Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kemunculan Keraton Agung Sejagat di Purworejo membuat heboh. Aksi tipu-tipu itu dirancang di Klaten, daerah yang semula direncanakan menjadi markas besar Keraton.
Sumarmi, warga Dusun Pogung di Kabupaten Purworejo, kaget menyaksikan keramaian pagi itu. Jumat, 10 November 2019, ratusan orang berbaris di sepanjang jalan depan rumahnya. Berseragam ala kerajaan, mereka berduyun-duyun menuju bangunan di lahan seluas dua hektare yang hanya berselang dua rumah dari tempat tinggal Sumarmi.
Sejak dua hari sebelumnya, sekelompok orang memang sudah mondar-mandir di sekitar lokasi. Tapi peristiwa hari itu di luar perkiraan Sumarmi. “Orangnya sampai 400-an. (Desa) langsung heboh,” katanya kepada kumparan.
Penggagas kegiatan menyebut mereka akan menggelar Kirab Keraton Agung Sejagat . Kelompok itu dipimpin Toto Santoso (42) sebagai raja dan Fanni Aminadia (41) sebagai ratu.
Warga Dusun Pogung merasa tak mengenal Keraton Agung Sejagat, sehingga kasak-kusuk warga segera menyebar. Semula warga mengira kegiatan itu hanya aktivitas kebudayaan biasa.
Namun kemudian, sebuah kejadian membuat warga resah. Dalam kirab yang digelar dua hari pada Sabtu-Minggu itu, 11-12 Januari 2020, warga mendengar Toto berkata, “Siapa pun yang menolak tunduk pada kerajaan akan dianggap pembangkang. ”
Melihat gelagat buruk, warga berkumpul dan sepakat menolak aktivitas kerajaan. Mereka mengirim surat penolakan ke Polres Purworejo.
Sumarmi menuturkan, warga mulai curiga sejak tahun lalu. Dini hari di pertengahan Agustus 2019, ia terbangun karena mendengar suara berisik alat berat yang membawa batu berukuran besar ke lokasi Keraton.
Sejak saat itu, pada hari tertentu, beberapa orang datang silih berganti untuk menggelar ritual di depan batu. Bagi pengikut Keraton, batu itu merupakan prasasti. Setiap kali ada aktivitas di Keraton, aroma dupa yang menyengat tercium dari sana.
“Semuanya menghadap ke selatan. Kami jadi bingung kok batu disesajikan seperti itu. Ini sudah enggak beres, bukan soal kebudayaan,” kata Sumarmi.
Aktivitas Keraton Agung Sejagat membuat gempar hingga ke ibu kota setelah rekaman video acara mereka viral di media sosial, Senin (13/1).
Agus Bastian, Bupati Purworejo, mendapat kabar itu ketika tengah berada di Jakarta. Ia langsung memerintahkan Asisten III Setda Purworejo, Pram Prasetyo Achmad, menggelar Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, untuk menindaklanjuti.
Hari itu juga, Pras mengumpulkan semua unsur daerah. Dalam pertemuan tersebut, Polres Purworejo menyarankan kegiatan Keraton dihentikan.
Keesokan harinya, Selasa (14/1), perkara Keraton itu juga dibahas dalam rapat jajaran Polda Jawa Tengah. Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel langsung menurunkan tim ke Purworejo.
Direskrimum Polda Jateng, Kombes Budi Haryanto, mengatakan target awal kepolisian adalah mengumpulkan dan mengklarifikasi informasi yang beredar. Namun ternyata situasi di lapangan berkembang dengan cepat.
Dalam perjalanan menuju Purworejo, Kombes Budi mendapat kabar bahwa masyarakat mulai resah. Hasil pemeriksaan Polres terhadap warga di sekitar Keraton juga mengindikasikan terdapat dugaan penipuan berkedok kerajaan palsu.
Budi lantas memutuskan untuk menangkap Toto dan Fanni. Selasa sore, ketika keduanya dalam perjalanan menuju kantor sebuah media di Wates, Yogyakarta, tim Polda Jawa Tengah bergerak pula ke sana. Mereka mencegat rombongan Toto dan Fanni di tengah jalan.
Toto awalnya menolak ditangkap. Dia baru diam setelah polisi menunjukkan surat perintah penangkapan. “Pada jam 4 sore hari Selasa itu, yang bersangkutan saya tangkap,” ujar Budi.
Toto dan Fanni kemudian dibawa ke Polres Purworejo untuk menjalani pemeriksaan. Rabu dini hari (15/1), keduanya ditetapkan polisi sebagai tersangka.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Toto mengumpulkan uang dari orang yang ingin menjadi pengikutnya. Para korban dimintai duit dalam jumlah bervariasi antara Rp 2,5 juta hingga Rp 30 juta.
“Mereka diiming-imingi jabatan,” kata Pram Prasetyo, Asisten III Setda Purworejo.
Menurutnya, anggota Keraton Agung Sejagat mencapai ratusan orang. Mereka berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang profesi. Saat ini Pemerintah Kabupaten Purworejo tengah memetakan warganya yang menjadi korban penipuan keraton tersebut.
Kepada para pengikutnya, Toto mengaku mendapat wangsit untuk mendirikan Keraton Agung Sejagat. Agar lebih meyakinkan, Toto menggunakan prasasti palsu untuk menegaskan keabsahan keratonnya.
Dari penyelidikan polisi, Toto merencanakan pendirian Keraton Agung Sejagat sejak 2018. Semula, markas keraton akan bertempat di Klaten, Jawa Tengah.
Di Klaten, menurut Budi, Toto dan Fanny merancang struktur kerajaan. Namun, Keraton tak mendapat sambutan warga Klaten. Alhasil, jumlah pengikutnya tak kunjung bertambah.
Toto pun memindahkan aktivitas Keraton. “Dia ke Yogya. Di Yogya ini (pengikut Keraton) berkembang biak,” kata Budi.
Pada 2019, Toto mendapat tawaran dari Chikmawan, salah satu warga Pogung Juru Tengah, Purworejo, untuk menggunakan lahan seluas 2 hektare miliknya di desa itu.
Di lokasi itu, Toto kemudian membangun Keraton. Belakangan, Toto mengangkat Chikmawan sebagai resi kerajaan. Ia kerap memperkenalkan diri sebagai penasihat keraton dengan gelar Resi Djoyodiningrat
Kini, Toto dijerat pasal tindak pidana penipuan dan penyebaran berita bohong yang dapat membuat keonaran di masyarakat. Ia terancam hukuman maksimal 10 dan atau 4 tahun penjara.
Meski beraksi di Jogja dan dan Jawa Tengah, Toto Santoso berdasarkan data kependudukan berdomisili di Pademangan, Jakarta Utara.
Ia sempat tinggal di kontrakan 2 x 3 meter di pinggir rel sejak 2010. “Pas 2015, kontrakannya kebakaran, rata sama tanah,” kata Lurah Pademangan, Rusmin.
Pada 2015 itu pula, Toto terlibat memprakarsai Jogja Development Committee, organisasi berkedok kegiatan kemanusiaan yang diduga bermasalah.
Sama dengan Keraton Agung Sejagat, Jogja Development Committee menawarkan iming-iming gaji dalam mata uang asing kepada para pengikutnya. Namun kemudian, Toto keluar dari organisasi itu karena pecah kongsi terkait masalah pembagian hasil iuran anggota.
Toto selanjutnya juga pernah bersinggungan dengan Sunda Empire dan World Empire. Dua kelompok itu diduga serupa dengan Keraton Agung Sejagat.
Ratu Keraton Sejagat, Dyah Gitarja alias Fanni Aminadia, diduga polisi mengetahui bahwa Keraton Agung Sejagat merupakan aksi tipu-tipu Toto.
“Mereka ini satu rumah. Di dalam rumah itu ditemukan percetakan. (Mencetak) simbol-simbol yang dipakai untuk mengelabui masyarakat,” kata Budi.
Pada pendalaman pemeriksaan terkuak pula bahwa Fanni merupakan perancang struktur Keraton Agung Sejagat yang terdiri dari semacam kementerian dengan jabatan 13 resi.
Fanni pada 2004 menjadi salah satu pendiri Ormas Laskar Merah Putih (LMP). Ia diduga menggunakan bendera ormas itu untuk mendekati warga.
Hal tersebut dibenarkan sejumlah pengikut Keraton Agung Sejagat yang mengatakan bahwa awalnya kegiatan mereka merupakan bagian dari ormas LMP.
Sebuah media lokal pernah menulis aktivitas Toto dan Fanni pada 2018 menggunakan bendera LMP. Keduanya saat itu memberikan penyuluhan pertanian di daerah Prambanan. Toto diperkenalkan sebagai instruktur Koperasi Jasa Indo Kor Rakyat, sedangkan Fanni sebagai Srikandi LMP.
Wakil Ketua Umum Bidang OKK Markas Besar Laskar Merah Putih, Haris Chandra Bamaisyarah, membantah organisasinya terlibat Keraton Agung Sejagat.
“Tidak ada kaitanya dengan Laskar Merah Putih. Hal tersebut adalah ranah personal yang bersangkutan,” katanya.
Yang Haris tahu, Fanni sudah setahun belakangan menetap di Sleman, Yogya. Soal hubungan Fanni dengan Toto, ia tak tahu.
Polda Jawa Tengah kini masih mengusut semua pihak yang terlibat Keraton Agung Sejagat . Budi Haryanto menegaskan akan menelusuri aliran uang hasil penipuan yang diterima pelaku dengan menggaet bank dalam proses penyelidikan.