Kemendikbud: Jangan Sampai Ada Mahasiswa yang Tak Bisa Kuliah karena Ekonomi

13 Januari 2023 19:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung perkantoran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Foto: Andika Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung perkantoran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Foto: Andika Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merespons peristiwa seorang mahasiswi yang meninggal dunia dalam keadaan tak mampu membayar uang kuliah.
ADVERTISEMENT
Ia adalah mahasiswi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) bernama Nur Riska Fitri Aningsih yang meninggal dunia pada 9 Maret 2022 karena sakit. Ia yang berasal dari keluarga miskin, dan sulit membayar uang kuliahnya selama ini.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Profesor Nizam kepada kumparan mengungkapkan rasa belasungkawa atas kematian Riska. Ia menyebut pihaknya prihatin atas peristiwa ini.
Menurut Nizam, berbagai program telah dilakukan kementerian agar bisa meringankan uang kuliah mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Termasuk pembebasan uang kuliah dan pemberian beasiswa.
"Pemerintah membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu dengan KIP [Kartu Indonesia Pintar] Kuliah. Selain itu perguruan tinggi juga memberikan berbagai bentuk bantuan, mulai dari pengurangan UKT [uang kuliah tunggal] sampai pembebasan UKT, bahkan banyak yang memberi beasiswa dari berbagai sumber pendanaan," kata Nizam.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Profesor Nizam. Foto: UGM
"Setahu saya selama ini UNY, termasuk rektornya, sangat peduli pada mahasiswa yang kurang mampu. Bahkan dosen-dosen dan rektor kadang membantu dengan dana pribadi," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Riska selama kuliah dikisahkan oleh temannya lewat sebuah utas di akun Twitter @gantas. Riska berasal dari keluarga miskin di sebuah desa di Purbalingga, Jawa Tengah. Ia hidup sederhana dengan orang tua berjualan sayur gerobak di pinggir jalan dan memilik 4 orang anak.
Selama kuliah sejak 2020, Riska kesulitan membayar UKT sebesar 3,14 juta. Ia banyak dibantu oleh orang sekelilingnya untuk membayar UKT, tapi tetap sulit baginya.
"Di semester awal [UKT] dia dibayari dari (patungan) guru SMAnya. Semester kedua dia praktis hampir tidak bisa bayar lagi gitu, udah penurunan akhirnya turun cuma tidak signifikan. Kemudian dia akhirnya teman-temannya patungan, dosen jurusannya patungan. Dan saya ikut terlibat juga patungan waktu itu," kata teman Riska, Ganta kepada wartawan, Kamis (12/1).
ADVERTISEMENT
Nur Riska.
Sejumlah cara dilakukan oleh Riska termasuk ke rektorat untuk mendapatkan penurunan UKT di semester 3. UKT turun tetapi tidak signifikan, hanya sekitar Rp 600 ribu. Riska juga bekerja paruh waktu demi membayar UKT-nya.
Demi menghemat pengeluaran, Riska juga selalu jalan kaki dari indekosnya ke kampus yang berjarak 2,3 kilometer. Riska juga begitu senang ketika mendapatkan lauk makan abon atau mie instan dari temannya
Seiring berjalannya waktu, Ganta mendapatkan informasi bahwa Riska cuti kuliah untuk bekerja. Tak lama, Ganta justru mendengar kabar bahwa Riska meninggal karena sakit. Setelah Riska meninggal dunia, Ganta baru tahu bahwa Riska mengidap hipertensi.
ADVERTISEMENT