JK: Din Syamsuddin Sangat Tidak Mungkin Radikal

15 Februari 2021 17:06 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan keterangan pers di RSPAD, Jakarta, Kamis (10/10/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan keterangan pers di RSPAD, Jakarta, Kamis (10/10/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Jusuf Kalla ikut mengomentari tuduhan radikalisme yang ditujukan kepada Din Syamsuddin. Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 itu menyebut Din bukanlah tokoh radikal.
ADVERTISEMENT
Menurut JK, Din adalah sosok yang sangat toleran dan merupakan pelopor dialog antar agama di kancah internasional. Sehingga ia heran ada pihak yang menuduh Din sebagai tokoh radikal, padahal Din adalah sosok yang selalu keliling banyak negara untuk membicarakan perdamaian antar umat beragama.
“Pak Din sangat tidak mungkin radikal, dia adalah pelopor dialog antar agama dan itu tingkatannya internasional. Saya sering bilang ke dia 'Pak Din, Anda ini lebih hebat daripada Menlu, selalu keliling dunia hanya berdiskusi dalam hal perdamaian dan inter religius'. Jadi orang begitu tidak radikal, sama sekali tidak radikal," kata JK dalam keterangannya, Senin (15/2).
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin. Foto: Dok. Din Syamsuddin
Sebagaimana diketahui, Din dilaporkan juga ke KASN karena berstatus sebagai ASN. GAR ITB menilai, Din sebagai ASN seharusnya menunjukkan netralitas.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, JK mengatakan status ASN Din bukan yang berada di struktur pemerintahan, melainkan fungsional. Sehingga ketika Din yang merupakan akademisi memberikan pandangannya yang beda dengan pemerintah maka tidak melanggar ketentuan netralitas ASN.
"Ini bukan soal etik mengkritik sebagai ASN, tapi dia mempergunakan suatu keilmuannya untuk membicarakan sesuatu," lanjutnya.
JK pun berharap agar tidak ada lagi perundungan terhadap akademisi berstatus ASN seperti Din yang memberikan pandangan kritisnya ke pemerintah. Sebab, pandangan alternatif dari akademisi ini akan selalu dibutuhkan pemerintah, jika pemerintah tidak ingin negara menjadi otoriter.
“Bayangkan kalau tidak ada akademisi ini membukakan jalan alternatif maka negeri akan jadi otoriter. Jadi kalau ada yang mau mempersoalkan posisi Pak Din sebagai ASN dan pandangannya kepada pemerintah, berarti dia tidak ngerti tentang Undang-undang dan bahwa anggota GAR itu alumni ITB, tapi ITB secara institusi juga sudah mengatakan bahwa mereka bukan organisasi resmi dari ITB," pungkasnya.
ADVERTISEMENT