Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Ketika Relawan Jokowi Terpancing #2019GantiPresiden
3 September 2018 10:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Budi Arie Setiadji boleh saja mencoba tak acuh terhadap deklarasi #2019GantiPresiden di berbagai daerah. Tapi, ia mengakui banyak relawan Pro-Jokowi (Projo) terlanjur bersikap reaktif untuk melawan gerakan itu. Bahkan celakanya, aksi persekusi mewarnai pembubaran deklarasi #2019GantiPresiden di sejumlah tempat.
ADVERTISEMENT
“Kami kan bagian dari masyarakat. Misal di Solo mau ada acara deklarasi #2019GantiPresiden, relawan Projo kontak saya, ‘Pak Ketum, ini bagaimana? Ditolak nggak?’” ujar Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadji kepada kumparan, Kamis (30/8).
Budi lantas menjawab, “Sampaikan saja aspirasi ke pihak keamanan bahwa masyarakat tidak menghendaki acara deklarasi #2019GantiPresiden.”
Ia menganggap gerak-gerik gerakan yang digagas politikus PKS Mardani Ali Sera itu beraroma kebencian. Bagi barisan pendukung Jokowi, nama #2019GantiPresiden saja sudah tak tak enak didengar.
Namun, ujar Budi, Projo tak pernah memerintahkan pengadangan apalagi persekusi terhadap para pentolan #2019GantiPresiden. Sebelumnya, massa Projo disebut-sebut menjadi bagian dari orang-orang yang mengadang Neno Warisman , pentolan gerakan #2019GantiPresiden, di Bandara Hang Nadim, Batam, Sabtu (28/7).
ADVERTISEMENT
“Kami menyampaikan aspirasi masyarakat, bukan mengadang,” kata Budi Arie.
Neno bukan cuma sekali diadang. Ia kembali dikepung massa di Pekanbaru, Riau, pada Sabtu (25/8). Dan dia bukan satu-satunya. Keesokannya, Minggu (26/8), Ahmad Dhani juga dicegat massa saat akan mendeklarasikan gerakan #2019GantiPresiden di Surabaya.
Dalam pengepungan di Surabaya itu, Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) ikut terlibat. Mereka ikut terpancing gerakan #2019GantiPresiden seperti relawan Jokowi lainnya. Padahal, persekusi dan pembubaran acara justru membuat #2019GantiPresiden kian mekar.
Budi Arie menyadari gerakan #2019GantiPresiden seperti lawan tanpa bentuk. Alih-alih mencantumkan langsung nama ‘Prabowo’ yang notabene satu-satunya lawan Jokowi di tagar, mereka justru tak menyebut jelas nama calon yang didukung dalam Pemilu Presiden. Ini membuat kampanye yang dikobarkan lebih menjual sentimen anti-Jokowi.
ADVERTISEMENT
“Di lini masa media sosial, satu kubu mengampanyekan sisi positif Jokowi, dan kubu lainnya mengampanyekan sisi negatif Jokowi, karena #2019GantiPresiden juga nggak menjual Prabowo dan Sandi,” kata Yose Rizal, Direktur Eksekutif PoliticaWave, lembaga yang menjaring dan mengalisis percakapan di media sosial.
Saat ini Projo tengah berkoordinasi dengan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin untuk menghadapi gerakan #2019GantiPresiden.
Salah satu juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi, politikus PDIP Budiman Sudjatmiko, menyebut gerakan #2019GantiPresiden memanfaatkan sikap anti-Jokowi untuk menyatukan dan meraup dukungan massa.
“Ini lebih pada munculnya kampanye kebencian ketimbang mendorong sebuah kompetisi politik. Yang kami lihat, ini misalnya menyebabkan orang benci pada pemerintah, bukan fokus pada soal kontestasi politik,” kata Budiman di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (28/8).
ADVERTISEMENT
Juru bicara Tim Kampanye Jokowi lainnya, Ketua DPP PKB Lukman Edy, menganggap strategi kampanye negatif dengan menyerang lawan politik tak bakal banyak menarik simpati masyarakat.
Untuk menandingi negative campaign tersebut, Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf lebih berkonsentrasi mengampanyekan keberhasilan Jokowi. Mereka menggunakan ragam tagar di media sosial seperti #2019TetapJokowi, #2019JokowiLanjut, dan #2019JokowiMarufAmin.
Sumber di Kantor Staf Presiden mengatakan, tagar yang dikeluarkan oleh Tim Pemenangan Jokowi disesuaikan dengan isu atau event yang sedang hangat. Misal soal Asian Games. Lewat tagar-tagar insidental tersebut, hendak diperlihatkan bahwa pemerintahan Jokowi telah membuat langkah maju dan karenanya layak untuk dipilih kembali sebagai presiden pada Pemilu 2019.
“Di Asian Games kan banyak keterlibatan Jokowi. Jadi tagar-tagar dari pendukung Jokowi itu sangat tergantung event, tidak tunggal dan tidak dalam satu garis komando, karena basisnya relawan, tidak top-down,” kata Yose Rizal.
Apa pun pandangan Tim Jokowi terhadap #2019Ganti Presiden, gerakan itu telah bergulir jauh. Pendiri Media Kernels Indonesia yang memonitor dan menganalisis media sosial dan media berplatform online, Ismail Fahmi, mengatakan tagar #2019GantiPresiden di twitter terus meningkat sejak digaungkan pada 9 Maret 2018.
ADVERTISEMENT
Popularitas tagar itu terus meningkat saat momentum tertentu. Misalnya ketika Presiden Jokowi menanggapi kaus #2019GantiPresiden di depan ribuan relawan Konvensi Nasional Galang Kemajuan, Sabtu (7/4).
Tagar tersebut kembali banyak disebut dalam cuitan ketika terjadi persekusi terhadap Susi Ferawati, simpatisan Jokowi, oleh pendukung #2019GantiPresiden di Car Free Day Bundaran HI, Minggu (29/4).
Sempat turun di trending Twitter, tagar tersebut menanjak naik lagi saat terjadi persekusi terhadap Neno Warisman dan Ahmad Dhani pada akhir Agustus.
Popularitas #2019GantiPresiden terang mengungguli tagar #Jokowi2Periode dan #2019TetapJokowi yang bergulir di Twitter mulai Desember 2017.
“#Jokowi2Periode itu muncul lebih dulu di awal. 2017 sudah ada. Sedang ramai #Jokowi2Periode baru muncul #2019GantiPresiden. Awal April masih kecil (penggunaannya dalam percakapan medsos). Lalu naik terus sampai pas persekusi,” ujar Ismail Fahmi kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Sementara Direktur Eksekutif PoliticaWave, Yose Rizal, mengatakan meski #2019GantiPresiden konsisten bertahan lama di media sosial, lingkaran penyokongnya tak bertambah luas.
“Tidak tambah besar, tapi konstan. Tagar itu secara konsisten mereka pakai untuk membicarakan hal-hal yang bisa memberi sentimen negatif kepada Jokowi,” ucap Yose.
Peneliti politik LIPI Wasisto Raharjo Jati berpendapat, kelebihan #2019GantiPresiden justru karena tidak mencantumkan nama capres jagoannya. Keuntungan berganda juga akan datang bila para pendukung Jokowi dan aparat pemerintah meneruskan kecenderungan untuk menekan gerakan tersebut.
“Itu bisa jadi bumerang bagi petahana dalam meraih simpati publik ke depan. Pemerintah dianggap tidak demokratis lagi karena telah membungkam kritik ,” kata Wasisto.
------------------------
Simak selengkapnya Di Balik #2019GantiPresiden di Liputan Khusus kumparan.
ADVERTISEMENT