Joe Biden Patah Hati dan Marah Tujuh Pekerja Kemanusiaan Tewas di Tangan Israel

3 April 2024 11:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato State of the Union di House Chamber of US Capitol di Washington, DC, pada 7 Februari 2023. Foto: Saul Loeb/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato State of the Union di House Chamber of US Capitol di Washington, DC, pada 7 Februari 2023. Foto: Saul Loeb/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengeluarkan pernyataan terkait serangan udara Israel yang menewaskan tujuh pekerja bantuan kemanusiaan World Central Kitchen (WCK) di Gaza, Rabu (3/4). Korban merupakan warga negara Australia, Inggris, Polandia, AS-Kanada, dan Palestina.
ADVERTISEMENT
Israel mengatakan pihaknya secara keliru membunuh para pekerja bantuan dan berjanji akan melakukan penyelidikan penuh.
Biden menyampaikan kekesalannya lewat unggahan penyataan resmi di akun X.
"Saya marah dan patah hati atas kematian tujuh pekerja kemanusiaan dari World Central Kitchen, termasuk seorang warga Amerika, di Gaza kemarin. Kejadian seperti kemarin tidak boleh terjadi," tulisnya.
Dari pernyataan itu, Biden tak terlihat memberi kecaman langsung kepada Israel. Ia hanya menilai Israel belum berbuat cukup untuk melindungi warga sipil dan pekerja bantuan yang beroperasi di Gaza.
Hampir 33.000 warga Palestina tewas dalam perang Israel di Gaza sejak Oktober dan hampir 75.500 orang terluka.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan bahwa pembunuhan tujuh staf WCK oleh Israel membuat jumlah pekerja bantuan yang terbunuh di Gaza sejak Oktober menjadi 196–lebih dari 175 di antaranya adalah anggota PBB.
ADVERTISEMENT
Ia juga menganggap jumlah korban tewas sudah tidak masuk akal.
Meski demikian, AS tetap menjadi pendukung setia Israel dalam perangnya di Gaza. Mereka juga baru menyetujui pengiriman tambahan senjata ke Israel sebesar USD 2,5 miliar atau senilai Rp 397 triliun.