Iskandar Mandji: Erwin Aksa Hanya Berpengaruh di Kalangan Muda & HIPMI

25 Maret 2019 13:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erwin Aksa, keponakan Jusuf Kalla, mendukung Prabowo-Sandi Foto: Herun Ricky/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Erwin Aksa, keponakan Jusuf Kalla, mendukung Prabowo-Sandi Foto: Herun Ricky/kumparan
Wakil Presiden Jusuf Kalla mafhum ketika ada anggota keluarga besarnya tak sejalan soal pilihan politik. Sebagai keluarga pengusaha, klan Kalla dibangun dengan suasana demokrasi. JK—sapaan Jusuf Kalla—hanya terkekeh ketika Erwin Aksa, keponakannya, berada di kubu seberang dari capres yang didukungnya.
Erwin belum lama ini mengumumkan dukungannya ke Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sedangkan JK telah memberikan dukungan kepada Joko Widodo-Ma’ruf Amin dengan menggerakkan kembali tim relawan Jenggala Center.
Ketua Tim Nasional Jenggala Center, Iskandar Mandji, menyatakan sudah lama tahu soal keberpihakan politik Erwin yang berbeda.
“Sekitar tiga sampai empat bulan yang lalu, dia membicarakan ini. Kami diskusi panjang,” kata Iskandar kepada kumparan di Kantor Jenggala Center, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/3).
Iskandar maklum, Erwin dan Sandiaga merupakan sahabat sesama pengusaha. Hubungan keduanya terjalin akrab sejak sama-sama di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Erwin merupakan suksesor Sandiaga pada kepemimpinan HIPMI 2008.
Erwin Aksa dalam Silahturahmi Aliansi Pengusaha Nasional yang dihadiri Prabowo-Sandi di Djakarta Theater. Foto: Helmi Afandi/kumparan
“Bagi kami (orang Bugis), pertemanan di atas segala-galanya,” kata Iskandar.
Maka berakhirlah kesamaan pandangan politik antara Erwin dan JK. Padahal, pada Pilkada DKI Jakarta 2017, JK dan Erwin sama-sama mendukung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang saat itu berdiri melawan Basuki Tjahaja Purnama—rekan Jokowi kala memimpin Jakarta.
Walau begitu, Iskandar yakin sikap Erwin takkan menyurutkan dukungan JK pada Jokowi. Berikut perbincangan Iskandar Mandji dengan kumparan di Kantor Jenggala Center, Kebayoran Baru, Rabu (20/3).
Ketua Tim Nasional Jenggala Center, Iskandar Mandji. Foto: Jodi Hermawan/kumparan
Apa tanggapan Anda soal pilihan politik Erwin Aksa yang berbeda dengan JK?
Tidak ada masalah. Apalagi keluarganya JK demokratis, tidak mempersoalkan perbedaan. Mungkin saja karena Erwin punya pertimbangan lebih berat ke pertemanan (dengan Sandiaga), dia berada di pihak sana. Mungkin ia berpikir, toh (yang maju) sudah bukan omnya. Lagi pula bapaknya Erwin, Aksa Mahmud, ada di pihak kami.
Erwin pernah membicarakan sikap politiknya itu kepada Anda atau Jusuf Kalla?
Pernah, sekitar tiga atau empat bulan yang lalu. Kami diskusi panjang.
Apa penjelasan Erwin soal dukungannya kepada Prabowo-Sandi?
Tidak ada alasan politik, semata-mata pertemanan. Dia merasa berutang budi pada Sandiaga, karena dia yang menggantikan Sandi menjadi Ketua HIPMI.
Itulah, karakternya orang Sulawesi Selatan yang Anda perlu tahu. Ketika dia berutang budi, dia akan bayar dengan cara apa pun.
Kita harus wise melihat perubahan sikap yang ada. Dalam kehidupan sekarang, hal seperti itu bukan lagi hal yang tabu.
Apa tanggapan Aksa Mahmud soal pilihan politik Erwin?
Dia enggak bisa menegur anaknya. Keluarga itu demokratis. Yang pasti Erwin itu membawa dirinya sendiri, tidak membawa yang lain. Dia (Aksa Mahmud) bilang, “Ya sudah, kalau itu dia punya pilihan.”
Kami diajarkan kesetiaan dalam berkawan. Nah, kalau dia (Erwin) anggap itu prinsip kesetiaan dalam berkawan, kita enggak bisa larang.
Memang, waktu Pilkada DKI, JK menjatuhkan pilihan ke Anies Baswedan. Waktu itu Aksa Mahmud dan Erwin juga berperan di situ. Erwin dianggap “the man behind the gang”. Itu juga karena dorongan persahabatan antara dia dengan Sandi.
Erwin Aksa. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Seberapa besar pengaruh Erwin Aksa di Makassar dan Sulawesi Selatan secara keseluruhan?
Tidak ada. Kan orang melihat bapaknya, bukan Erwinnya. Dan yang pegang perusahaannya sekarang kan bukan Erwin Aksa, tapi kakaknya, Sadikin Aksa. Jadi Erwin saja tidak berpengaruh secara signifikan. Mungkin dia hanya berpengaruh di kalangan muda dan HIPMI saja. Tapi kalau di Sulawesi Selatan tidak terlalu berpengaruh.
Karakter pemilih di Sulawesi Selatan masih memandang kepada tokoh karismatik tradisional. Artinya, sistem adat itu masih kental. Mereka masih menghormati tokoh. Kalau tokohnya ke sini, mereka ikut ke sini. Kalau tokohnya ke sana, mereka ke sana. Tentu tidak semua seperti itu, tapi sebagian besar seperti itu.
Jokowi bersama Jusuf Kalla usai menghadiri Rapat Konsolidasi Nasional Jenggala Center di Jakarta. Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Kalau soal keseriusan Jusuf Kalla mendukung Jokowi seperti apa?
Dukungan JK jelas. Buat apa saya kerja di sini (Jenggala Center) siang-malam banting tulang dan semua biaya yang sudah keluar, kalau JK tidak mendukung Jokowi.
Kami ini tidak ada meminta sumbangan ke pengusaha atau ke tempat lain. Benar-benar hanya JK yang backup kami di sini. You tahulah sendiri, berapa besar biayanya tim sukses. Masa masih mau main-main?
Yang kedua, baliho dan spanduk bergambar JK mendukung Jokowi-Ma’ruf dipasang di mana-mana. Kalau JK tidak jelas sikapnya, enggak mau dong JK keliling daerah.
Sikap JK sudah jelas. Apalagi yang tidak dikorbankan JK? Kalau dipikir, lebih baik istirahat saja. Lagi pula, enggak jadi apa-apa kok.
Iskandar Mandji bersama Tim Jenggala Center. Foto: Jodi Hermawan/kumparan
Waktu pertengahan Desember tahun lalu, saya dipanggil beliau untuk menggerakkan Jenggala Center. Saya berdiskusi dengan beliau, “Kenapa harus ikut? Kan Bapak sudah tidak jadi calon lagi? Kenapa mau susah-susah? Kita kan istirahat saja. Selesaikan tugas dengan baik.”
JK bilang, “Jangan. Ini masa depan negara. Masa depan anak muda. Masa depan bangsa. NKRI ini harus bersatu.”
Jadi apalagi yang diragukan dari seorang JK kalau sudah begitu? Kalau JK mau membalikkan dukungan, selesai ini barang. Kawasan timur kita kuasai kok. Sekitar 15 persen suara ada di situ.
Dulu kan JK dan Erwin pernah kompak mendukung Anies-Sandi saat Pilgub DKI Jakarta. Itu bisa satu suara?
Itu keputusan kami bersama. Mengapa kami ambil keputusan itu? Karena ketika itu sudah sampai ke situasi yang membahayakan. Kalau misalnya Ahok tetap dipaksa, jadi menang, akan menimbulkan persoalan yang tidak pernah berhenti. Bisa-bisa Pemda DKI itu tidak bekerja. Pasti tiap hari didemo. Nah, itu tidak bisa bekerja.
Dan tidak pernah satu kali pun Jokowi mengatakan supaya kami semua dukung Ahok. Kalau dia minta, mungkin lain juga ceritanya. Jadi JK tidak bisa disalahkan.
Seandainya Jokowi ngomong tapi JK tidak kerjakan, itu salah. Ini enggak pernah ada perintah. Banyak orang tidak tahu cerita ini.
Ragam potret di Jenggala Center, kelompok relawan Jokowi di bawah JK. Foto: Jodi Hermawan/kumparan
Apa kontribusi Jenggala Center untuk membantu Jokowi saat ini?
Kami pasang spanduk di mana-mana, terutama kawasan timur Indonesia. Kami bikin spanduk gambar JK dengan tulisan, “Saya pilih Jokowi & Ma'ruf”. Itu pengaruhnya besar.
Di awal survei, terutama di daerah Indonesia bagian timur seperti Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Kendari, dan Sulawesi Tengah, Jokowi-Ma’ruf Amin kalah. Namun setelah ada spanduk itu, sedikit merangkak naik.
Jadi, pengaruh JK itu ada di situ. Terutama di Sulawesi Selatan, ia mampu mempengaruhi pilihan orang. Memang kami masih tetap harus kerja keras, karena pemilihan tinggal satu bulan lagi. Fluktuasi pilihan itu masih bisa berubah-berubah.
Makanya Jenggala Center itu hadir di hampir seluruh Indonesia, termasuk Jawa Barat, Banten, itu kita masuk di situ.
Jadi, peta politiknya ini sebenarnya sama dengan tahun 2014. Pada 2014 itu, Jokowi-JK memang berat di Sumatera. Namun di Timur aman karena figur JK. Jawa aman kecuali Jawa Barat.
Relawan Jokowi-Ma'ruf di Makassar menonton bersama Debat Pertama Capres & Cawapres 2019. Foto: ANTARA/Abriawan Abhe
Apakah Tim Jenggala berani menjamin dukungan JK mampu mengamankan suara Jokowi-Ma’ruf di Sulawesi Selatan?
Insyaallah aman kalau JK sudah bergerak. Memang orang punya keraguan jika JK tidak ada lagi dalam pemerintahan, maka orang sana (Sulsel) tidak memilih (Jokowi).
Tapi kan orang sana juga punya analisis sendiri. Tidak boleh juga kita lepaskan Jokowi. Sebagian besar keberhasilan Jokowi sekarang ini ada “sahamnya” JK di situ kan. Jadi ini harus kita pelihara.
Dua Kaki Kader Golkar. Revisi pada bagian Pilpres 2019: Erwin dipecat Golkar dari kepengurusan. Infografik: kumparan
Sebagai sesama kader Golkar, apakah Anda memandang pilihan politik Erwin Aksa bakal memengaruhi arah dukungan partai?
Itu adalah hak politik orang. Siapa yang bisa jamin semua kader Golkar ini pilih Jokowi? Enggak ada. Atau bisa ada yang jamin semua orang Partai Gerindra pilih Prabowo? Enggak ada juga, kan? Kalau kita lihat survei, itu kan bervariasi. Tidak 100 persen dalam politik. Itu biasa saja.
Toh, Erwin Aksa sudah menyatakan nonaktif dari Partai Golkar sebagai bentuk tanggung jawab. Dan diizinkan oleh Golkar untuk nonaktif. Tidak ada persoalan bagi Partai Golkar. Kecuali dia pengaruhi kader Golkar yang lain untuk pindah, itu salah. Sekarang dia hanya membawa dirinya sendiri.