Ironi Alat Peraga Kampanye yang Masih Laris Manis di Era Digital

18 Januari 2024 18:06 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baliho Pasangan capres cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo - Mahfud MD di Rembang dirusak orang tidak dikenal. Foto: dok Mili.id
zoom-in-whitePerbesar
Baliho Pasangan capres cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo - Mahfud MD di Rembang dirusak orang tidak dikenal. Foto: dok Mili.id
ADVERTISEMENT
Senyum Ilham mengembang saat berbincang dengan kami di kiosnya yang berada di Pasar Jaya, Senen, Jakarta Pusat. Sebagai pengusaha percetakan, ia mengaku ketiban rezeki dari para caleg maupun capres-cawapres di tahun pemilu.
ADVERTISEMENT
Menurut Ilham, ia kini kebanjiran orderan kaus, baliho, kartu nama, hingga spanduk. Praktis, penghasilan tokonya pun mengingkat hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun-tahun biasa.
“Kalau jam-jam kayak gini mungkin meningkat dari biasanya. Semuanya kampanye jadi peningkatan jumlah pesanan bisa sampai 300 persen,” ungkap Ilham saat ditemui kumparan, Senin (9/1).
Suasana percetakan alat peraga kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024). Foto: Priscilla Andrearini/kumparan
Toko Win Jaya milik Ilham memang melayani jasa percetakan termasuk alat peraga kampanye (APK). Toko yang berada di lantai dua Pasar Jaya Senen itu kini dipenuhi atribut para kontestan Pemilu 2024.
Tumpukan kaus-kaus partai bahkan menjulang hingga atap kios yang luasnya 4 x 4 meter tersebut. Saking padatnya, karung berisi kaus partai diletakkan di jalan sekitar toko.
ADVERTISEMENT
Menurut Ilham, bahan baku yang dipakai untuk spanduk adalah flexi dengan berat 280 gram yang diimpor dari China. Satu meternya mulai harga Rp 18 ribu dengan kualitas resolusi rendah. Sedangkan untuk resolusi tinggi dibanderol Rp 28 ribu per meter.
Suasana percetakan alat peraga kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024). Foto: Priscilla Andrearini/kumparan
Berdasarkan penelusuran kumparan, flexi adalah turunan dari material plastik yang sulit diurai.
Pada tahun ini, kata dia, ordernya juga lebih banyak daripada di Pemilu 2019 maupun 2014. Meski begitu, ia enggan merinci detail keuntungannya jika dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya.
“Ibaratnya calegnya makin banyak yang daftar dan posisi toko juga pengaruhnya. Kalau sekarang orang sudah pada tahu jadi pada pesan ke arah sini semua,” jelas Ilham.
Baliho pemilu di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurut Ilham, masa kampanye Pemilu 2024 yang lebih singkat dibandingkan Pemilu 2019 juga berimbas ke alur produksi. Dalam masa kampanye yang terhitung tiga bulan, kata dia, dirinya keteteran mengeksekusi permintaan pelanggan.
ADVERTISEMENT
“Kadang enggak kepegang, semuanya minta langsung jadi. Sekiranya ada minta waktu cepat dan kitanya keteteran,” tambah Ilham.
Berdasarkan catatan kumparan, masa kampanye pada Pemilu 2014 mencapai 15 bulan. Sementara masa kampanye pada Pemilu 2019 mencapai enam bulan tiga minggu. Nah, masa kampanye pada Pemilu 2024 memang cuma mencapai tiga bulan.
Suasana percetakan alat peraga kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024). Foto: Priscilla Andrearini/kumparan
Praktis, banyaknya jumlah pemesanan dalam waktu singkat tidak hanya dirasakan oleh toko Win Jaya. Perusahaan percetakan yang besar seperti PrimaGraphia Printing pun kewalahan menangani pesanan.
“Akhir tahun 2023, di pusat karena overload tim kami sampai tidak libur natal bahkan tahun baru. Lokasi parkir juga kami tutup setengah untuk menaruh hasil banner. Setiap hari kontainer datang. Pesan bahan baku, barang datang, malamnya barang jadi,”ujar Sigit selaku Kepala Marketing Digital PrimaGraphia Printing saat ditemui terpisah.
ADVERTISEMENT
Di luar masa kampanye, Primagraphia Printing dapat mencetak 100 spanduk 3 x 1 meter dalam satu hari. Namun, permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi dalam waktu sehari saat masa kampanye.
“Di sini banyak yang dadakan. Karena mungkin klien dapat dananya mepet, yaudah minggu depan harus jadi ya sekian ribu dan harus sanggup,”ucap Sigit.
Suasana percetakan alat peraga kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024). Foto: Priscilla Andrearini/kumparan
Spanduk dengan ukuran 3 x 4 meter, kata dia, menjadi ukuran favorit para kontestan pemilu. Sigit juga menyebut bahwa spanduk menjadi APK paling murah di tempatnya.
Menurutnya, para caleg atau capres-cawapres bisa memesan ratusan, ribuan sampai ada sejuta meter spanduk dalam sekali pesan. Nah, dalam jumlah pesanan yang besar, kata dia, klien biasanya akan menggunakan sistem bayar cicilan.
ADVERTISEMENT
"Karena kan dana gede ya, biasa pasti kayak gitu sih ada yang misalkan nih dicicil-dicicil. Maksudnya barang jadi sekian bayar, nanti barang jadi lagi, akan bayar sekian, ada yang seperti itu. Ada yang cash di depan," tambah Sigit.
Suasana percetakan alat peraga kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024). Foto: Priscilla Andrearini/kumparan

Ramai Peminat, Ramai Pelanggaran

Alat peraga kampanye masih tetap diminati oleh kontestan Pemilu. Menurut Titi Anggraini, dosen pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), spanduk atau baliho tetap digunakan lantaran masih berpengaruh pada pemilih.
"Keberadaanya bisa bertahan lama di suatu lokasi dan menjadi medium mengenalkan kontestan serta memelihara memori pemilih soal wakil rakyat yang berasal dari suatu daerah pemilihan," jelas Titi kepada kumparan, Rabu (12/1).
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
Dibadingkan dengan promosi dia media sosial, kata Titi, baliho maupun spanduk punya potensi promosi yang stabil dalam durasi waktu cukup lama. Artinya, kata dia, spanduk akan terus terlihat oleh masyarakat dan menyentuh semua kalangan.
ADVERTISEMENT
"Makanya alat peraga tetap digunakan caleg buat berkampanye. Apalagi di sejumlah daerah aturan pemasangan alat peraga sangat lentur, cenderung sangat bebas, tidak tertib, dan bahkan dibiarkan seolah tanpa pengawasan sama sekali," tambah Titi.
Meski begitu, Titi menyebut bahwa baliho politik akan berdampak pada besarnya sampah yang dihasilkan. Bahkan, kata dia, beberapa alat peraga masih terpasang sampai beberapa tahun setelahnya.
"Ini sangat mengganggu keindahan dan ketertiban kota," tegas Titi.
Menurut Titi, persoalan penertiban APK terjadi karena adanya lempar tanggung jawab terkait implementasi kewenangan. Oleh sebab itu, kata dia, perlu ada kebijakan seperti penerapan pajak luar ruang terhadap APK seperti iklan luar ruang lainnya, termasuk pemanfaatan media sosial.
ADVERTISEMENT
"Selain itu bisa dioptimalkan pemasangan videotron yang lebih tertib dan tidak mengganggu pemandangan kota. Juga mengoptimalkan kampanye di media sosial dan turun ke masyarakat secara langsung," ungkapnya.
Ide kampanye di media sosial memang dapat menjadi alternatif di era digital. Berdasarkan data We Are Social 2023 yang dirilis Hootsuite, 167 juta orang Indonesia atau 77 persen populasi sudah terhubung ke media sosial. Rata-rata bermain media sosial mencapai 3 jam 18 menit.

Baliho Tidak Kreatif dan Rawan Ambruk

Berdasarkan polling kumparan yang beredar 17-31 Juli 2023, sebanyak 88,55 persen pembaca kumparan menilai wajah caleg yang bertebaran di baliho jalan tidak kreatif. Polling ini diikuti oleh 2.778 responden.
Sebanyak 2.460 responden di antaranya menilai wajah caleg yang bertebaran di baliho tidak kreatif. Sementara sisanya, yaitu 11,45 persen atau 318 orang mempersilakan saja jika caleg ingin menampilkan wajahnya di baliho.
ADVERTISEMENT
Selain soal estetika, baliho yang terpampang di jalan-jalan juga rawan ambruk. Di Kebumen, misalnya, baliho caleg NasDem menewaskan siswi SMK berinisial SA (18) usai motornya mengalami kecelakaan karena tertimpa baliho pada Rabu, 10 Januari 2024.
Baliho pemilu di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan, Rabu (6/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Baiho itu jatuh dan menimpa sepeda motor korban. Korban kemudian jatuh dan helm yang dipakainya terlepas. Kepalanya membentur beton jalan yang menimbulkan luka parah di bagian kepala. Peristiwa ini diduga terjadi karena pemasangan baliho tidak sesuai prosedur.
Sementara itu, berdasarkan catatan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, sudah ada enam kasus insiden APK yang melukai masyarakat umum di Ibu Kota. Yang di Joglo. misalnya, kata dia, kakinya patah dan bibirnya pecah. Sementara di tambora kakinya luka.
ADVERTISEMENT
"Ada 4 kasus di Jakarta Barat, di Jakarta Pusat 1 kasus , dan Jakarta Timur 1 kasus," ujar anggota Bawaslu DKI Jakarta Quin Pegagan saat ditemui kumparan, Rabu (17/1).
Anggota Bawaslu DKI Jakarta Quin Pegagan. Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Menurut Quin, jika sebuah baliho ambruk, pihaknya akan segera menghubungi pemilik baliho tesebut.
"Kemudian ditelusuri lebih lanjut bagaimana pemasangannya dan kenapa dipasang di situ. Dilakukan mediasi antara pihak korban dan kebetulan untuk kejadian di beberapa tempat tadi, peserta dari kampanye ini mereka mau bertanggung jawab," pungkasnya.