Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ketua KPAI: Kebijakan Full Day School Ancam Kebinekaan
14 Juni 2017 10:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Saleh menolak kebijakan sekolah sehari 8 jam atau full day school yang diutarakan Mendikbud Muhadjir Effendi. Niam menilai, kebijakan tersebut justru mengancam kebinekaan.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan full day school dengan memanjangkan jam sekolah atas nama upaya memperkuat pendidikan karakter adalah jawaban yang ahistoris, menafikkan realitas keberagaman di tengah masyarakat dan mengancam komitmen kebinekaan yang menjadi pilar bernegara kita," ujar Niam dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Rabu (14/6).
Menurut Niam, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural. Kondisi masyarakat urban memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Situasi peserta didik beragam. Demikian juga situasi orang tua juga tidak seragam.
"Menyeragamkan kebijakan atas kondisi masyarakat yang beragam bisa berbahaya dan mengancam kebhinekaan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Niam menilai aturan selama ini sudah cukup memadai, dengan memberikan ruang kebebasan penyelenggara pendidikan untuk memilih sesuai dengan kondisi dan tantangan masyarakat. Ada sekolah yang membuka model full day school untuk memberikan layanan anak dan juga orang tua yang memang cocok dengan model full day. Ada yang half day, bagi anak yang cocok sesuai dengan kondisi subyektifnya.
"Aturan baru ini tidak memberi dampak apa-apa kecuali kegaduhan dan merusak keberagaman," ujarnya.
Menurut Niam, masing-masing siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda. Siswa yang satu dengan yang lainnya tidak bisa disamaratakan. Bagi sebagian anak, menghabiskan waktu dengan durasi panjang di sekolah justru dapat mengganggu tumbuh kembang anak.
ADVERTISEMENT
"Dalam kondisi tertentu, anak tidak usah lama-lama di sekolah, agar cepat berinteraksi dengan orang tua guna menjalin kelekatan fisik dan emosional serta keteladanan dan rasa aman, terlebih anak usia kelas 1 sampai 3 SD," tambah dia.
KPAI melihat, yang perlu dikembangkan adalah menjaga keterpaduan antara lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat agar berjalan sinergis dalam mendukung terwujudnya tujuan pendidikan.
"Anak-anak butuh interaksi dengan teman sebaya di sekolah, teman di lingkungan tempat tinggal, dan dengan keluarga di rumah. Dengan kebijakan full day school, pasti intensitas pertemuan anak dan orang tua juga pasti akan berkurang, dan ini bisa mengganggu pemenuhan hak dasar anak," ujarnya.
Karenanya, KPAI meminta Mendikbud untuk mencabut Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 dan mengevaluasi kebijakan pendidikan yang tidak ramah bagi anak.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data KPAI, dalam lima tahun terakhir kasus kekerasan dan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah masih cukup tinggi, menduduki peringkat ketiga dari kasus yang masuk ke KPAI. "Dan ini tidak bisa dijawab hanya dengan 'mengandangkan' anak di sekolah," katanya.
Niam menilai, kompleksitas permasalahan pendidikan, yang salah satunya soal tindak kekerasan, bukan dipicu oleh kurangnya jam di sekolah, tetapi masalah tata kelola dan komitmen terhadap lingkungan yang ramah bagi anak.
Hal yang mendesak untuk dilakukan adalah perbaikan sistem pendidikan dengan spirit menjadikan lingkungan sekolah yang ramah bagi anak. "Mewujudkan sekolah yang ramah anak jauh lebih mendasar dari memanjangkan jam sekolah," katanya.
"Memanjangkan waktu sekolah, tanpa disertai pewujudan lingkungan yang ramah anak justru akan memperbesar potensi terjadinya kekerasan terhadap anak," kata Niam.
ADVERTISEMENT