Guru Besar UI Bersatu Tolak Revisi UU Pilkada: Wibawa Negara Runtuh

22 Agustus 2024 11:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
31
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Ospek UI di Balairung Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Ospek UI di Balairung Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia bersatu. Mereka mendesak DPR dan pemerintah menghentikan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
ADVERTISEMENT
Dewan Guru Besar UI dalam pernyataan sikapnya menilai pembahasan revisi UU Pilkada mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dibacakan oleh Mahkamah pada Selasa (20/8).
“Pembahasan revisi UU Pilkada dengan mengabaikan Putusan MK Nomor 60 dan Putusan MK Nomor 70 sehari setelah diputuskan, nyata-nyata DPR sangat mencederai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat,” kata Ketua DGB UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo, dalam pernyataannya, Kamis (22/8).
Ia mewakili 60 lebih guru besar lintas keilmuan di Universitas Indonesia yang menyetujui pernyataan sikap itu.
Ketua Dewan Guru Besar UI Profesor Harkristuti Harkrisnowo Deklarasi Kebangsaan oleh Dewan Guru Besar, Jumat (2/2/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Mereka mengingatkan DPR, perubahan semacam itu dapat menimbulkan sengketa antarlembaga tinggi negara, seperti MK versus DPR. Bagi mereka, situasi semacam itu hanya akan merusak kehidupan bernegara.
ADVERTISEMENT
“Konsekuensi yang tak terelakkan adalah runtuhnya kewibawaan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, dan hukum akan merosot ke titik nadir bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan masyarakat,” kata Harkristuti, Guru Besar Ilmu Hukum yang menyampaikan pernyataan sikap DGB UI itu.
Dalam pernyataan yang sama, Harkristuti juga menyebut aksi para elite politik di DPR yang ingin merevisi UU Pilkada itu mengingkari sumpah jabatan mereka sebagai wakil rakyat.
“Para anggota dewan yang semestinya mengawal dan menjamin keberlangsungan Reformasi justru berkhianat dengan menolak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan untuk menjaga demokrasi di negeri ini,” kata pakar hukum yang dikenal vokal ini.
Harkristuti yang pernah menjabat Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham ini menegaskan putusan MK bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara.
Massa aksi demo dari Partai Buruh sudah mulai padati kawasan gedung MPR/DPR RI. Foto: Abid Raihan/kumparan
Oleh karena itu, ada empat desakan yang disampaikan para guru besar Universitas Indonesia itu dalam pernyataan sikap mereka, yaitu sebagai berikut:
ADVERTISEMENT

Berikut daftar guru besar UI yang ikut bersuara:

Prof Harkristuti Harkrisnowo, Prof Indang Trihandini, Prof Siti Setiati, Prof Dr Jenny Bashiruddin, Prof dr Budi Sampurna, Prof Achmad Fauzi Kamal, Prof Ismail, Prof Anton Rahardjo, Prof Sarworini B Budiardjo, Prof Hanna Bachtiar, Prof Decky Joesiana Indriani, Prof Risqa Rina Darwita, Prof Sumi Hudiyono PWS, Prof Titin Siswantining, Prof Azwar Manaf, Prof Ivandini Tribidasari Anggraningrum, Prof Terry Mart, dan Prof Yulianto S Nugroho.
ADVERTISEMENT
Kemudian, ada Prof Riri Fitri Sar, Prof Isti Surjandari Prajitno, Prof Nandy Setiadi Djaya Putra, Prof Nasruddin, Prof Sulistyowati Suwarno, Prof Ir Ruslan Prijadi, Prof Lindawati Gani, Prof Ratna Wardhani, Prof Sylvia Veronica Nalurita Purnama Siregar, Prof Bambang PS Brodjonegoro, Prof Bambang Wibawarta, Prof Dr Multamia Retno Mayekti Tawangsih, Prof Agus Aris Munandar, Prof Muhammad Luthfi, Prof Maman Lesmana, Prof Mirra Noor Milla, Prof Frieda Maryam Mangunsong Siahaan, Prof Farida Kurniawati, dan Prof Ali Nina Liche Seniati.
Prof Adrianus E Meliala, Prof Donna Asteria, Prof Bambang Shergi Laksmono, Prof Valina Singka Subekti, Prof. Soedarsono Hardjosoekarto, Prof. Nurhayati Adnan, Prof Fatma Lestari, Prof Evi Martha, Prof R Budi Haryanto, Prof Wisnu Jatmiko, Prof Indra Budi, Prof Dana Indra Sensuse, Prof Eko Kuswardono Budiardjo, Prof Achir Yani S Hamid, Prof Setyowati, Prof Krisna Yetti, Prof Rr Tutik Sri Hariyati, Prof Yeni Rustina, Prof Hayun, dan Prof Yahdiana Harahap.
ADVERTISEMENT