Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Grandprix Thomyres Pecahkan Rekor MURI Sebagai Doktor Termuda
21 September 2017 7:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Grandprix Thomryes Marth Kadja, mahasiswa S3 Kimia ITB ini, berhasil menggondol gelar sarjana doktor muda, di usianya yang masih 24 tahun. Capaian ini mengukir sejarah baru bagi Grandprix, karena berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai pemegang gelar doktor termuda di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Grandprix menjadi sarjana doktor muda yang secara resmi diraih saat sidang tertutup 6 September lalu pada usia 24 tahun. Sidang terbukanya nanti akan diselenggarakan pada Jumat (22/09)," ujar Kasubdit Humas dan Publikasi ITB, Fivien Nur Savitri, dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Kamis (21/9).
Selama menjalani studi S3 di ITB, dia menggunakan waktunya untuk melakukan penelitian. Untuk disertasinya, Grandprix mengangkat topik tentang zeolite sintesis, mekanisme, dan peningkatan hierarki zeolit ZSM-5. Dalam disertasinya tersebut, Grandprix berfokus pada material yang banyak dipakai di industri, seperti petrokimia dan pengolahan biomassa.
Pria kelahiran Kupang, 24 tahun lalu itu, bisa dibilang sudah selangkah lebih maju dalam dunia akademik sejak kecil. Dirinya masuk SD di usia 5 tahun, hingga melanjutkan kelas akselerasi saat duduk di bangku SMA. Lulus SMA di umur 16 tahun, dia langsung melanjutkan S1 Kimia di Universitas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Grandprix hanya butuh waktu 3 tahun menamatkan S1 nya di UI. Di usia 19 tahun, dia melanjutkan S2 ada program studi yang sama di ITB dengan beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Kemenristekdikti.
Capaian luar biasa Grandprix ini tak lepas dari kerja keras dan keinginan yang kuat dalam meraih mimpi. Untuk diketahui, Grandprix sendiri telah menerbitkan 9 publikasi ilmiah berskala nasional dan internasional. Namun jalan selama penelitian, diakuinya tak selalu berjalan mulus. Selalu ada kendala dan proses.
“Atau jika ada instrumen analisis yang tidak tersedia atau hasil penelitian yang tidak sesuai ekspektasi,” tambahnya.
Kendati demikian, kecintaannya pada bidang yang ditekuninya ini membuatnya tetap menjalani segala sesuatu dengan senang hati. Kepuasan tersendiri, aku Grandprix, terutama ketika hipotesisnya berhasil dibuktikan.
ADVERTISEMENT
Atas prestasi yang dia raih, Grandprix berharap akademisi Indonesia ikut termotivasi untuk memajukan dunia penelitian yang dimotori oleh orang-orang muda Indonesia.
“Jangan minder karena masih muda. Justru (yang muda) yang harus menjadi contoh bagi orang lain,” ujarnya.
Selain itu, dia juga ingin agar program-program beasiswa seperti PMDSU dapat diteruskan eksistensinya dan diperbesar skalanya untuk menjaring peneliti dan doktor Indonesia dengan kemampuan dan daya saing kualitas internasional.