Geliat Warga Merauke Bangun Sektor Perikanan Pasca Aturan Moratorium

19 Mei 2017 14:41 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Perairan Merauke (Foto: beacukai.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Perairan Merauke (Foto: beacukai.go.id)
Kabupaten Merauke, Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup besar. Itu karena wilayah Kabupaten Merauke berbatasan langsung dengan Laut Arafura di bagian selatan dan barat.
ADVERTISEMENT
Maka tidak heran bila Merauke dulunya menjadi kawasan bersandar kapal-kapal asing dari negara lain. Mereka mengeruk kekayaan Laut Arafura siang dan malam. Hasilnya, Laut Arafura termasuk salah satu laut dengan kategori over fishing.
"Dulu Laut Merauke kalau malam seperti Jakarta, terang benderang (penangkapan ikan secara ilegal). Sekarang sudah gelap lagi," kata salah satu masyarakat Merauke Aloysius Dumatubun kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (19/5).
Maka, setelah Susi Pudjiastuti diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, muncul kebijakan-kebijakan baru yang revolusioner. Salah satunya adalah dengan melakukan moratorium atau penghentian sementara penerbitan izin maupun operasional kapal-kapal asing. Aturan tersebut keluar 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
Merauke pun mulai berbenah. Kapal-kapal asing yang biasanya bersandar di sana, satu per satu dicek kepemilikan dokumennya. Yang tidak sesuai, Susi meminta untuk kembali ke negara asal sedangkan bagi yang melanggar akan masuk perkara ke Pengadilan Perikanan dan tentunya bila diputuskan incracht siap untuk ditenggelamkan.
Perairan Merauke (Foto: indonesiakaya.com)
zoom-in-whitePerbesar
Perairan Merauke (Foto: indonesiakaya.com)
"Saya setuju sekali laut kotor disebabkan nelayan luar yang mencari ikan di Arafura," sebutnya.
Saat ini, dermaga-dermaga kecil yang ada di Merauke sepi dari sandaran kapal-kapal asing. Dengan cara swadaya, para nelayan Merauke mulai membangun sektor perikanan di sana secara mandiri. Mereka membuat kapal-kapal kecil sendiri dengan ukuran tidak lebih dari 5 Gross Tonage (GT).
"Semua nelayan bikin kapal baru. Mereka main hanya di 3 mil," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Hasilnya cukup memuaskan. Walaupun berlayar dengan menggunakan kapal yang berukuran kecil, hasil tangkapan mereka cukup berlimpah. Misalnya saat ini mereka sedang menikmati panen raya ikan kakap putih atau barramundi.
"Di Merauke sedang banyak sekali barramundi," sebutnya.
Namun ada sedikit kendala bagi para nelayan Merauke. Akses mereka menjual ikan cukup terbatas. Tidak ada pengepul atau perusahaan pengolahan ikan yang menampung ikan hasil tangkapan mereka. Dulu ada satu perusahaan yang langganan menampung hasil tangkapan nelayan yaitu PT Sino Indonesia Shunlida Fishing. Namun sayang, operasional Sino berhenti karena perusahaan ini terlibat dalam praktik illegal fishing.
"Negatifnya itu sekarang ini ikan di Merauke luar biasa banyak tetapi begini nelayan yang pergi melaut ternyata hasil tangkapannya tidak bisa mereka jual karena tidak ada perusahaan, pengepul atau penampung ini persoalan," paparnya.
ADVERTISEMENT
Aloysius pernah mendengar kabar bila salah satu BUMN perikanan, Perum Perikanan Indonesia (Perindo) akan menggantikan posisi PT Sino Indonesia Shunlida Fishing. Namun sampai saat ini, belum ada tanda-tanda Perindo masuk dan membantu nelayan Merauke.
"Kebijakan Bu Susi bikin ikan semakin banyak di Merauke. Tetapi izin mohon maaf, kita berharap Ibu Susi tetap menjadi menteri untuk menjaga laut kami dan bisa membangun industri perikanan di sini. Akhirnya ikan sekarang banyak yang busuk dan banyak dibuang lagi ke laut," jelasnya.