Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Mekanisme untuk menentukan kelulusan siswa karena pemerintah meniadakan UN 2020 sedang dikaji. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberikan dua opsi, yaitu ujian sekolah online dan akumulasi nilai raport 5 semester terakhir.
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, komisinya akan mengadakan rapat online dengan Nadiem Makarim pada Kamis (26/3) untuk membahas kebijakan terkait mekanisme pengganti UN dan kelulusan siswa.
"Rencananya kami akan minta penjelasan terkait dengan ini. Kalau jadi kita merencanakan raker online dengan Kemendikbud setelah kemarin kita rapat konsultasi online juga, itu rencananya hari Kamis besok," kata Syaiful saat dihubungi, Rabu (25/3).
Syaiful mengatakan ada banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh Kemendikbud terkait pengganti UN dan bagaimana mekanisme kelulusannya. Menurutnya, Kemendikbud harus mengeluarkan kebijakan untuk mengatur hal-hal tersebut.
"Itu penting hari ini. Jadi saya berharap Kemendikbud tidak terlalu banyak opsi kebijakannya. Karena kalau terlalu banyak opsi sering kali sekolah agak kebingungan mengambil opsi-opsi itu dan akan terjadi bias yang serius di lapangan itu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Syaiful mengakui tak mudah untuk mengatur sekolah-sekolah yang ada di Indonesia terkait pelaksanaan UN . Ia bahkan menyebut ada beberapa SMK dan STM yang tetap melaksanakan UKK (Uji Kompetensi Keahlian), padahal pemerintah telah memutuskan untuk meniadakan UKK juga.
"STM yang kemarin sudah UN apakah boleh dijadikan sebagai standar atau opsional, itu di bawah masih rumit," ungkapnya.
Selain itu, Syaiful mengatakan pemerintah harus memikirkan bentuk kelulusan seperti apa yang akan diakui dengan dua opsi yang tengah dikaji. Hal ini penting agar siswa dapat melanjutkan jenjang pendidikan, khususnya mereka yang ingin mendaftar ke perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri.
"Kalau SMA berarti diakui oleh perguruan tinggi yang nanti bisa dipakai untuk baik sekolah ke luar negeri maupun ke dalam negeri. Nah itu Kemendikbud harus definitif, jadi tidak boleh opsional. Hal-hal ini yang kita minta regulasinya ditetapkan Kemendikbud baik berupa juklak juknis maupun Permendikbud," pungkasnya.
ADVERTISEMENT