Cover Lipsus Hantu Tragedi 98 Jelang Pilpres

Hantu Tragedi 1998 Jelang Pilpres

25 Desember 2023 20:34 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
21 Desember 2023. Dua acara diskusi bertema “1998” berlangsung di Jakarta dengan menghadirkan para keluarga korban penghilangan paksa dan aktivis 98. Satu digelar oleh Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi), satu lagi oleh Pemuda Aras HAM (Paham). Keduanya menyoroti kasus penculikan dan penghilangan paksa pada 1997-1998—periode genting Indonesia ketika krisis moneter melanda, kerusuhan massa merebak, dan Soeharto di ambang kejatuhan.
Isu pelanggaran hak asasi manusia tersebut secara spesifik selalu mengantui Prabowo Subianto tiap kali ia maju kontestasi pilpres. Itu pula sebabnya Tim Kampanye Prabowo-Gibran mengumpulkan para aktivis 98 di kubu mereka untuk berkonsolidasi menjelang debat.
“Setiap debat pilpres, isu demokrasi dan HAM selalu dikaitkan dengan problem masa lalu yang sudah terkubur dan sudah selesai dengan baik atas berbagai tokoh, salah satunya Pak Prabowo,” kata Sekretaris TKN Nusron Wahid, sehari sebelum debat berlangsung.
Prabowo yang pada 1997–1998 itu menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus kerap disebut terlibat dalam aksi Tim Mawar menculiki para aktivis 98. Tim Mawar adalah unit kecil bentukan Grup 4 Kopassus/Sandi Yudha. Sementara Grup 4 ialah pasukan rahasia dengan keahlian bekerja senyap dalam operasi klandestin dan pengumpulan data intelijen.
Adalah mantan Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayjen (Purn) Syamsu Djalal yang menyebut perintah menculik aktivis datang dari Prabowo Subianto, meski hal tersebut kemudian dibantah Danpuspom TNI berikutnya, Mayjen (Purn) Djasri Marin.
Pun begitu, Dewan Kehormatan Perwira yang memeriksa Prabowo dalam surat keputusannya menyebut Prabowo “Memerintahkan anggota Satgas Mawar, Satgas Merpati, melalui Kolonel Inf Chairawan (Komandan Grup 4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan aktivis kelompok radikal dan PRD yang ia ketahui bukan menjadi wewenangnya yang mengakibatkan Andi Arief, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Nezar Patria, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyo Jati, Faisol Riza, Pius Lustrilanang, dan Desmond J Mahesa menjadi korban” dan memutuskan Prabowo “diberhentikan dari dinas keprajuritan”.
Surat Keputusan pemberhentian Prabowo Subianto dari militer. Foto: Dok. Istimewa
Satu dekade setelah diberhentikan dari militer, Prabowo mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan sejumlah korban penculikan (Haryanto, Pius, Desmond) bergabung dengannya. Pius berpendapat, aktor utama penculikan aktivis 98 adalah Soeharto—yang dulu adalah bapak mertua Prabowo. Sebagai prajurit, menurut Pius, Prabowo hanya menjalankan perintah dalam rantai komando.
Bagaimanapun, bagi keluarga korban, masa lalu suram itu belum selesai dan tak semestinya dikubur. Terlebih, sampai saat ini, pemerintah belum melaksanakan rekomendasi DPR periode 2009–2014 untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc terkait kasus penghilangan orang secara paksa.
“Dalam kontestasi politik, capres menyampaikan janji-janji terbaik. Kami akan tagih itu lewat kontrak politik sehingga ada komitmennya. [...] Anak-anak muda sekarang bisa menikmati alam demokrasi karena pengorbanan mereka yang belum jelas di mana lokasi atau kuburnya, yang jadi korban kebengisan Orde Baru yang menculik dan menghilangkan orang bersuara kritis,” kata Wahyu Susilo, adik Wiji Thukul, salah satu aktivis yang hilang.
Buku Wiji Thukul yang sempat disoal aparat. Foto: Jafrianto/kumparan
***
12 Desember 2023. Prabowo Subianto berdiri di mimbar KPU. Ia mengelap wajah dengan sapu tangan kala Ganjar Pranowo bertanya soal sejumlah kasus HAM yang belum tuntas.
“Ada 12 kasus pelanggaran HAM berat… mulai dari peristiwa 65, penembakan misterius, Talangsari, penghilangan paksa, sampai Wamena… Kalau Bapak ada di situ, apakah akan membuat Pengadilan HAM dan membereskan rekomendasi DPR? Kedua, di luar sana menunggu banyak ibu, apakah Bapak bisa membantu menemukan di mana kuburnya [orang] yang hilang agar mereka bisa berziarah?” tanya Ganjar.
Prabowo menyebut pertanyaan itu tendensius karena ia sudah berkali-kali menjawabnya. Prabowo pun meminta Ganjar untuk menanyakannya saja kepada cawapresnya, Mahfud MD yang masih menjabat Menko Polhukam.
“Masalah ini justru ditangani oleh calon wakil presiden Anda. Jadi apa lagi yang mau ditanyakan kepada saya?” ujar Prabowo, yang menyebut bahwa ia selalu diserang isu ini tiap maju sebagai capres atau cawapres.
“Tiap polling saya naik, ditanya lagi soal itu… Come on, Mas Ganjar… saya sangat keras membela HAM. Nyatanya, orang-orang yang dulu ditahan, yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya membela saya,” kata Prabowo.
Dari tribune, Budiman Sudjatmiko dan Andi Arief berdiri. Keduanya adalah aktivis 98 yang dianggap subversif oleh Orde Baru.
Budiman Sudjatmiko dan Andi Arief. Foto: kumparan
Budiman dahulu Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang ditangkap aparat atas tuduhan menjadi dalang kerusuhan pada 27 Juli 1996 yang bermula dari penyerbuan ke kantor PDI dan berbuntut aksi pembakaran di Jakarta. Sementara Andi Arief diculik karena aktivitasnya sebagai Ketua Umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), salah satu organisasi onderbouw PRD.
Keduanya kini berada di kubu Prabowo. Budiman—yang pada Agustus 2023 dipecat dari PDIP karena mendukung Prabowo—merupakan Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.
Budiman menegaskan, Prabowo bukan kriminal. Ia memandang situasi berseberangan antara dirinya dan Prabowo pada 1998 sebagai bagian dari sejarah yang tak terelakkan. Menurutnya, ketika itu ia dan Prabowo sama-sama menjalankan tugas.
“Saya menjalankan tugas sejarah [agar Indonesia lebih demokratis], Pak Prabowo menjalankan tugas negara. Keduanya untuk menjaga Indonesia. Tahun ‘98, dua tugas ini berhadapan karena waktu itu negara otoriter, menolak untuk melakukan perubahan dengan cara baik-baik sehingga terpaksa kami (PRD) melakukan terobosan dan perlawanan,” kata Budiman pada 11 Desember, sehari sebelum debat capres perdana.
Namun kini, lanjut Budiman, “Setelah 25 tahun, kami ingin tugas negara dan tugas sejarah tidak berhadapan. Ada ancaman dan situasi yang mengharuskan kami bersatu.”
Prabowo Subianto dan Budiman Sudjatmiko (kanan) di Semarang, Jumat (18/8). Foto: ANTARA/Makna Zaezar

Keluarga Korban Kembali Bersuara

Keluarga korban penghilangan paksa mengkritik istilah “musiman” yang disematkan ke kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Wahyu Susilo, adik Wiji Thukul yang hilang pada 27 Juli 1998, menegaskan bahwa perjuangan untuk mengetahui dan memperjelas nasib keluarga mereka berlangsung setiap pekan melalui Aksi Kamisan di depan Istana Negara.
Aksi Kamisan pertama kali digelar pada Januari 2007, dan sampai saat ini telah digelar 798 kali. Secercah harapan sempat menghampiri ketika Wahyu bertemu Jokowi. Sang Presiden ketika itu menyatakan niatnya untuk mencari Wiji Thukul dan menyebut Sipon, istri Wiji, sebagai “teman baik saya”.
“Pada beberapa kali pertemuan, bahkan secara resmi seperti peringatan hari HAM di Yogya, dia (Jokowi) menyatakan itu (niat menuntaskan kasus HAM)... juga menyatakan penyesalan,” kata Wahyu di Cikini, Jakarta Pusat.
Nyatanya, ujar Wahyu, sampai saat ini penuntasan kasus-kasus HAM belum teralisasi.
Kekecewaan juga dirasakan Paian Siahaan, ayah Ucok Siahaan, aktivis 98 yang juga raib. Paian berharap Pengadilan HAM Ad Hoc bisa diwujudkan untuk mengadili para pelanggar kasus-kasus HAM berat.
Saat ini, di tengah gelombang makin banyaknya aktivis 98 yang merapat ke Prabowo, Wahyu Susilo merasa prihatin, termasuk terhadap Budiman Sudjatmiko yang dulu memimpin PRD, organisasi tempat Wiji Thukul bergabung.
“Kami menyesalkannya, tapi itu pulang kepada hati nurani masing-masing—tega atau tidak tega; melupakan atau mengingat; membiarkan atau menuntut penyelesaian kejahatan masa lalu; konsistensi atau pragmatisme politik,” kata Wahyu.
Meski demikian, ia tak sepenuhnya kaget dengan sikap politik Budiman, sebab selama ini pun menurutnya Budiman tidak pernah berhubungan atau berkomunikasi lagi dengan keluarga para korban, termasuk dirinya.
“Menurut teman-teman korban, dia tidak pernah berinteraksi intensif dengan keluarga korban. Bahkan ketika dia jadi anggota parlemen dan teman-teman korban mengadu ke DPR, dia tidak punya intensi. Jadi indikasi itu sudah kami lihat,” tutur Wahyu.
Budiman beberapa kali dihubungi kumparan untuk dimintai wawancara. Ia sempat menjawab pesan, namun kemudian tidak menanggapi lebih lanjut.
Mugiyanto Sipin, salah satu aktivis 98 korban penculikan yang selamat dan kini bertugas sebagai tenaga ahli Deputi V di Kantor Staf Presiden, berpendapat sama dengan Wahyu Susilo. Menurutnya, kasus pelanggaran HAM bukan isu musiman yang hanya diembuskan ketika Prabowo maju pilpres.
“Mereka saja yang pedulinya hanya tiap lima tahun sekali. Pak Paian, Pak Utomo (ayah Petrus Bima Anugrah yang juga hilang), kami itu tiap hari berjuang, tiap Kamis ikut Kamisan. Ini aktivitas 24 jam dalam sehari, selama tujuh hari terus-menerus. 24/7,” kata Mugiyanto di Bogor, 23 Desember.
Sebagai penyintas, Mugiyanto masih trauma sampai hari ini. Dan meski tempatnya bekerja berada di kompleks Istana, ia enggan bertemu Prabowo.
“Belum pernah bertemu. Aku menghindar. Saya selalu berdoa dalam hidupku untuk tidak ketemu dengan orang-orang yang pernah menjahati saya. Itu enggak ada gunanya. Saya trauma,” ucap Mugiyanto.
Mugi bergabung menjadi staf ahli di KSP pada 2020. Ia yang mantan Ketua Ikohi (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia) mengiyakan masuk KSP demi kepentingan para korban. Ia juga sempat berkomunikasi dengan orang tua para korban.
“‘Pak, aku diajak Mbak Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V KSP, untuk gabung di KSP membantu Pak Jokowi menyelesaikan pelanggaran HAM.’ Itu yang aku sampaikan ke bapak-ibu korban,” kata Mugi.
Aksi Kamisan ke-774 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (25/5/2023). Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Sejauh ini, upaya Mugiyanto berjuang lewat KSP membuahkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 yang mengatur pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu.

Menempuh Jalur Politik

Di antara para aktivis 98 yang menjadi korban penculikan, 9 orang selamat dan 13 lainnya masih hilang. Sembilan aktivis yang dipulangkan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Pius Lustrilanang, Andi Arief, Faisol Riza, Nezar Patria, Mugiyanto Sipin, Haryanto Taslam, Aan Rusdianto, dan Raharja Waluya Jati.
Sementara 13 yang masih hilang adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.
Dari 9 aktivis yang selamat, kebanyakan menapaki jalur politik. Tiga di antara mereka bergabung dengan Gerindra, yakni Desmond Mahesa (alm.), Haryanto Taslam (alm.), dan Pius Lustrilanang. Desmond dan Haryanto duduk di Dewan Pembina Partai.
Desmond juga terpilih menjadi legislator DPR selama tiga peirode berturut-turut. Di DPR, ia menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Gerindra dan Wakil Ketua Komisi III. Tak heran elite Gerindra menyebut Desmond sebagai salah satu kader terbaik partai, Mereka merasa kehilangan ketika ia meninggal dunia pada Juni 2023.
Desmond J Mahesa. Foto: Dok. dpr
Sementara Pius yang sempat menjadi anggota DPR selama dua periode, kini merupakan anggota BPK. Pada beberapa kesempatan, Pius mengatakan bahwa Prabowo meminta maaf kepadanya sejak 1999 dan mengemukakan niat untuk rekonsiliasi.
Bergabung dengan partai politik juga menjadi jalan Andi Arief, Faisol Riza, dan Raharja Waluyo Jati. Andi bergabung dengan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono dan menjabat sebagai Wasekjen Demokrat; Faisol menjadi Ketua DPP PKB dan Ketua Komisi VI DPR; dan almarhum Raharja masuk PDIP bersama Budiman.
Pada 2014, Raharja menjadi salah satu relawan Jokowi. Belakangan, ia masuk barisan pendukung Anies Baswedan. Raharja meninggal pada 8 Agustus 2023, satu setengah bulan setelah Desmond berpulang.
Sementara itu, Mugiyanto kini tenaga ahli di KSP; dan Nezar Patria yang lama berkecimpung di dunia pers pada Juli 2023 dilantik menjadi Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika setelah sebelumnya bertugas sebagai Stafsus Menteri BUMN Bidang Komunikasi dan Direktur PT Pos Indonesia.
Nezar Patria. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kepada Nezar, Faisol, Andi, dan Pius, kumparan menyampaikan permohonan wawancara. Pius tidak merespons, sedangkan Andi mengatakan sedang keluar kota.
Nezar yang ditemui di kantornya, Kominfo, enggan bicara soal kasus 1998. Ia mengatakan, sudah menyampaikan banyak cerita soal itu. Saat ini, ia dan kawan-kawan sesama korban penculikan bersolidaritas dengan membentuk yayasan.
“Untuk merawat keluarga korban. Dengan memberi perhatian dan santunan kepada keluarga korban,” ujar Nezar. Secara terpisah, Mugi mengatakan yayasan itu bernama Yayasan 14 Kawan.
Sementara itu, Faisol yang semula bersedia diwawancara, belakangan tidak merespons lebih lanjut. Ia hanya mengirimkan foto salinan berita harian Bernas edisi Agustus 1998 yang menampilkan headline “Prabowo Dipecat, Akui Culik 9 Aktivis”.
Berita pemecatan Prabowo Subianto dari militer. Foto: Dok. Faisol Riza
Presidium Perhimpunan Aktivis 98, Frans Saragih, berpendapat sejarah harus diluruskan dan fakta harus dibuka agar luka para korban dan keluarganya bisa disembuhkan. Ia menyesalkan hingga kini belum ada kejelasan atas peristiwa 1998.
“Padahal itu sudah lewat 25 tahun. Bisa saja ada pelaku-pelaku yang sudah nggak ada lagi (meninggal). Jadi mari kita buka sama-sama supaya luka-luka di tubuh bangsa ini pulih,” tutup Frans.
Kasus HAM 1998 selalu menghantui. Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten