Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Ketegangan Iran-Amerika Serikat sedikit mereda. Kedua negara nampak akan menahan diri dari tindakan provokatif.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Irak diprediksi tetap bergejolak. Irak merupakan negara yang jadi pusat konflik kedua negara.
"Iran akan tetap zona konflik," ucap peneliti Middle East Institute, Randa Slim, seperti dikutip dari AFP, Kamis (9/1).
Pernyataan Slim didasari rangkaian peristiwa yang terjadi di Irak selama beberapa pekan terakhir.
Sebelum sampai ke peristiwa apa yang terjadi di Negeri 1001 Malam, ketahuilah Iran dan Amerika Serikat punya pengaruh besar di Irak.
Sama-sama berpenduduk mayoritas Syiah, Teheran menggandeng negara tetangganya tersebut sebagai sahabat utamanya di kawasan. Iran bahkan mendukung penuh operasional milisi Syiah, Hashed al-Shaabi.
Sedangkan AS, setelah Saddam Hussein tumbang mendirikan pangkalan militer. Mereka membantu militer dan penegak hukum Irak menjaga keamanan, terutama dari ancaman ISIS.
ADVERTISEMENT
Baik Iran dan AS kehadiran fisiknya begitu terasa di Irak. Gesekan antara Iran-AS pun tak terelakkan terjadi di negeri orang.
Puncaknya ketika AS, atas perintah Presiden Donald Trump, membunuh jenderal Iran Qassem Soleimani di dekat bandara internasional, Baghdad.
Kematian Soleimani memicu Iran balas dendam. Tepatnya, pada Rabu (8/1) puluhan rudal menghujani pangkalan militer AS di Irak.
Setelah sempat 'memanas' Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan serangan rudal adalah pembalasan yang proporsional.
Sementara Donald Trump menyatakan, Iran seperti sudah mundur setelah menembakkan roket. Trump bahkan, membuka diri kembali menjalankan negosiasi kesepakatan nuklir dan bekerja sama melawan ekstremis di Iran.
Erica Gaston, dari New America Foundation, mengatakan pertikaian antara Iran dan AS walau sudah sedikit mereda tak cukup menyelamatkan Irak .
ADVERTISEMENT
"Kedua belah pihak melakukan mobilisasi besar di Irak, dan itu simbol untuk saling menyerang," tegas Gaston.