MA Bantah Sering Potong Hukuman Koruptor: Data 2022 Lebih Banyak yang Diperberat

9 Desember 2022 14:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Agung  Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Agung Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) membantah lebih sering memotong atau mengurangi hukuman koruptor di tingkat kasasi. Bahkan, disebut lebih banyak vonis koruptor yang diperberat.
ADVERTISEMENT
"Tinjauan data putusan kasasi perkara tipikor selama tahun 2022 menunjukkan MA justru lebih sering memperberat hukuman perkara tipikor 30,36% dibanding mengurangi pidana 14.29%," kata Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Sunarto pada acara MARImendengar Jurnalis di kantornya, Jumat (9/12).
Berdasarkan data dari MA, terdapat 56 perkara kasasi kasus korupsi sepanjang 2022. Berikut datanya:
Sunarto menekankan, bahwa baik atau buruknya putusan tidak dapat dilihat dari berat atau ringan hukuman yang dijatuhkan. Menurut dia, putusan yang dijatuhkan hakim dipengaruhi banyak pertimbangan. Salah satunya adalah tingkat kesalahan Terdakwa berdasarkan penilaian Hakim.
ADVERTISEMENT
"Ada kemungkinan putusan perkara tipikor diringankan karena hukuman sebelumnya tidak proporsional atau mengandung disparitas dengan putusan dalam perkara lain untuk bentuk perbuatan dan tingkat kesalahan yang serupa," tambah dia.
Wakil Ketua Mahkamah Agung Non Yudisial, Sunarto di tower MA, Jumat (9/12). Foto: Hedi/kumparan
Kata Sunarto, saat ini para Hakim Agung mempunyai kesepakatan bahwa yang harus dikedepankan dalam pemidanaan adalah prinsip proporsionalitas. Artinya, kesesuaian hukum dengan tingkat kesalahan dan konsistensi dalam penghukuman.
Untuk mencegah disparitas pemidanaan, MA sudah menyiapkan panduan untuk perkara korupsi, khusus terkait pasal korupsi mengenai kerugian negara. Hal itu diatur dalam Perma No.1/2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Sunarto, pedoman pemidanaan untuk pasal-pasal lain dalam UU Tipikor serta UU Narkotika sedang dalam proses penyusunan.
Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, bersama 9 tersangka lainnya. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
MA sedang menjadi sorotan setelah ada dua Hakim Agung yang dijerat sebagai tersangka oleh KPK. Kedua Hakim Agung, Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, diduga menerima suap pengaturan vonis kasasi di MA.
ADVERTISEMENT
Sudrajad Saleh diduga mengatur vonis kasasi terkait perkara pailit Koperasi Intidana. Sementara Gazalba Saleh diduga mengatur vonis kasasi pidana pemalsuan akta pengurus Koperasi Intidana.
Hakim Agung Gazalba Saleh mengenakan rompi oranye saat konferensi pers KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Untuk Gazalba Saleh, namanya kemudian menjadi sorotan lantaran dia termasuk majelis hakim yang mengabulkan kasasi Edhy Prabowo beberapa waktu lalu. Berkat kasasi yang dikabulkan, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu dipotong hukumannya hingga 4 tahun.
Edhy Prabowo ialah terpidana perkara suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur. Pada putusan yang diambil pada 7 Maret 2022, majelis kasasi MA memotong hukuman Edy Prabowo dari 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.
Terdakwa Edhy Prabowo memijat keningnya saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/5/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Vonis kasasi ini diketok ketua majelis hakim Sofyan Sitompul dengan anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Hakim Sinantha berbeda pendapat dalam putusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pemotongan hukuman ini menjadi sorotan karena pertimbangan hakim dinilai janggal. Yakni bahwa Edhy Prabowo dianggap bekerja baik selama menjabat menteri dan memberi harapan pada nelayan.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyatakan pihaknya membuka peluang untuk mengusut terkait kasasi tersebut. Ia menyebut bahwa sepanjang ditemukan bukti, maka pihaknya akan mengusutnya.
"Kalau terkait dengan, apakah KPK akan mendalami? tentu itu adalah bagian dari tugas KPK untuk melakukan penyidikan mendalami sepanjang memang ada indikasi terjadinya suatu tindak pidana korupsi," ujar Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (8/12).
"Kalau tidak ada, tentunya tidak perlu didalami ya sesuai dengan asas dalam hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan. Kita memproses sementara kita tahu bahwa itu tidak ada untuk apa? dalam asas hukum dikatakan keadaan yang diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Belum ada pernyataan dari Gazalba Saleh terkait kasus suap yang menjeratnya maupun perkara Edhy Prabowo. Saat ini, ia sedang mengajukan praperadilan meminta untuk membatalkan status tersangkanya.