LIPSUS Yuli TKW Hong Kong, Judha Nugraha

Kemenlu: Kami Hadir di Sidang Yuli Riswati

13 Desember 2019 18:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha. Foto: Salmah Muslimah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha. Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Yuli Riswati, pekerja migran Indonesia di Hong Kong, menyanggah kehadiran pemerintah dalam kasusnya. Yuli dipulangkan ke Surabaya pada 2 Desember 2019 dengan dakwaan telah melanggar peraturan keimigrasian karena visa kerjanya telah kedaluwarsa sejak 27 Juli 2019.
Saat menghadapi kasusnya di Hong Kong, Yuli merasa tidak ada satupun pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) yang mendampinginya dari awal dia dijemput oleh pihak imigrasi di rumah majikannya.
“Jangankan hanya menawarkan bantuan atau menanyakan kabar saya, itu tidak ada sama sekali. Jadi, kalau mereka sudah mengatakan sudah melakukan pendampingan, memberi bantuan, menawarkan bantuan (tapi) ditolak, atau apapun itu, saya menanyakan kapan dan di mana,” ucap Yuli dengan tegas saat konferensi pers di LBH Surabaya, Jumat (6/12).
Pernyataan Yuli bertolak belakang dengan ucapan pihak Kementerian Luar Negeri. Direktur Perlindungan WNI & BHI Kemenlu, Judha Nugraha, mengklaim bahwa pemerintah telah menjamin hak-hak Yuli selama kasusnya diproses terpenuhi.
Judha dengan tegas menyatakan, KJRI selalu hadir dalam persidangan Yuli yang digelar selama dua kali. Menurut Judha, KJRI tidak menawarkan kuasa hukum karena Yuli telah menunjuk kuasa hukumnya sendiri.
“Walaupun yang bersangkutan sudah memilih sendiri pengacaranya, kami tetap hadir di sana untuk melakukan pendampingan dari sisi proses hukumnya secara keseluruhan,” ujar Judha di kantor Direktorat Perlindungan WNI & BHI, Kemenlu, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).
Seperti apa tanggapan Kemenlu terkait kasus Yuli? Berikut petikan lengkap wawancara kumparan dengan Judha Nugraha.
Terkait kasus Yuli Riswati, laporan yang diterima Kemenlu seperti apa?
Pihak KJRI mendapatkan informasi bahwa saudari Yuli Riswati itu ditahan oleh pihak imigrasi Hong Kong dengan tuduhan melanggar peraturan keimigrasian. Overstay, yang bersangkutan tidak memperpanjang izin tinggalnya.
Lalu, KJRI melakukan pendampingan dengan hadir di persidangan yang bersangkutan. Ini sebagai bentuk upaya KJRI untuk melindungi hak-hak yang bersangkutan agar dipenuhi oleh sistem hukum setempat. Sebagaimana diketahui kemudian, yang bersangkutan dalam persidangan terbukti bersalah karena pelanggaran keimigrasian. Dan terakhir, informasi yang kami terima dari imigrasi Hong Kong, yang bersangkutan diputuskan untuk dideportasi dan sudah kembali ke Indonesia pada tanggal 2 Desember dengan pesawat Cathay Pacific menuju Surabaya.
Berdasarkan cerita Yuli, kasusnya memang persoalan overstay. Tapi Imigrasi Hong Kong menyampaikan kepada majikan Yuli kalau kasus ART-nya ‘spesial’. Apa Kemenlu tahu info soal ini?
Jadi, informasi yang kami terima itu adalah yang bersangkutan melakukan pelanggaran keimigrasian. Pelanggaran keimigrasian tersebut sudah terbukti di pengadilan bahwa dia overstay dan tidak memperpanjang izin tinggal. Jadi, kami tidak bisa menjelaskan yang mana yang spesial gitu ya. Tentunya majikannyalah yang bisa menjelaskan. Kami hanya bicara mengenai fakta di persidangan karena fakta di persidangan kan ter-record. Kami hanya bisa menjelaskan bahwa yang kami terima yang ter-record itu adalah kasus keimigrasian dan itu terbukti.
Berarti tidak ada laporan soal kasus “spesial” itu?
Yang kami pantau memang yang bersangkutan juga punya aktivitas tapi kami tidak ingin berspekulasi apakah itu kemudian terkait dengan kasus hukumnya. Nah, itulah pentingnya kami melakukan pendampingan. Artinya, yang bersangkutan sudah memilih sendiri pengacaranya. Pejabat KJRI kemudian hadir di persidangan. Ini sebagai bentuk pendampingan kita untuk memastikan bahwa hak-hak yang bersangkutan dipenuhi oleh otoritas Hong Kong.
Yuli Riswati. Foto: Ryan Deshana Prasastya/kumparan
Beberapa kelompok masyarakat sipil menduga alasan deportasi lebih kepada aktivitas Yuli memberitakan demonstrasi Hong Kong daripada alasan overstay. Bagaimana tanggapan Kemenlu?
Kami tidak dalam posisi untuk menduga-duga. Kami tidak ingin berspekulasi. Yang pasti adalah secara hukum positif di imigrasi Hong Kong, bagi yang tinggal overstay, itu ada sanksi pidana. Itu yang tertulis. Jadi, (itu) kewenangan dan kedaulatan Hong Kong untuk menerapkan undang-undangnya.
Kami tidak bisa menduga-duga apakah ada kaitan atau tidak. Yang kami bisa pantau adalah dalam proses persidangan yang didakwakan kepada yang bersangkutan adalah pelanggaran keimigrasian, bukan aktivitas yang bersangkutan terkait dengan tulisan-tulisan yang bersangkutan.
Nah, terkait dengan pelanggaran keimigrasian dan itu sudah terbukti. Yang bersangkutan pun mengakui. Jadi, kami berpegang pada proses yang ada di formal pengadilan.
Yuli bercerita bahwa kasus overstay yang dialami oleh pekerja migran, baik dari Indonesia maupun negara lain, itu wajar terjadi. Menurut cerita-cerita yang dia dapatkan dari teman-temannya, kasus overstay di Hong Kong seperti yang dialami Yuli bisa diselesaikan melalui permohonan maaf yang diajukan oleh majikan kepada pihak imigrasi. Setelah itu, pekerja migran bisa kembali memproses perpanjangan visa kerja.
“Pihak pengacara saya juga berhasil mendapatkan saksi ahli dan bukti-bukti bahwa kasus yang saya alami itu juga banyak dialami oleh pekerja-pekerja lainnya dan surat itu diteruskan ke Department of Justice di Hong Kong,” kata Yuli.
Surat pernyataan Yuli Riswati. Foto: dok. Yuli Riswati
Apakah aktivitas menulis Yuli soal demonstrasi Hong Kong bisa dikategorikan sebagai aktivitas politik?
Dalam konteks ini, kita kan kembali lagi kepada keberadaan yang bersangkutan. Itu tentu multiinterpretasi. Tapi, tentunya ketika visa izin kerja yang bersangkutan adalah untuk bekerja di sana sebagai pekerja domestik, itulah yang sebaiknya berlaku. Tidak melakukan hal-hal yang di luar dengan izin kerja yang diberikan.
Adakah bentuk perlindungan lain terhadap Yuli?
Sesuai dengan Konvensi Wina, tugas kami adalah memberikan perlindungan. Sesuai dengan hukum nasional kita juga, melindungi warga kita di negara setempat ketika bermasalah hukum. Perlindungan yang kami berikan adalah pendampingan untuk memastikan agar hak-hak yang bersangkutan terpenuhi oleh hukum setempat.
Sebagai contoh, hak untuk mendapatkan pengacara. Hak itu kan sudah diakomodasi. Artinya, saudara Yuli sudah didampingi oleh pengacaranya. Kemudian jika diperlukan, penerjemah, kami bisa siapkan. Nah, bantuan yang diberikan KJRI, apakah itu memberikan pengacara yang ditunjuk oleh KJRI ataupun penerjemah, itu sifatnya adalah layanan. Apakah yang bersangkutan ini menggunakan atau tidak itu pulang kepada yang tersebut.
Sesuai dengan hukum internasional yang diatur di Konvensi Wina tahun 1961 dan 1963, perwakilan asing tidak boleh melakukan intervensi terhadap hukum setempat. Indonesia selama ini telah menggunakan dua Konvensi tersebut sebagai pedoman dalam hubungan internasional yang diatur dalam UU nomor 1 tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Berserta Protokol Opsionalnya terkait Hal Memperoleh Kewarganegaraan dan Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Kosuler Berserta Protokol Opsionalnya terkait Hal Memperoleh Kewarganegaraan.
Infografik Deportasi Yuli Riswati Foto: Argy Pradipta
Bentuk pendampingannya seperti apa dari pihak KJRI?
Kami hadir di persidangan. Karena, yang bersangkutan sudah memilih sendiri pengacaranya. Jadi, itu hak yang bersangkutan apakah ingin memilih pengacaranya sendiri atau dibantu oleh KJRI. Kami menghormati pilihan yang bersangkutan. Tapi, tetap, walaupun yang bersangkutan sudah memilih sendiri pengacaranya, kami tetap hadir di sana untuk melakukan pendampingan dari sisi proses hukumnya secara keseluruhan.
Jadi, KJRI hanya mendampingi Yuli dengan hadir di persidangan karena dia sudah menunjuk pengacaranya sendiri? KJRI tidak ikut terlibat dalam proses hukumnya?
Iya, dan itu haknya yang bersangkutan.
Habibus Shalihin, kuasa hukum Yuli dari LBH Surabaya menyanggah kehadiran negara dalam kasus Yuli. Dalam konferensi pers di LBH Surabaya, Jumat (6/12), Habibus mengatakan negara tidak memberikan perlindungan dan tidak memberikan pendampingan.
Sehingga, salah satu tuntutan Habibus kepada pemerintah adalah, “Menuntut pemerintah Indonesia agar secara tegas memberikan perlindungan hukum kepada pekerja migran yang bersangkutan, baik itu Mbak Yuli atau lainnya yang berada di luar negeri.”
(ki-ka) TKW Yuli Riswati, Kabid Perburuhan LBH Surabaya, Habibus Shalihin, dan anggota AJI Surabaya, Yovie, saat konferensi pers di Kantor LBH Surabaya. Foto: Tirta Kusuma Wardana/kumparan
Apakah ada rencana Kemenlu bertemu dengan Yuli?
Yang bersangkutan di Surabaya, kan. Kalau dia lagi di Jakarta, (kami) most welcome.
Berarti belum ada rencana?
Kecuali kalau yang bersangkutan memang ada hal yang ingin disampaikan.
Yuli bercerita kalau dia sempat diperlakukan sewenang-wenang saat diinterogasi. Apakah Kemenlu mendengar soal ini?
Kami tidak mendapat informasi mengenai perlakuan itu. Nah, yang bersangkutan (silakan) melapor ke kami. Kalau ketika proses pemeriksaannya melanggar prosedur, kami bisa menyampaikan concern itu. Kami kan nggak tahu yang bersangkutan lapor (atau) tidak.
Berarti jika Yuli Riswati merasa pemeriksaan itu melanggar hak asasi, dia bisa melapor?
Sangat bisa. KJRI sesuai fungsinya memang bertugas memberikan perlindungan kepada warga negara kita sesuai dengan hukum setempat. Ketika hak-hak yang bersangkutan itu tercederai, itu segera laporkan ke KJRI. Kami siap, dan itu memang tugas kami.
Saat demonstrasi di Hong Kong pecah, apakah ada imbauan dari KJRI atau Kemenlu agar WNI tidak ikut terlibat?
Ada. Sejak awal ketika demonstrasi ini pecah di Hong Kong, KJRI senantiasa memberikan imbauan agar warga negara kita bisa berhati-hati dan waspada terhadap aksi-aksi demonstrasi itu. Artinya, tidak mendekati lokasi demonstrasi karena, misalnya, membahayakan yang bersangkutan. Dan kedua, tidak ikut serta pada aktivitas politik.
Mahasiswa Kedokteran saling memegang tangan tanda Rantai Manusia sebagai simbol demo anti pemerintah Hong Kong. Foto: REUTERS/Anushree Fadnavis
Demonstrasi Hong Kong menolak RUU ekstradisi apakah ada pengaruhnya ke pekerja migran kita?
Nggak ada. Rancangan undang-undang itu kan sudah ditarik, sudah dibatalkan. Hanya kan memang tuntutannya berkembang. Sebetulnya materi yang awalnya di demonstrasi itu dipicu oleh rancangan undang-undang ekstradisi itu sudah dipenuhi sebetulnya dengan dibatalkan. Tapi dalam perkembangannya memang tuntutannya kan berkembang juga.
Ada langkah tertentu yang dilakukan Kemenlu supaya kasus seperti ini tidak terulang lagi?
Kami selalu memberikan imbauan tentunya kepada warga kita untuk mematuhi hukum setempat, menghormati dan mematuhi hukum setempat karena itu adalah salah satu komponen perlindungan diri sebetulnya, bahwa mematuhi dan mengikuti hukum setempat itu adalah perlindungan diri.
Nah, jika ada hak-hak yang bersangkutan, sebagai contoh yang bersangkutan tiba-tiba ditahan tanpa alasan yang jelas, di situlah kami hadir. Di situlah kami hadir untuk memberikan pendampingan. Kami akan tanyakan apa alasannya. Artinya, tidak bisa tentunya otoritas setempat semena-mena menahan warga kita tanpa alasan yang jelas. Kasus ini kan yang didakwakan jelas, kesalahan keimigrasian. Dan memang faktanya yang bersangkutan overstay.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten