Kemarahan Abedi Berujung Bom di Konser Ariana Grande

26 Mei 2017 10:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Konser di Manchester Arena. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Konser di Manchester Arena. (Foto: Wikimedia Commons)
Pelaku bom bunuh diri di konser Ariana Grande, Salman Abedi, diduga melakukan pengeboman karena kerap kali melihat orang-orang Arab di Inggris mendapat perlakuan tak adil. Puncaknya adalah saat salah seorang teman seimannya dibunuh oleh orang-orang non-Muslim di Inggris.
ADVERTISEMENT
Salah seorang kerabat wanita Abedi di Libya--yang enggan disebutkan namanya dengan alasan keamanan-- mengatakan Abedi sangat kecewa dengan kematian temannya itu. Abedi pun memilih melampiaskan kemarahannya dengan melakukan aksi bom bunuh diri.
"Abedi kecewa dengan pembunuhan seorang teman muslimnya tahun lalu, yang menurutnya kematian tersebut tak diketahui oleh orang-orang non-Muslim di Inggris," ujarnya dilansir Associated Press, Kamis (25/4).
"Dia (Abedi) bilang 'mengapa tidak ada yang marah atas pembunuhan seorang Arab dan muslim dengan alasan yang kejam?' dan dia juga menegaskan bahwa kemarahan adalah alasan utama (melakukan pengeboman)," lanjutnya.
Pernyataan tersebut diucapkan Abedi sehari sebelum ledakan bom di konser tersebut terjadi. Dalam percakapan terakhir antara Abedi dengan kerabat wanitanya itu yang berlangsung via telepon, Abedi sempat mengucapkan kalimat maaf.
ADVERTISEMENT
"Saya menelepon dia (Abedi) karena Abedi memintanya. Abedi sempat bilang 'maafkan saya' sebelum dia menjelaskan alasan pengeboman itu," katanya.
Abedi lahir di Manchester tahun 1994.Abedi dan ibunya serta adiknya pindah dari Libya ke London sebelum akhirnya pindah ke Fallowfield. Mereka telah menempati kawasan di selatan Manchester itu sekitar 10 tahun.
Ayah pengebom Manchester, Salman Abedi. (Foto: REUTERS/Hani )
zoom-in-whitePerbesar
Ayah pengebom Manchester, Salman Abedi. (Foto: REUTERS/Hani )
Ayahnya, Ramadan Abedi, tetap tinggal di Libya untuk bergabung dalam operasi perlawanan dalam revolusi 2011 yang menewaskan Moammar Khadafi. Ramedan, ditemui Reuters di Libya, mengaku tak percaya putranya tega melakukan bom bunuh diri tersebut.
Menurut Ramedan tak ada yang aneh dari komunikasi terakhir antara dirinya dan Abedi, sekitar lima hari sebelum ledakan terjadi. Dalam pembicaraan itu, kata dia, putranya sempat mengatakan ingin pergi haji ke Mekkah.
ADVERTISEMENT