapi yang disinyalir berada di Bima, Nusa Tenggara Barat itu, menyebut bahwa meninggalnya bayi berusia hampir dua tahun itu sebagai qodarullah atau takdir Allah SWT.
“Terapi tidak untuk memperpanjang usia, tetapi menjadikan hidup lebih berkualitas atau mengantarkan seseorang pada husnulkhatimah,” tulis akun tersebut.
Ironisnya, dalam kolom komentar pada unggahan tersebut, terdapat dua terapis PAZ yang menyampaikan kisah hampir serupa di tempat praktik mereka masing-masing. Menurut mereka, seorang bayi berusia 1 tahun 4 bulan dan balita 4 tahun meninggal setelah mendapatkan terapi bedong.
Terhadap komentar salah satu terapis itu, Griya Terapy Aisyah Bima menanggapi, “Qodarullah sudah ajalnya seperti itu, setidaknya sudah ikhtiar pakai cara terbaik.”
Unggahan tersebut kini sudah dihapus.
Ragil yang sehari-hari bertugas sebagai perawat bayi di RS dr. Asmir Salatiga memutuskan untuk melaporkan PAZ Al Kasaw ke Dinas Kesehatan Klaten, Jawa Tengah, pada 3 Januari 2023. Laporan ditujukan ke Dinkes Klaten lantaran PAZ Al Kasaw berpusat di Sidorejo, Klaten.
Dinkes Klaten lalu menelusuri kasus-kasus bayi meninggal usai diterapi bedong dari unggahan Facebook yang dilihat Ragil. Salah satu kasus terjadi di Demak, Jawa Tengah.
Walau kasus itu terjadi di luar Klaten, Dinkes Klaten tetap menindaklanjuti laporan Ragil dengan mendatangi Kantor PAZ Al Kasaw Pusat di Sidorejo, Klaten Utara, pada awal Januari 2023.
Dinkes Klaten menemukan bahwa PAZ Al Kasaw Pusat ternyata tak memiliki izin praktik pelayanan pengobatan alternatif. Para terapis PAZ Al Kasaw juga tidak mempunyai Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT) sebagai salah satu syarat mengurus izin praktik.
“Kami minta [PAZ Al Kasaw] tidak melakukan kegiatan-kegiatan berkaitan dengan pelayanan (praktik) sampai menunggu proses perizinan [selesai],” ujar Kepala Dinas Kesehatan Klaten Cahyono Widodo kepada kumparan, Kamis (12/1).
Pengurus PAZ Al Kasaw Pusat menyatakan sedang mengurus izin STPT. Namun, mereka berdalih telah mengantongi legalitas lain, yakni izin penyelenggaraan kursus pijat yang diterbitkan Dinas Pendidikan Pemkot Mataram, serta izin penyelenggaraan pelatihan penyehat tradisional dan kesehatan dari Dinas Tenaga Kerja Pemkot Mataram.N
Meski demikian, izin tersebut baru terbit pada Agustus dan September 2021. Padahal pelatihan PAZ Al Kasaw sudah diajarkan ke publik sejak akhir 2018.
“Dulu [PAZ] ngontrak di Mataram. Tapi [sekarang pusat kegiatan] daily di Klaten karena lebih cepat aksesnya,” ujar Aslam Askarullah, salah satu trainer PAZ Al Kasaw, kepada kumparan di Kantor Pusat PAZ Al Kasaw di Ayub Camp, Klaten.
Pengelola PAZ Al Kasaw Pusat, Haryanto Bilal, menganggap kasus bayi meninggal di Demak tidak ada sangkut pautnya dengan pihaknya. Menurutnya, meski bayi itu diterapi bedong dengan metode PAZ Al Kasaw, tabib dan tempat terapinya berada di Demak, bukan Klaten. Selain itu, terapi bedong tersebut dilakukan atas permintaan keluarga si bayi.
“Saya dengar itu sebenarnya sudah ditolak [oleh terapis], cuma orang tuanya memaksa. Akhirnya dengan terpaksa dibantu bedong. Qadarullah meninggal, tapi bukan saat dibedong,” kata Tri Hariyanto, seorang mentor sekaligus pengurus PAZ Al Kasaw Pusat.
Ragil menuding pengelola PAZ Al Kasaw Pusat berupaya lepas dari tanggung jawab, sebab meskipun lokasi kejadian bayi meninggal di Demak, terapisnya menggunakan metode yang diambil dari modul pelatihan PAZ Al Kasaw Pusat.
“Mereka (pengurus PAZ Al Kasaw Pusat) yang membuat modul pelatihan. Itu kan panduan ‘kitab suci’-nya. Mereka harusnya bertanggung jawab,” ucap Ragil kepada kumparan.
Terapi Bedong Dituding Omong Kosong
Terapi bedong pada bayi dan anak adalah salah satu metode PAZ yang fokus memperbaiki struktur tulang belakang. PAZ menyebut terapi ini ampuh untuk memperkuat rangka dan tulang belakang bayi, bahkan diklaim dapat mengatasi pneumonia (radang paru-paru) hingga cerebral palsy (lumpuh otak).
“Dibedong itu menguatkan otot-otot. Kami sudah riset,” kata Tri Hariyanto. Ia tak menjelaskan lebih jauh riset seperti apa yang ia maksud.
Ragil menuding terapi bedong PAZ diterapkan secara serampangan. Bayi yang mengalami pneumonia, misalnya, akan kesulitan bernapas sehingga membedongnya justru bakal membuat bayi semakin susah bernapas.
Dokter spesialis anak, dr. Raden Yuli Kristyanto Sp.A, menyebut klaim PAZ soal keampuhan terapi bedong bisa berbahaya apabila ditelan mentah-mentah oleh para orang tua, sebab tujuan membedong adalah untuk membuat bayi hangat dan nyaman.
“Tapi [tidak bisa diterapkan] semisal pada anak-anak penderita epilepsi yang membutuhkan pengobatan rutin untuk mencegah kejang berulang, kemudian dihentikan [pengobatannya] dengan alasan cukup dibedong saja,” kata Yuli.
Ia meminta PAZ Al Kasaw tak asal klaim. Harus ada pembuktian ilmiah, bukan sekadar rangkaian testimoni yang berujung overclaim. Jangan sampai jatuh korban, dan bayi-bayi yang menjadi korban terapi bedong bertambah.
Berdasarkan data yang dihimpun Ustaz Hanif Acep, Direktur Lisana Institute yang selama ini mencermati PAZ Al Kasaw, diduga ada 5 bayi yang meninggal setelah mendapat terapi bedong PAZ. Namun, pengurus PAZ Al Kasaw tidak tahu-menahu tentang hal ini, dan balik mengkritik pengecam PAZ.
“Kami [PAZ Pusat] disuruh bantu, tanggung jawab, ya tolong kasih kami datanya untuk ditelisik,” kata Aslam.
Dari 5 kasus bedong yang mencuat di media sosial, PAZ Al Kasaw telah mengecek dua di antaranya. Menurut mereka, dalam kedua kasus tersebut—termasuk kejadian di Demak, terapi bedong dilakukan atas permintaan keluarga si bayi, dan bayi tidak langsung meninggal usai dibedong.
“Satu bayi memang sudah lemah dan lama dirawat di rumah sakit. Lalu dibawalah sama orang tuanya ke terapis PAZ, ikhtiar lagi. Terapisnya ini keluarganya sendiri,” jelas Aslam.
Menurutnya, sang terapis sesungguhnya tahu bahwa bayi tersebut tak mungkin lagi diterapi, tapi ia tak enak menolak permintaan keluarga. Di sisi lain, faktor kekerabatan ini diduga Hanif Acep membuat keluarga bayi segan melaporkan “kegagalan” terapi PAZ.
“Antara terapis dan pasien, misalnya, ada yang kakak-adik. Kalau menuntut kakak sendiri kan dilematis. Atau terapisnya adalah gurunya, circle dalam kelompok pengajian. Kondisi ini sangat menyulitkan,” kata Hanif.
Ini pula yang terjadi pada istri seorang mantan petinggi PAZ yang muncul benjolan di tubuhnya usai diterapi Haris Moejahid; juga pada seorang ibu yang kaki kanan-kirinya malah jadi tak simetris setelah menjalani terapi entak kaki PAZ.
Selain soal kekerabatan dan perkawanan yang membuat pasien tak mau mempermasalahkan terapis PAZ, ada pula persetujuan afirmatif (consent) yang disepakati pasien dan terapis. Sebelum terapi, pasien menandatangani surat akad berisi pernyataan bahwa terapi PAZ hanyalah ikhtiar yang hasil akhirnya bergantung pada Allah SWT; dan andai perselisihan terjadi, hal itu akan diselesaikan secara kekeluargaan.
Tri Hariyanto dari PAZ Al Kasaw Pusat membenarnya adanya consent tersebut. Menurutnya, surat perjanjian semacam itu wajar layaknya surat persetujuan operasi dalam bedah medis.
“Pasien kami mintai tanda tangan sebagai persetujuan, sama-sama rida untuk dilakukan terapi,” kata Tri.
Terapi Mandiri dari Pelatihan Dua Hari
Metode PAZ merupakan temuan Ustaz Haris Moejahid yang bernama asli Aris Hidayat. Ia pernah menempuh kuliah di ITB dan Universitas Teknologi Delft di Belanda jurusan teknik rangka pesawat.
Inti metode PAZ ialah perbaikan struktur tulang belakang—yang menurut Haris berkaitan dengan organ-organ dalam tubuh manusia.
Haris semula mempraktikkan metode terapinya di klinik kesehatan miliknya, Rumah Sehat Iqra, di Bandung, Jawa Barat. Ia kemudian membawa metodenya ke Klaten dan memberi pelatihan ke sejumlah daerah. Saat Haris meninggal pada 5 Juli 2020, murid-muridnya telah menyebarluaskan metode PAZ.
PAZ Al Kasaw menyebut pelatihan mereka telah diikuti lebih dari 14.000 orang. Para alumni pelatihan ini dijuluki PAZtrooper atau pasukan PAZ. Pelatihan PAZ dapat diikuti semua orang asalkan mereka muslim. Pelatihan pun digelar di berbagai kota selama dua hari dengan biaya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per orang.
Setelah dua hari mengikuti pelatihan dasar, PAZtrooper dapat buka praktik dengan syarat telah menerapi 100 orang—bisa kepada kerabat, kawan, atau dengan magang lebih dulu di klinik PAZ yang tersebar di berbagai daerah.
Dalam laman PAZ Al Kasaw, terdapat hampir 400 griya atau rumah sehat yang didirikan oleh PAZtrooper. Ini tak mengherankan mengingat banyaknya orang yang mengikuti pelatihan PAZ, baik kelas dasar (basic) maupun kelas lanjutan (upgrading).
PAZ Al Kasaw rutin menggelar pelatihan di berbagai kota. Situs PAZ Indonesia menginformasikan bahwa sepanjang Januari sampai awal Februari 2023 terdapat 8 kali pelatihan. Pada 14–15 Januari, misalnya, PAZ membuka pelatihan di Malang, Palembang, dan Berau; berikutnya 21–22 Januari di Pekanbaru, Cilegon, dan Kediri; 28–29 Januari di Kendari; dan 2–5 Februari di Klaten, kantor pusatnya.
Itu belum termasuk pelatihan online yang dihargai Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per individu. Pelatihan online PAZ ini mendapatkan momentumnya saat pandemi COVID-19 mengganas. Banyak orang sakit enggan berobat ke klinik atau rumah sakit karena khawatir malah tertular COVID-19, sehingga sebagian dari mereka beralih ke metode PAZ.
Di sisi lain, Hanif Acep mengingatkan bahwa pertolongan pertama ala PAZ tersebut tidak semestinya menjadi pengganti pengobatan medis.
“Pandemi COVID-19 menguntungkan PAZ karena medis menjadi kambing hitam di mata sebagian besar masyarakat. PAZ riding the wave di tengah gelombang hoaks dan disinformasi... Kalau dibiarkan, tingkat harapan hidup bisa turun karena orang sakit berat berhenti minum obat, atau bayi yang harusnya dibawa ke dokter dan divaksin, jadi tidak begitu. Ditinggalkan semua,” kata Hanif.
Pengobatan “Tanpa Obat” yang Memusuhi Kedokteran
Walau menggunakan istilah “pengobatan”, PAZ alias Pengobatan Akhir Zaman justru menggunakan jargon “Tanpa Obat, Tanpa Alat, Tanpa Operasi, dan Tanpa Jimat” sebagai strategi pemasarannya. Pendekatan ini seolah menegaskan bahwa metode PAZ berbeda dengan kedokteran modern.
Pimpinan Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an An Nahl Magelang, Ustaz Fuad Al Hazimi yang pernah mengikuti pelatihan PAZ Al Kasaw pada 2019 di Semarang, menceritakan bahwa Haris Moejahid dan asistennya memang meremehkan pengobatan modern, bahkan menganggapnya primitif.
Inilah salah satu hal yang membuat Ustaz Fuad kurang sreg dengan PAZ. Di kemudian hari, ia memutuskan kembali menjalani pengobatan medis di rumah sakit dengan memasang ring jantung meski sudah pernah diterapi oleh Haris.
“Tidak semua jenis pengobatan PAZ saya ragukan. Saya hanya tidak yakin PAZ bisa menyembuhkan penyakit saya secara tuntas,” ucap Ustaz Fuad.
Lagi pula, menurutnya, sikap antimedis yang diperlihatkan Haris dan kawan-kawannya kurang bijak, sebab berobat dengan metode apa pun diperbolehkan (halal atau mubah) selama prosesnya tidak mengandung unsur yang haram.
Kecenderungan antimedis juga terlihat dalam situs PAZ Indonesia yang memuat deretan testimoni dari orang-orang yang memilih metode PAZ ketimbang kedokteran modern.
Itulah salah satu testimoni pengusaha yang juga PAZtrooper. Testimoni itu dan testimoni-testimoni lainnya, termasuk dari dokter-dokter pengikut PAZ, disebarluaskan oleh PAZ dan memperkuat kesan bahwa metode PAZ lebih hebat dari ilmu kedokteran, atau setidaknya secara tak langsung menyatakan bahwa berobat medis tak banyak gunanya.
Apoteker lulusan ITB, Arie Karimah, menyebut jargon “tanpa obat” seperti menghina profesinya, sebab PAZ menyamakan obat dengan racun karena terbuat dari zat kimia.
“Itu salah kaprah… Sumber obat bukan hanya zat kimia. Ada bahan alam, rekayasa genetika…” ucap Arie.
Aslam Askarullah, trainer PAZ Al Kasaw Pusat, menampik pihaknya antimedis. Ia menegaskan, “Silakan mau pakai metode apa pun.” Hanya saja, PAZ tidak menggunakan obat, alat rumit, dan operasi.
Pada prinsipnya, PAZ tidak mengidentifikasi jenis-jenis penyakit seperti ilmu kedokteran. PAZ meyakini gangguan tubuh hanya ada 4 macam: kencang, kendur, pelintir, dan kombinasi. Keempatnya ini dapat disembuhnya dengan memperbaiki struktur tulang belakang manusia.
Meski fokus pada struktur tulang belakang, PAZ menyatakan metodenya berbeda dengan kiropraktik. Menurut seorang PAZtrooper yang buka praktik di Jabodetabek, kiropraktik lebih fokus pada persendian dengan gerak terapi dua arah (kanan-kiri), sedangkan gerak metode PAZ hanya searah.
“Semisal diagnosa PAZ ini pasien badannya melintir ke kanan, nanti gerakan terapinya hanya melintir ke kiri, karena hanya mengembalikan putaran badan,” kata terapis PAZ itu.
Aslam menyatakan, PAZ memiliki banyak keterbatasan sehingga tidak bisa menyembuhkan segala penyakit. Menurutnya, hal ini selalu disampaikan pada tiap pelatihan PAZ.
“Kalau ada orang tabrakan lalu patah tulang, kami (terapis PAZ) tidak bisa ngapa-ngapain karena bukan ahlinya meski kami fokus pada rangka tubuh. Jadi kalau sudah patah tulang, itu urusannya ke rumah sakit, pasang pen,” jelas Aslam.
PAZ juga tidak bisa beberapa kondisi darurat seperti dehidrasi dan luka terbuka yang memerlukan operasi. Kedua kasus tersebut, kata Aslam, sudah di luar ranah PAZ.
“Karena memang tidak ada operasi di PAZ. Dan misal ada orang dehidrasi, mau nggak mau harus dikasih [alat] infus,” ujarnya.
Hal ini, menurutnya, sekaligus membantah anggapan bahwa PAZ anti-dokter. Bahkan, ada PAZtrooper yang juga dokter dan pemilik klinik medis, dan hal itu tak jadi masalah.
“Ketika pasien datang kan ditanya: mau pakai metode apa? Kalau medis ini, kalau terapi [PAZ] ini,” kata Aslam. Terlebih, PAZ dalam situsnya pernah menyatakan bahwa ilmu kedokteran dan metode PAZ sesungguhnya bisa saling melengkapi.
“Kedokteran kecenderungannya biokimia, sedangkan PAZ fokus pada biomekanik walau tidak mengesampingkan proses biokimia di badan. Keduanya bisa komplementer. Fokusnya membantu pasien sehat.”
Pada kesempatan lain, PAZ memohon maaf apabila “menggunakan bahasa yang kurang tepat ketika mengenalkan ilmu PAZ Al Kasaw kepada masyarakat di awal pendiriannya”. PAZ menyatakan tak berniat menjelek-jelekkan profesi lain. Pun tak bermaksud menyebut dapat menyembuhkan segala penyakit.
“Itu (berbagai penyakit sembuh) adalah bahasa dari orang yang kami terapi. Dimaknai sebagai overclaim itu di luar kapasitas kami. Yang kami pelajari cuma memperbaiki struktur tubuh seseorang. Kalau nanti keluhannya membaik, alhamdulillah,” kata Aslam.
Dituding Gegabah Menafsir Al-Quran
Pendiri PAZ Al Kasaw, Haris Moejahid, kerap menyitir ayat-ayat Al Quran dan hadis sebagai pijakan dalam metode PAZ. Hal tersebut diceritakan antara lain oleh Ustaz Fuad Al Hazimi yang pernah mengikuti pelatihan almarhum Haris pada 2019.
“Beliau (Ustaz Haris) begitu yakin bahwa PAZ adalah pengobatan Al-Quran. Bisa jadi karena itulah beliau menamakannya metode Pengobatan Akhir Zaman—sebuah istilah yang erat kaitannya dengan hal-hal yang gaib dan multitafsir, ” ucap Ustaz Fuad.
“Kenapa disebut ‘Akhir Zaman’? Karena mereka punya teologi bahwa umat Islam usianya enggak lama lagi akan selesai. Nanti teknologi enggak ada, pengobatan enggak ada, maka mereka membangun pasukan pengobatan akhir zaman dengan tangan kosong,” timpal Ustaz Hanif Acep.
Salah satu ayat Al-Quran yang dijadikan dasar metode PAZ ialah surah Al-Mu'minun ayat 14. Ayat ini digunakan sebagai dasar pengobatan tulang belakang:
ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَٰمًا فَكَسَوْنَا ٱلْعِظَٰمَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ
Ayat itu bukanlah tentang pengobatan, melainkan penciptaan manusia dalam rahim ibu.
“Para ulama tidak ada yang menjelaskan itu berkaitan dengan pengobatan,” ujar Ustaz Abduh Negara, Direktur Ma’had Al-Mubarak Banjarmasin, kepada kumparan.
Sementara Ustaz Hanif yang menempuh magister ilmu tafsir di Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto menyebut PAZ “main cocokologi ayat.”
“Sudah kami konsultasikan ke ulama, ustaz, dan ahli-ahli tafsir. Itu adalah kesalahan penafsiran yang sangat fatal. Apabila kemudian menimbulkan korban, itu bukan salah ayatnya. Itu salah si penafsir—pendiri PAZ yang menggunakan ayat untuk kepentingannya,” kata Hanif.
Ayat lain yang menjadi dasar teknik pengobatan PAZ ialah surah Al-Sad ayat 42:
ٱرْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
Ayat ini digunakan PAZ Al Kasaw sebagai jurus pengobatan entak kaki. Padahal, kata Hanif, ayat itu merupakan bagian dari kisah Nabi Ayub yang ketika sakit diperintahkan Allah SWT untuk mengentakkan kaki ke bumi, lalu keluarlah air, dan air tersebut dipakai mandi.
“Tetapi oleh PAZ disederhanakan hanya entak kaki dan diterapkan sebagai metode pengobatan. Padahal ayat itu tentang peristiwa mukjizat,” kata Hanif.
Soal tafsir ini pula yang membuat Ustaz Fuad Al Hazimi makin tak sreg dengan PAZ.
Dalam sebuah penjelasan di laman PAZ pada 2020, pengelola PAZ Al Kasaw Pusat, Anjrah Ari Susanto, pernah bertanya kepada pendiri PAZ Ustaz Haris Moejahid mengenai tudingan bahwa PAZ menafsirkan Al-Quran secara suka-suka.
Ketika itu Ustaz Haris menjawab, “Kalau saya menyatakan bahwa ilmu PAZ Al Kasaw ini semata-mata temuan saya sendiri, hasil peras otak saya sendiri, itu dusta. Saya melakukan riset lebih dari 15 tahun, dan benar-benar menemukan benang merah, titik cerah, setelah membaca terjemahan Al-Quran, terinspirasi dari Al-Quran.”
Inspirasi dari Al-Quran itu pula yang disampaikan pengurus PAZ Al Kasaw Pusat, Tri Hariyanto, saat ditemui kumparan di di Ayub Camp. Menurutnya, semasa Haris masih hidup pun, almarhum kerap bersilaturahmi ke ustaz-ustaz lain untuk mendiskusikan ayat-ayat Al-Quran yang menjadi sumber inspirasinya.
“Jadi itu inspirasi… Insyaallah ada ustaz yang mengawal kami. Kami juga terbuka. Kalau memang ada kekeliruan, kami betulkan,” ujar Tri.
Pun demikian, menurut Ustaz Fuad, istilah “inspirasi” yang disampaikan PAZ kepada publik tidaklah sama dengan kenyataan saat mereka menggelar pelatihan-pelatihan.
“Yang disampaikan dalam pelatihan basic PAZ adalah indoktrinasi. Sebelum masuk ke materi metode PAZ, semua peserta harus ikut sesi bertema ‘Logika Wahyu’. Saya juga mengikuti sesi ini, dan dari sinilah ‘inspirasi’ itu dibangun,” kata Ustaz Fuad.
PAZ yang dihujani kritik soal penggunaan ayat-ayat Al-Quran dalam teknik mereka pun kini mengoreksi istilah “inspirasi” tersebut. Dalam rilis terbarunya, Kamis (19/1), PAZ menegaskan bahwa metode pengobatan mereka murni hasil riset Ustaz Haris, bukan bentuk pelaksanaan atau penafsiran dari ayat-ayat Al-Quran.
Para Pasien yang Terbantu
Bukan berarti metode PAZ tak bermanfaat sama sekali. Seorang warga Klaten, Triyono, merasa terbantu oleh PAZ. Pedagang nasi goreng ini sebelumnya mengalami penyumbatan pembuluh darah jantung.
Penyumbatan pembuluh darah di jantung membuat Triyono pasang ring di rumah sakit. Namun, setelah pasang ring, ia masih merasa nyeri sampai ke tubuh bagian belakang.
Triyono akhirnya mencoba metode PAZ ke tempat terapi milik Kades Bakungan Klaten, Agus Krisnanto. Kini nyerinya sudah tak terasa lagi.
“Dulu buat angkat-angkat barang terasa sakit. Sekarang sudah hampir kembali sehat,” kata Triyono kepada kumparan di Klaten.
Manfaat juga dirasakan warga Klaten lainnya, Abdul Hakim. Penyakit asam lambungnya yang sering kambuh sekarang jarang muncul usai ia menjalani terapi PAZ.
Tak jarang pasien yang sembuh oleh terapi PAZ lalu ikut menjadi terapis. Ini pula yang terjadi pada seorang terapis senior PAZ di Depok yang kini memiliki klinik cukup besar. Dulunya, ia sering kena wasir dan asam lambung parah seperti Abdul. Sampai-sampai saat berjalan dan naik tangga, kepalanya kliyengan.
Kala itu, ia menghabiskan duit tak sedikit untuk menjalani pengobatan medis dan herbal. Namun barulah setelah diterapi PAZ oleh temannya, kondisinya membaik dengan cepat. Maka ia pun ikut pelatihan PAZ, menjadi terapis, dan kini telah banyak mengobati pasien dengan berbagai keluhan, mulai stroke, diabetes, sampai sakit jantung.
Pun begitu, Ustaz Hanif Acep tetap meminta PAZ untuk membuktikan metode pengobatannya secara ilmiah. “[Harus] evidence-based medicine. Jangan melakukan komersialisasi agama dan berlindung kepada konsep takdir yang salah.”