Ingin Fokus Bongkar Kasus Suap Bansos, Effendi Gazali Mundur sebagai Guru Besar

21 April 2021 18:29 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali menyampaikan keterangan pers sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/3).  Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali menyampaikan keterangan pers sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/3). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pakar komunikasi politik, Effendi Gazali, mengembalikan gelar Guru Besar atau Profesor kepada negara. Hal ini buntut dari upaya Effendi yang saat ini sedang membongkar skema korupsi bansos COVID-19 yang merugikan negara.
ADVERTISEMENT
Effendi merupakan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), berdasarkan SK Menristekdikti No 11881/M/KP/2019 tentang Kenaikan Jabatan Akademik sebagai Profesor.
Pengembalian gelar Guru Besar itu diserahkan Effendi dalam surat yang ditujukan kepada Kepala LLDIKTI Wilayah III, Prof. Dr. Agus Setyo Budi, M.Sc, tertanggal 21 April 2021. Selain itu, ia juga mundur dari dosen pascasarjana di Universitas Indonesia (UI).
Effendi Gazali di Diskusi Perspektif Indonesia. Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan
Effendi menjelaskan ada empat alasan ilmiah yang melatarbelakanginya mengembalikan gelar tersebut. Yang utama karena sedang membongkar korupsi bansos, namun malah diserang fitnah dan hoaks oleh buzzer.
Nama Effendi disebut-sebut ada dalam BAP salah satu tersangka korupsi bansos karena menerima jatah kuota bansos.
Effendi juga mengaku diintimidasi oknum wartawan atas BAP tersebut. Padahal ia menegaskan BAP itu palsu dan telah melaporkan hal ini ke Dewan Pers.
Effendi Gazali di Seminar Nasional. Foto: Fitra Andrianto/ kumparan
Effendi tak ingin apa yang sedang diupayakannya saat ini malah mencoreng gelar dan profesinya, sehingga ia memilih mundur.
ADVERTISEMENT
Berikut empat alasan Effendi mundur dari gelar guru besarnya:
1. Saya sedang membongkar beberapa skema merugikan negara yang begitu besar, saya tidak tahu fitnah/hoaks apa yang masih akan terarah pada saya, mereka memiliki kerja sama media dan buzzer; saya khawatir pembunuhan karakter yang mereka bangun berimbas pada gelar Guru Besar dan institusi tempat mengajar, karenanya detachment merupakan pilihan baik (setidaknya sementara);
2. Jika saya masih Guru Besar, demi Tri-Dharma, saya tetap harus meneriakkan skema tersebut.; padahal saya juga harus mengukur diri dan perlindungan karena kekuatan mereka sampai mampu mengalahkan kebebasan berpendapat (wawancara dengan saya bertopik skema itu di youtube/podcast, yang penontonnya sudah jutaan, berhasil mereka minta diturunkan);
3. Saya merasa gagal mengajar jurnalisme dan komunikasi; saya dikepung puluhan berita/media yang memuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan) palsu atau terperiksanya bohong (sehingga BAP itu harusnya direkualifikasi lalu masuk mesin penghancur kertas); beberapa media yang saya laporkan ke Dewan Pers sudah dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik (terima kasih kepada Dewan Pers, khususnya Bapak Mohammad Nuh sebagai Ketua, dan Bapak Arif Zulkifli Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat & Penegakan Etika Pers serta Pakar Hukum Media Bapak Wina Armada); namun masih banyak media yang mempertahankan angka BAP palsu tersebut.; berapa lama saya harus mengadu dan menjalani sidang satu per satu, pasti akan membuat saya tidak konsentrasi mengajar;
ADVERTISEMENT
4. Dalam tulisan “Pak Jakob Oetama dan Wasiat Huruf I” (Kumparan,10/9/20), Tokoh Pers Nasional (Alm.) Jakob Oetama, sebelum berpulang, ternyata diberi karunia terlindungi dari kegaduhan “I” (Impact/dampak) yang sudah lama dia cemaskan pada dunia pers yang tak cukup hanya 5 W+1H; penulis artikel itu Bapak Ilham Bintang Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat pernah berkontemplasi: “...100 tahun pun belum tentu kita bisa memperbaiki pers Indonesia...”; jadi saya barangkali perlu kontemplasi sejenak dari Impact yang Irreversible (the damage has been done), kemudian mencari cara lain untuk ikut memperbaiki sekecil apa pun yang saya bisa lakukan (SK Lektor Kepala Tidak Tetap di UI pun sudah saya kembalikan hari ini; namun membantu tesis & disertasi secara pribadi tetap akan saya lakukan; walau terkadang kita seakan berpacu meluluskan para Doktor baru namun jarang hening sejenak membandingkan antara apa yang kita ajarkan dengan kenyataan empirik/praktiknya).
ADVERTISEMENT