Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kejagung Jerat Tom Lembong Tersangka Importasi Gula, Seperti Apa Kasusnya?
29 Oktober 2024 21:27 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Perbuatannya itu diduga merugikan negara hingga kurang lebih Rp 400 miliar.
ADVERTISEMENT
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan peran Tom Lembong dalam kasus tersebut.
"Bahwa TTL ini tadi yang pertama adalah telah memberikan penugasan kepada perusahaan untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih, dalam rangka stabilisasi harga gula di masyarakat," ujar Qohar dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (29/10).
Ia menyebut, tidak semua jenis gula diperbolehkan untuk diimpor. Gula yang boleh diimpor adalah gula kristal putih. Impornya pun seharusnya dilakukan oleh BUMN, bukan pihak swasta.
"Itupun adalah seharusnya gula kristal putih, bukan gula kristal mentah," kata dia.
Tom Lembong merupakan Menteri Perdagangan periode 2015–2016. Qohar mengungkapkan, bahwa saat itu harga gula tengah melambung tinggi.
Di sisi lain, dalam rapat koordinasi antar kementerian pada 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak membutuhkan impor gula.
ADVERTISEMENT
Qohar menyebut, jika merujuk pada Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri adalah BUMN yang ditunjuk oleh Menteri Perdagangan.
"Akan tetapi pada tahun yang sama, pada tahun 2015 tersebut, Menteri Perdagangan Saudara TTL, memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," jelas dia.
Tak hanya itu, Qohar mengungkapkan bahwa impor gula yang dilakukan oleh PT. AP itu juga tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu yang dibahas yakni Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal sebanyak 200 ribu ton dalam rangkat stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
ADVERTISEMENT
Pada November-Desember 2015, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
"Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang dapat melakukan itu hanya BUMN," kata Qohar.
Kemudian 8 perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah jadi gula kristal putih sebenarnya izin industri mereka hanyalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan minuman dan farmasi.
Lalu, setelah 8 perusahaan itu mengimpor gula mentah dan diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI ini seolah-olah membeli gula tersebut tetapi sebenarnya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran. Harga jualnya Rp 16 ribu, jauh lebih tinggi dari HET saat itu yakni Rp 13 ribu.
ADVERTISEMENT
"PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kg. Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan UU berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp 400 miliar," pungkasnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat Mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula pada Selasa (29/10). Diduga, perbuatan Thomas Lembong merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Updated 30 Oktober 2024, 10:07 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini