Golkar Tanggapi Mahfud soal UU Titipan: Bagaimana Caranya?

20 Desember 2019 5:08 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Politikus Golkar Melchias Markus Mekeng geram dengan pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD. Yakni pernyataan yang menyebutkan sistem hukum Indonesia masih bermasalah lantaran adanya hukum yang dibeli hingga sejumlah pasal dibuat sesuai pesanan.
ADVERTISEMENT
Mekeng meminta Mahfud tidak asal bicara mengenai adanya UU titipan di DPR.
"Ini nih, isu-isu yang kayak gini nih yang menurut saya enggak sehat di dalam kehidupan bernegara kita. Melemparkan isu yang (tidak jelas) sebut aja yang mana UU (titipan)? Itu harus clear, gitu enggak asal cuman cuap titipan, titipan siapa?" kata Mekeng saat dihubungi, Jumat (20/12).
Mekeng menegaskan selama ini proses pembuatan UU di DPR jelas dan cukup transparan. Sebab ada berbagai mekanisme yang harus dilalui sebelum sebuah UU disahkan oleh DPR.
"Semua ada mekanismenya, kan membuat UU itu bukan hanya dari satu orang anggota DPR, tapi fraksi, ada proses di baleg proses di panja, proses di pansus bagaimana cara nitipnya? Jadi musti clear gitu enggak asal cuap ngomong terus dititip, dititip, yang mana? Sebut yang mana, musti clear," tegas Mekeng.
Politisi Golkar Melchias Markus Mekeng, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas tersangka Idrus Marham di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/9/2018). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain itu Mekeng mengatakan proses pembuatan UU bisa berasal dari sejumlah pihak. Mulai dari DPR, pemerintah hingga DPD.
ADVERTISEMENT
"Karena proses UU itu ada bisa datang dari DPR, bisa datang dari Presiden, kalau dari DPR itu kan ada berbagai macam fraksi, itu prosesnya panjang di DPR iya kan?" tutur Mekeng.
Lebih jauh, Mekeng meminta Mahfud menyampaikan dengan jelas jika mengetahui UU yang dibuat karena titipan. Termasuk siapa pihak yang menitip untuk dibuatkan UU agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
"Ya disebut saja siapa yang nitip? Kalau cuman asal nyebut ada yang nitip ya sebut tolong ditunjuk siapa yang nitip? Nitip ke siapa? melalui apa? Itu kan harus jelas," ujar Mekeng.
"DPR di dalam membuat UU dia kan melakukan RDPU mendengarkan semua stakeholder apa itu bisa dianggap nitip? Kan kita ketemu dengan akademisi, kita ketemu kalau misal UU ekonomi dengan Kadin, perbankan, semua. Itu kan RDPU kalau mereka menyampaikan pendapatnya apa itu dianggap nitip? kan enggak juga," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi Indonesia sebagai negara hukum. Ia menyebut aturan hukum di Indonesia bermasalah karena adanya dasar hukum yang dibeli.
“Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum itu sering kacau balau, ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan itu ada. UU yang dibuat karena pesanan, perda juga ada, disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu,” kata Mahfud saat membuka acara temu kebangsaan yang digelar oleh Gerakan Suluh Kebangsaan di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (19/12). Namun Mahfud tak merinci UU/pasal/Perda pesanan itu.