Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Sejak sebelum palu hakim MK diketok, dua partai pendukung Prabowo—PAN dan Demokrat—memang sudah lama berkirim sinyal hendak menyeberang ke koalisi Jokowi. Komunikasi pun terjalin rutin antara Jokowi dan kedua partai itu.
Gelagat Demokrat dan PAN yang berniat merapat ke Jokowi terlihat pasca-hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan keunggulan petahana. Terhitung sejak saat itu, Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono sudah dua kali bertemu Jokowi, di Istana Negara pada 2 Mei dan di Istana Bogor pada 22 Mei 2019.
Pada tanggal yang disebut terakhir itu, Jokowi juga bertemu Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Ia disebut cukup terbuka kepada PAN karena partai itu sebelum Pemilu 2019 sesungguhnya sudah pernah berada di jajaran kabinet Jokowi.
Lantas, adakah syarat khusus untuk bergabung ke koalisi Jokowi? Dan apakah niat merapat dari beberapa parpol mantan koalisi Prabowo disambut oleh partai-partai di kubu Jokowi? Berikut wawancara kumparan dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Koalisi Jokowi sepertinya akan menggemuk. Apakah parpol-parpol koalisi Jokowi terbuka terhadap anggota baru?
Prinsip koalisi itu dibangun di dalam sistem presidensial. Sistem presidensial memerlukan basis dukungan dari rakyat dan parlemen. Tapi pada praktiknya, sistem presidensial akan efektif apabila didukung oleh sistem multipartai sederhana. Sementara Indonesia menganut sistem multipartai kompleks. Koalisi Indonesia Kerja terus memastikan skenario peningkatan sistem presidensial ini agar semakin efektif. Salah satunya memastikan kuatnya dukungan di parlemen.
Kekuatan jumlah kursi parlemen Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin saat ini sudah mencapai sekitar 60,7 persen. Artinya, syarat pemerintahan yang efektif, solid, dan sehat itu sudah terpenuhi (oleh koalisi Jokowi saat ini).
Apa yang dilakukan Pak Jokowi dalam membangun komunikasi politik dengan PAN dan Partai Demokrat bisa dimaknai sebagai upaya membangun kerja sama di DPR dan MPR. Karena apa pun, demokrasi yang sehat memerlukan checks and balances—kritik dan penyeimbang.
Untuk membicarakan struktur dan komposisi kabinet masih memerlukan tahap lebih lanjut, yaitu: presiden dan wapres terpilih mesti berkomunikasi dulu dengan para ketua umum partai politik koalisi. Khususnya, parpol yang memiliki peran kuat dan memiliki kursi di DPR.
Bagaimana tanggapan Anda atas sinyal dari Partai Demokrat kepada Jokowi?
Itu hal yang baik. Artinya ada suatu opsi. Tapi untuk mencapai sesuatu yang final, keputusan akhir apakah masuk ke kabinet atau tidak, masih perlu tahapan lebih lanjut, yaitu bertemu para ketua umum partai koalisi.
Sebetulnya (kemungkinan anggota baru koalisi) itu bukan hal yang mengejutkan. Bahkan ketika jadi presiden, Pak SBY pernah menawarkan posisi menteri kepada PDI Perjuangan. Tapi waktu itu kami berpendapat, demokrasi yang sehat memerlukan kekuatan penyeimbang yang berada di luar pemerintahan.
Kami juga bisa membuktikan, ketika tidak berada di dalam pemerintahan, PDIP bisa menjalankan fungsi-fungsi idealnya sebagai partai politik. Selama ini, ada kritik yang menyatakan partai ingin kadernya masuk kabinet agar dapat mengakses sumber daya kekuasaan. Sebaliknya PDI Perjuangan membuktikan, ketika berada di luar pemerintahan, kami lebih solid di dalam melakukan konsolidasi sumber daya.
Tampaknya sinyal koalisi makin kuat setelah momen pemakaman Ibu Ani?
Itu analisis yang berlebihan. Selama ini ketika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan, kerja sama di parlemen tetap bisa dilakukan. Misalnya ketika Pak SBY memilih Panglima TNI, Kapolri, dan terkait politik anggaran, PDI Perjuangan ikut menyetujui. Artinya, ada kepentingan bangsa dan negara yang dikedepankan. Ada kerja sama di parlemen, di DPR, di MPR yang berjalan dengan baik.
Jadi tidak tepat mengaitkan momen wafatnya Ibu Ani dengan bergabungnya Demokrat ke koalisi. Karena kemanusiaan dan politik itu menyatu, tak bisa dipisahkan. Politik itu mengandung watak-watak kemanusiaan. Jadi ketika ibu Ani meninggal, wajar kalau kami datang mengirimkan duka cita dan berkoordinasi dengan pemerintah untuk memberikan penghormatan terbaik.
Waktu Ibu Mega bertemu Pak SBY di TMP Kalibata, apa yang disampaikan?
Ibu mengucapkan dukacita. Itu kan kultur kita. Melayat ke makam hanya untuk mendoakan, baik untuk yang meninggal dan yang ditinggal. Kalau lebih dari itu, berarti tidak kenal tempat, waktu, dan suasana kebatinan.
Saat Lebaran, AHY dan Ibas kan juga berkunjung ke kediaman Megawati. Artinya hubungan sudah cair?
Lebaran itu momentum silaturahmi nasional. Ini ada sejarahnya. Pada tahun 1948, saat itu bangsa Indonesia terpecah. Para elite partai saling berkonflik, padahal sedang bulan puasa. Bayangkan, bulan puasa pun ada konflik. Atas dasar itu, dalam rangka menyambut Lebaran, Bung Karno berkonsultasi dengan Kiai Wahab Hasbullah (pendiri Nahdlatul Ulama) agar Lebaran menjadi momentum membangun persaudaraan sebangsa.
Kiai Wahab lalu mengusulkan istilah “silaturahim”, namun Bung Karno tidak setuju, sebab istilah itu sudah biasa dipakai. Akhirnya, Kiai Wahab mengusulkan “halalbihalal” yang bermakna: konflik itu haram, maka harus ada upaya saling memaafkan, atau saling menghalalkan. Dan Bung Karno dengan mata berbinar-binar menerima istilah halalbihalal.
Dalam perspektif itu, maka kunjungan AHY (ke Megawati) itu suatu hal yang wajar. Merupakan tradisi yang baik. Ibu Megawati dan keluarga pun menerima dengan tangan terbuka.
Tapi kan pada Lebaran-Lebaran sebelumnya keluarga SBY tidak berkunjung ke rumah Megawati?
Tiap orang pasti menggunakan momentum. Demokrat juga punya sebuah rencana ke depan dan mereka berpikir berkomunikasi dengan PDI Perjuangan merupakan hal yang baik. PDI Perjuangan juga berpandangan sama.
Sehingga ketika momen halalbihalal, datang ke rumah Ibu Mega meskipun Ibu tidak open house.
Bagaimana respons Ibu Mega?
Lihat saja ekspresi Ibu Mega, Mbak Puan, dan Mas Prananda saat selfie. Jadi ketika mereka (putra-putra SBY) datang, diterima sebagai keluarga.
Kalau urusan sebagai ketua umum kan beda, menerimanya di kantor partai.
Ada syarat tertentu bagi partai-partai mantan koalisi Prabowo yang ingin bergabung dengan kubu Jokowi?
Ketika saya bertemu dengan pimpinan partai Koalisi Indonesia Kerja, rata-rata dalam bahasa sederhana, mengatakan idealnya koalisi itu dibangun sebelum Pilpres. Nah, ketika koalisi itu dibangun setelah Pilpres, maka syarat yang pertama adalah dalam konteks penguatan sistem presidensial.
Itu terbukti ketika PPP dan Golkar bergabung ke koalisi pasca-Pilpres 2014. Penguatan sistem presidensial terjadi dengan menguatnya dukungan terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di DPR.
Sebelum dua partai itu bergabung, pemerintahan Pak Jokowi mengalami kesulitan karena pimpinan dan alat kelengkapan Dewan di DPR dikuasai oposisi. Karena itu, syarat yang pertama adalah: untuk penguatan sistem presidensial dan penguatan daya dukung (di parlemen).
Syarat yang kedua: harus bekerja keras memberikan sebuah kontribusi.
Kerja keras seperti apa?
Partai koalisi seperti PDIP, Golkar, PKB, NasDem, PPP, Hanura, Perindo, PSI PKPI, dan terakhir PBB telah menunjukkan kerja keras dan daya juang mendukung pencalonan Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf Amin pada kampanye Pilpres 2019.
Lalu kalau kerja keras pasca-Pilpres bagaimana?
Masih ada ruang di DPR dan dalam konteks stabilitas politik pascapemilu. Presiden juga menegaskan pentingnya persatuan. Nah, bagaimana partai-partai yang mau bergabung ini memberikan dukungan tidak hanya di DPR, tapi juga dalam bentuk penguatan legitimasi dan upaya rekonsiliasi membangun persaudaraan nasional.
Seperti mendinginkan suasana politik pasca-rusuh 21 dan 22 Mei?
Memang ada upaya makar berdasarkan temuan-temuan dari aparat keamanan. Mereka (sebagian pengunjuk rasa) tidak lagi berdemonstrasi untuk memperjuangkan pemilu, tapi untuk menjatuhkan pemerintahan. Sudah ada niat pembunuhan. Itu tidak dibenarkan dalam negara hukum.
Pak Jokowi pun menilai bahwa membangun stabilitas politik itu sangat urgen, karena bangsa ini harus bergerak cepat.
Butuh waktu berapa lama untuk menilai kerja keras partai-partai yang ingin bergabung dengan Jokowi itu?
Masih ada waktu sampai Oktober. Bagaimana mereka bisa berperan dalam menjaga stabilitas politik dan persatuan bangsa.
Parpol-parpol pengusung Jokowi-Ma’ruf, termasuk PDIP, kini mengincar tambahan kursi menteri?
Tentu saja. Apalagi semua sepakat bahwa 2024 adalah saatnya regenerasi menyeluruh. Partai-partai pasti mencari kader terbaik untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai menteri.
Saya kira wajar setelah partai berjuang mendapatkan kekuasaan politik, partai menempatkan kader-kader terbaiknya di eksekutif maupun legislatif. Itu bagian dari perjuangan dan demokrasi.
PDIP ingin mendapat berapa pos menteri?
Itu kami serahkan ke Ketua Umum. Kami memberikan masukan-masukan kalau diminta. Itu pun sifatnya tertutup. Tapi dalam menjalankan tugas ideologi, PDI Perjuangan bertekad membumikan Pancasila melalui jalan Trisakti. Agar bangsa kita makin berdaulat dan berdikari. Setidaknya di bidang pangan, energi, pertahanan, dan keuangan.
Pos-pos kementerian apa saja yang dibidik PDIP?
Akan kami bahas. Terkait hal itu, pintu kami jelas: kami berdisiplin pada mekanisme. Ibu Mega yang akan membahas bersama Pak Jokowi.
Anda sendiri kan masuk kandidat menteri?
Kalau buat saya pribadi, mendapat kesempatan mendampingi Ibu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menuangkan seluruh pemikiran beliau untuk bangsa dan negara merupakan sebuah kehormatan. Apalagi melihat tantangan-tantangan partai ke depan.
Saya selalu terngiang-ngiang pernyataan Bu Mega, “Untuk menjadi menteri, masuk ke dalam pemerintahan, itu hanya lima tahun. Tapi membangun partai itu bagian dari dedikasi bagi bangsa dan negara yang tidak kalah penting.”
Yang penting, PDI Perjuangan konsisten melakukan kaderisasi kepemimpinan. Sekolah partai dibangun, sehingga mereka yang mau masuk ke struktur partai, atau menjadi anggota legislatif dan eksekutif, telah melalui proses kaderisasi.
Banyak yang mengatakan saat ini terjadi PDIP effect karena tiga pilar partai solid mendukung Pak Jokowi. Jadi sangat wajar jika PDI Perjuangan menempatkan kader-kadernya pada posisi yang strategis dan secara proporsional paling besar dibandingkan (partai) yang lain (di koalisi Jokowi ).
_________________
Simak selengkapnya Bagi-bagi Kuasa di Akhir Sidang di Liputan Khusus kumparan.