Jejak Jagawana RER Jaga Hutan: Cegah Illegal Fishing hingga Selamatkan Harimau

29 Agustus 2024 11:59 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para jagawana Restorasi Ekosistem Riau (RER) menaiki ketinting saat berpatroli di Sungai Serkap, Jumat (31/05/2024). Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Para jagawana Restorasi Ekosistem Riau (RER) menaiki ketinting saat berpatroli di Sungai Serkap, Jumat (31/05/2024). Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
ADVERTISEMENT
Gemuruh ketinting, perahu kecil berbahan metal, terdengar dari jauh. Ketinting bertenaga mesin itu membelah Sungai Serkap, sungai yang masuk kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Semenanjung Kampar, Riau. Di atasnya terdapat tiga jagawana alias ranger yang berpatroli sejauh puluhan kilometer demi menjaga keamanan wilayah konservasi alam.
ADVERTISEMENT
Adalah Abdul Rahmad Soleh, salah satu jagawana yang sudah bergabung di RER sejak 2018 hingga sekarang. Bersama dengan jagawana lain, patroli di air merupakan salah satu tugas rutin yang dijalankannya. Ya, harus ada yang berjaga 24 jam agar wilayah RER tetap aman.
Abdul dan jagawana lainnya mengendarai ketinting di Sungai Serkap KM 0, dekat hutan tanaman industri (HTI) milik APRIL. Sambil mengenakan pelampung dan membawa parang–untuk membabat tanaman liar yang menghalangi jalan–mereka melewati sungai, membelah hutan RER yang rimbun.
Sungai Serkap, memiliki panjang 60 kilometer, melintasi hutan gambut yang subur. Airnya segar dan berwarna hitam, khas perairan gambut, karena mengandung kadar Tannin yang tinggi dari gambut.
Sepanjang sungai, terdapat pemandangan pohon-pohon dengan tutupan tajuk rapat yang menjadi tempat bermain satwa-satwa liar. Sementara sisi sungai dipenuhi dengan ruas-ruas pandan menjulang dari bawah air, membuat suasana sangat sejuk.
ADVERTISEMENT
Pemandangan inilah yang dilihat Abdul selama patroli air.

Jadi Garda Terdepan, ‘Berjumpa’ Binatang Buas

Pos jagawana di KM 10 menjadi check point bila masyarakat melintasi sungai. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Menjadi jagawana bukan tugas yang mudah. Saat patroli air, mereka mendata nelayan dan barang bawaannya yang melintasi kawasan RER. Abdul juga harus siap mencegah aktivitas ilegal, seperti penebangan liar.
“Sehari-hari, kami patroli ke atas, memeriksa area, apa ada illegal logging, titik api, illegal fishing. Dan (memeriksa) macam orang-orang yang berpotensi berbuat ilegal, misal ada masyarakat sini mengganggu kedamaian,” jelas Abdul kepada kumparan, 31 Mei 2024.
“Kalau ada, akan kita menegur, lalu alat-alatnya kita amankan. Maksudnya, kalau (bawa alat) setrum kita ambil alatnya, kita sita, baru kita sosialisasi tidak boleh (melakukan) lagi,” imbuhnya.
Pun demikian bila menemukan kasus illegal logging atau kebakaran, Abdul akan langsung melapor ke pihak yang berwenang dan mengamankan TKP. Namun, sejauh ini dia merasa kawasan RER sangat aman.
ADVERTISEMENT
Selain patroli air, tugas lain sebagai jagawana RER adalah berjaga di sejumlah pos di sepanjang sungai. Biasanya, petugas yang berjaga terdiri dari 5 orang. Butuh sekitar 2-3 orang untuk berjaga di pos, sementara sisanya melakukan patroli. Jumlahnya disesuaikan dengan situasi di lapangan.
Jagawana menyiapkan ketinting sebelum berpatroli di sepanjang sungai. Mereka membawa BBM hingga parang untuk menyibak tanaman liar. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
“Karena jika di pos, lebih banyak jagawana dibutuhkan untuk memeriksa, mengamankan kalau ada yang melintas. Jadinya untuk menghentikan mereka yang melintas. Yang berjaga di pos biasanya dua, yang berpatroli dua–satu operator, satu jawagana,” kata Abdul.
Hanya nelayan yang terdaftar di kelompok Serkap Jaya Lestari yang memiliki izin melintas. Nelayan di luar kelompok tersebut harus mendapat izin perusahaan untuk bisa melintas.
“Mereka harus minta izin dulu, kalau tidak dari dari perusahaan, ya ketua nelayan. Tidak boleh sembarang orang masuk, untuk mengantisipasi hal-hal buruk, seperti menyetrum atau meracuni sungai.
ADVERTISEMENT
Ketua nelayan yang disebut Abdul adalah Bachtiar, yang sudah puluhan tahun mencari ikan di Sungai Serkap.
Para nelayan biasanya tak melintas di atas pukul 17.30. Demi alasan keamanan, jagawana pun tetap berjaga sepanjang malam. Selain gelap, hewan liar di dalam hutan juga banyak yang aktif di malam hari. Sejumlah nelayan yang baru kembali dari mencari ikan, biasanya bermalam di pondok-pondok kecil di atas sungai, jika memungkinan, mereka langsung pulang ke rumah.
Abdul dan para jagawana sering bersilaturahmi dengan nelayan; kadang singgah ke pondok mereka.Kegiatan ini menjadi sarana diskusi dan berbagi info, maupun mendengar keluh kesah dari para nelayan.
Tak hanya berpatroli di sungai, Abdul dan rekan-rekan jagawana bertanggung jawab atas keamanan hutan gambut. Pada periode tertentu, para jagawana masuk ke hutan dengan berjalan kaki sekitar 9 kilometer membawa ransel berisi kebutuhan harian. Abdul berbagi kisah menegangkan saat melaksanakan patroli: satu malam dikelilingi harimau.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu kejadiannya 2019, mengantar kawan (untuk menyelamatkan harimau yang terjerat). Tapi bukan di area RER, namun berbatasan dengan area kita,” kenangnya.
“Jadi, (harimau) sudah diamankan sama pihak BKSDA, kami membantu berjaga di malam hari. Namun, kami harus bersembunyi, karena pada suatu malam saya dikelilingi harimau. Mereka mendatangi kamp kami, mengelilingi seperti berpatroli. Satu malam, mulai jam 9 hingga 5 subuh,” tambah Abdul.
Malam itu, Abdul dan rekannya hanya bisa pasrah menunggu harimau pergi. Terdengar dari aumannya, kata Abdul, kala itu ada dua ekor harimau dewasa. Sementara yang terjerat diperkirakan lebih kecil.
“Kami bersama tiga orang anak Mapala, dan mereka ketakutan luar biasa,” kata dia kepada kumparan.
Karena hal itu, tim sepakat tidak pergi keluar tenda sendirian dan tidak berpergian terlalu jauh demi keamanan bersama.
ADVERTISEMENT
Cerita serupa juga dialami Hardiyanto, jagawana RER yang sudah bekerja sejak 2016. Dirinya pernah melihat harimau menyeberang, dimana dirinya dan harimau hanya berjarak 50 meter. Ia pun sering melihat buaya di pinggiran Sungai Serkap.
“Saat di kampung, kami pergi ke warung menggunakan motor, dan kondisinya saat itu sudah malam. Kami bertemu harimau dengan jarak kurang lebih 50 meter. Kami panik, lalu langsung melarikan diri,” kenang Hardi.
Pada kesempatan lain, Abdul dan timnya pernah menemukan jejak harimau dan beruang. Temuan tersebut penting untuk diukur dan didokumentasikan. Pengukuran bisa menggunakan meteran, pena, atau diukur dengan telapak tangan jika memang tidak ada alat lainnya.
“Kami sampaikan pada mereka, jangan takut. Kita disini untuk berbuat baik, dan alam pun pasti mengetahuinya. Jangan ada yang sesumbar atau berkata hal yang tidak baik,” pesan Abdul soal interaksi dengan hewan buas.
Jagawana menarik ponsel yang menjadi sumber sinyal internet di pos. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Jagawana di RER punya jadwal 20 hari kerja dan 10 hari libur. Dari 20 hari kerja, mereka akan mendapatkan shift pagi dan siang. Menghabiskan waktu hampir satu bulan di lapangan membuat sebagian jagawana harus jauh dari keluarga. Mereka juga harus siap dengan konsekuensi akibat susahnya sinyal selama di hutan.
ADVERTISEMENT
Untuk mengusir kebosanan, biasanya mereka ngobrol. Tapi itu saja kadang tidak cukup.
“Kalau dulu kami mencari jaringan, sinyal, kami memanjat pohon. Kami manjat, lalu berkomunikasi menggunakan telepon di atas, ” kata Abdul.
Sekarang para jagawana punya trik unik, yakni menggantung HP ke atas pohon menggunakan tali. HP ini berfungsi sebagai hotspot bagi HP lain di pos. Abdul menjelaskan caranya: HP dimasukkan dalam kantong plastik dan pouch bertali. Talinya diikatkan ke tali panjang berkatrol yang menghubungkan puncak pohon dengan pos jagawana. Dan jadilah ‘wifi’ portable.
Ponsel sebagai hotspot dibungkus plastik lalu dimasukkan kantong untuk ditarik dengan tali ke atas pohon. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Bekerja sebagai jagawana bagi Abdul dan Hardi menjadi kebangaan tersendiri. Selain memiliki ketangguhan hidup di alam bebas, mereka bangga dapat berkontribusi menjaga hutan beserta isinya. Mereka pun mengajak anak muda untuk tak gengsi bekerja di hutan untuk melindungi flora dan fauna.
ADVERTISEMENT
“Jangan malu (jadi jagawana) untuk melestarikan alam, untuk merawat hutan, jangan takut berargumen dengan orang-orang yang merusak hutan. Kita membutuhkan hutan juga, karena suatu saat kalau hutan tidak ada efek negatifnya pasti akan terasa,” pungkas Abdul.