Hasyim Muzadi dan Islam yang Lembut

16 Maret 2017 11:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KH Hasyim Muzadi (Foto: Dok. Nadlatul Ulama)
“Karakter Islam terletak pada kelembutannya,” ujar Hasyim Muzadi ketika berbicara dalam Forum Bahtsul Masail Kongres XVII Muslimat Nahdlatul Ulama pada akhir November 2016.
ADVERTISEMENT
“Islam yang lembut” itu terus ia tekankan dalam dialog mengenai ekstremisme dan terorisme yang marak muncul di Indonesia pascaserangan teroris ke World Trade Center (WTC), New York AS, 11 September 2001.
Bukan cuma “Islam yang lembut” yang digaungkan Hasyim, tapi juga toleransi dan kerukunan antarumat beragama --yang entah kenapa, belakangan kian “mahal” harganya.
“Hubungan antaragama di Indonesia terjalin secara harmonis, termasuk antarbudaya dan adat istiadat dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika,” kata Hasyim dalam Dialog Uni Eropa-Indonesia tentang hak asasi manusia di Belgia, tahun yang sama, 2016.
Kini sang ulama, pemikir tentang wajah Islam yang damai itu, telah tiada. Ia wafat di kediamannya di Malang, Jawa Timur, pagi tadi, Kamis (16/3).
ADVERTISEMENT
Kiai Haji Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dikenal luas sebagai sosok moderat dan toleran, sekaligus berpegang teguh pada prinsip keislamannya. Bisa dibilang, ia sosok langka di tengah makin sulitnya toleransi didapat di negeri ini.
Menjadi Islam sepenuhnya, sekaligus menjadi Indonesia sepenuhnya.
Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan sosok Hasyim Muzadi, tokoh Islam nusantara sekaligus cendekiawan bangsa ini. (Baca )
Setiap kalimat yang keluar dari bibir Hasyim mengenai Islam dan Indonesia, selalu mampu menjadi obat bagi luka akibat gesekan antarkeyakinan yang kerap terjadi di bumi pertiwi.
Hasyim mengawali jejak pelayanannya kepada umat saat ia berkiprah di organisasi kepemudaan Gerakan Pemuda Ansor dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dari situ, ia punya modal kuat untuk menjejakkan kaki di NU, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa waktu melayani umat lewat NU, Hasyim terpilih menjadi Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur periode 1992-1999. Posisi ini lantas menjadi batu loncatan baginya untuk merengkuh kepercayaan sebagai Ketua PBNU periode 1999-2004.
Selama menjadi Ketua PBNU, Hasyim dikenal dengan karakternya yang bijak. Ini membuat dia makin dikenal sebagai seorang ulama yang nasionalis dan pluralis.
Apapun yang dianggap perlu bagi agama, Indonesia, dan NU, Hasyim ikhlas melakukan dan memberikan yang terbaik. (Baca )
Dalam pandangan Hasyim, dunia internasional sudah selayaknya mengetahui Islam Indonesia dan umat Islam nusantara yang menentang kekerasan. Ia terus melakukan dialog antaragama dengan dunia luar secara intensif.
KH. Hasyim Muzadi. (Foto: Antara)
Ia yakin, semakin intens hubungan yang terjalin antara ormas-ormas moderat Indonesia dengan dunia internasional, maka stigma Islam yang kerap dicap lekat dengan kekerasan, akan luntur.
ADVERTISEMENT
Islam rahmatan lil ‘alamin, bagi Hasyim, sama sekali bukan kekerasan. Islam adalah agama kasih yang lembut, yang menaungi umat dengan pengertiannya.
Layaknya hal yang ia perjuangkan, kelembutan pun terpancar dalam tutur dan sikap Hasyim. (Baca: )
Ia terus dipercaya dunia sebagai “duta besar” bagi Islam yang moderat. Hasyim misalnya berperan penting dalam dialog antariman dengan Amerika Serikat. Di situ, ia memberi pemahaman kepada dunia tentang masyarakat Islam Indonesia, mulai dari segi struktural sampai peta Islam di Indonesia.
“Umat Islam di Indonesia itu pada dasarnya moderat, bersifat kultural, dan domestik. Tak kenal jaringan kekerasan internasional,” tutur Hasyim.
Ia menghadirkan wajah Islam yang berbeda dengan yang selama ini diyakini Barat. Gambaran tentang Islam yang tercoreng Tragedi WTC 9/11 pun perlahan luruh.
ADVERTISEMENT
Dialog lintas agama dengan AS bukan satu-satunya forum yang memperlihatkan kemoderatan dan kerendahanan hati Hasyim. Pada beberapa kesempatan, sang Kiai bertemu dengan perwakilan Vatikan untuk menjalin persaudaraan di antara sesama pemeluk agama.
Tak cuma sekali, Hasyim bahkan lima kali berkunjung ke Vatikan. Ia juga bertemu Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI. (Baca: )
“Silaturahmi, bertatap muka, berdialog, sangatlah penting. Tujuannya menjalin kebersamaan agar tidak ada rasa saling curiga. Kalau itu sudah terjalin, insya Allah tidak akan terjadi kesalahapahaman di antara kita (sesama pemeluk agama),” ujar sang Kiai.
Kebijaksanaan dalam pikir, tutur, dan tindak tanduk Hasyim memang tak terbantahkan. Ia yang disayang umat kini kembali ke sang Khalik. (Baca:)
ADVERTISEMENT
Namun, sepatutnyalah pesan-pesan dan pemikirannya tak dilupakan.
Hasyim Muzadi di Rumah Sakit Lavalette, Malang, (Foto: Ari Bowo Sucipto/Antara Foto)