Mati Suri Kebun Binatang di Tengah Pandemi

7 Mei 2020 18:00 WIB
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Harimau benggala di kandang Kebun Binatang Bandung. Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi
zoom-in-whitePerbesar
Harimau benggala di kandang Kebun Binatang Bandung. Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi
Napas beberapa kebun binatang sudah megap-megap. Jangankan untuk memberi makan satwa peliharaan, menggaji karyawan saja sudah mentok sehingga berimbas ke pemangkasan pekerja. Permintaan bantuan ke presiden pun belum digubris. Kini, kebun-kebun binatang itu mati suri.
Harimau-harimau peliharaan Semarang Zoo kini lebih sering duduk dan diam. Padahal, sebelum kebun binatang itu ditutup medio Maret lalu, binatang-binatang tersebut terhitung aktif. Harimau selalu banyak didatangi pengunjung.
Semarang Zoo memiliki 12 ekor harimau benggala. Kucing besar ini paling banyak menghabiskan biaya untuk makan. Bersama dua ekor singa, 36 buaya, dan beberapa burung pemakan daging, mereka bisa menghabiskan lima sampai enam kilogram daging sapi setiap hari. Itu sebelum pandemi COVID-19.
Kini di masa pandemi, jatah daging sapi mereka dikurangi dan dikombinasikan dengan daging ayam. “Biar biayanya tak bengkak. Kalau daging sapi kan mahal, 80 ribu sekian satu kilo,” kata Direktur Semarang Zoo, Syamsul Bahri Siregar.
Penghematan pengeluaran itu terpaksa dilakukan karena kebun binatang tak dapat pemasukan sama sekali saat ini. Apalagi sejak 2018, Semarang Zoo mengandalkan biaya operasional dari pengunjung.
Per bulan, pada situasi normal, kebun binatang itu menghabiskan biaya operasional Rp 300 juta hingga Rp 350 juta. Sekarang, setelah memangkas biaya pakan dan jumlah pekerja, mereka menghabiskan dana Rp 250 juta.
Ada 12 karyawan bagian kebersihan yang dirumahkan Semarang Zoo. Bulan Mei ini, giliran karyawan administrasi yang juga akan dirumahkan. Untuk sementara, ujar Syamsul, cara ini mesti ditempuh untuk menghindari kebangkrutan.
“Mereka menyadari itu. Teman-teman kami kepengin lanjut, tapi karena pandemi ini, kami nggak bisa bayar. Kasihan mereka, tapi bagaimana lagi,” kata Syamsul kepada kumparan, Senin (4/5).
Menghadapi kondisi serba sulit, manajemen kebun binatang akhirnya membuka donasi. Masyarakat atau pecinta hewan juga bisa berdonasi pakan secara langsung ke kebun binatang. Ini upaya alternatif agar Semarang Zoo bisa bertahan.
Pihak kebun binatang sebelumnya juga telah menyurati lembaga konservasi sejawat seperti Kebun Binatang Gembira Loka di Yogyakarta, untuk meminta bantuan. Dari rekannya itu, Semarang Zoo mendapat bantuan 200 kilogram ayam. Namun, bantuan itu tak bersifat rutin.
Rusa timor di Kebun Binatang Bandung. Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi
Nasib serupa dialami Kebun Binatang Bandung. Untuk tetap bisa menghidupi 850 satwa, ia membuka donasi bagi masyarakat, termasuk berkolaborasi dengan influencer seperti Alshad Kautsar Ahmad, sepupu Raffi Ahmad.
“Kami sekarang juga menggalang dana lewat media sosial. (Mengajak) influencer itu lumayan, dapat ratusan juta dalam tiga hari,” kata Juru Bicara Kebun Binatang Bandung Sulhan Syafii kepada kumparan.
Penggalangan dana jadi opsi untuk menyelamatkan satwa-satwa, terutama yang langka seperti macan tutul jawa. Dana cadangan Kebun Binatang Bandung terus menipis meski sebelum pandemi keuangannya cukup sehat—mendapat surplus dari penjualan tiket masuk, sewa permainan, dan parkir.
Kini, musim berganti. Di seluruh dunia. Kebun Binatang Bandung ikut terancam. Dana cadangan untuk operasional dan gaji karyawan hanya cukup sampai Juli. Itu dua bulan lagi.
Beruang madu di Medan Zoo. Foto: ANTARA/Septianda Perdana
Selain Semarang Zoo dan Kebun Binatang Bandung, menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) Tony Sumampau, tiga kebun binatang lain juga dalam kondisi mengkhawatirkan, yakni Kebun Binatang Cikembulan di Garut, Solo Zoo, dan Medan Zoo.
Oleh karena itu, PKBSI membuat opsi penyelamatan dengan membuka donasi bagi masyarakat umum dan sesama kebun binatang—seperti yang telah dilakukan Semarang Zoo dan Kebun Binatang Bandung.
Pada 5 Mei 2020, total dana yang berhasil dihimpun PKBSI berjumlah Rp 280 juta. Bantuan tidak disalurkan dalam bentuk uang, melainkan dengan memesan makanan melalui pemasok daging, ayam, dan rumput.
Anak gajah sumatera bersama induknya di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogya. Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Kondisi berbeda dialami Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Kebun binatang itu tetap stabil dan justru mampu menyumbang pakan untuk Semarang Zoo, Kebun Binatang Cikembulan Garut, dan Medan Zoo.
“Mereka (kebun binatang di Semarang, Garut, dan Medan) kirim surat ke kami. Mereka butuhnya apa, kami sesuaikan dengan yang ada di kami,” kata Kepala Bagian Humas Kebun Binatang Gembira Loka, Eros Yan Renanda, kepada kumparan, Selasa (5/5).
“Prinsip kami sesama lembaga konservasi di Indonesia itu jangan (bersama) pas senangnya tok. Pas susahnya (juga) kalau bisa saling membantulah,” imbuh Eros.
Tentu, Kebun Binatang Gembira Loka pun melakukan penyesuaian di masa pandemi ini. Mereka mengurangi porsi pakan satwa sebanyak 10 persen. Sebagian pakan mereka produksi sendiri, semisal dengan beternak tikus putih untuk pakan reptil.
Dengan skenario tersebut, manajemen Gembira Loka menyebut mereka dapat bertahan setidaknya enam bulan ke depan.
“Enam bulan masih mampu. Lebih dari enam bulan? Kami berharap (pandemi) jangan terlalu lamalah,” ujar Eros.
Selama ini Gembira Loka mencukupi kebutuhan operasional dengan mengandalkan penjualan tiket masuk ke pengunjung. Mereka tak bergantung kepada pemerintah daerah. Di tengah wabah corona sekarang pun, menurut Eros, belum ada bantuan dari pemda.
Petugas memberikan makan harimau benggala di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Mengutip dari Sebijak Institute Fakultas Kehutanan UGM, Ketua PKBSI Rahmat Shah mengatakan pandemi corona membuat sekitar 60 kebun binatang dalam kondisi mati suri. Sebab, biaya operasional mereka selama ini 84,21 persen berasal dari penjualan tiket masuk, tiket permainan, restoran, parkir, dan suvenir.
PKBSI kemudian melakukan survei internal pada April 2020 untuk mencari tahu tingkat ketahanan dan kemampuan kebun binatang. Hasilnya, untuk ketahanan pakan, 92,11 persen kebun binatang dapat bertahan kurang dari satu bulan; 5,26 persen dalam kurun waktu satu sampai tiga bulan; dan sisanya tiga bulan.
Sementara untuk biaya operasional yang mencakup pakan, pekerja, dan obat-obatan, 23,68 persen kebun binatang dapat bertahan kurang dari satu bulan; 34,21 persen satu hingga bulan; dan 18,42 persen lebih dari tiga bulan.
Situasi genting ini kemudian membuat PKBSI meminta bantuan kepada pemerintah, di antaranya berupa insentif pembebasan pajak tahun 2020/2021 dan bantuan pendanaan untuk penyediaan pakan satwa.
Namun, surat yang dikirim Sekjen PKBSI Tony Sumampau pada 22 April kepada Presiden Jokowi terkait permohonan bantuan itu, belum berbalas.
Sebulan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menjanjikan bantuan kepada PKBSI. Bantuan tersebut berupa biaya pakan dan surat kepada Kementerian Keuangan untuk keringanan pajak.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman KLHK Indra Exploitasia mengatakan telah berkirim surat ke beberapa kementerian terkait. Menurutnya, surat tersebut kini tengah dibahas di tingkat Kementerian Koordinator Perekonomian.
“Surat Ibu Menteri (KLHK dikirim) ke Menko Perekonomian, Menkeu, dan Mendagri terkait permohonan relaksasi pajak yang dimohon PKBSI,” kata Indra kepada kumparan, Kamis (7/5).
Relaksasi pajak itu melingkupi pajak yang disetorkan ke pemerintah daerah seperti pajak hiburan, pajak hotel dan restoran, pajak parkir, dan pajak reklame. Selain itu, juga pajak yang disetorkan ke Kemenkeu.
Prof. Hadi Alikodra. Foto: Dok. WWF Indonesia
Pengamat satwa liar Institut Pertanian Bogor, Profesor Hadi Alikodra, mencermati tindakan manajemen kebun binatang yang dapat “mengancam” kesejahteraan satwa di masa pandemi ini, bila dilakukan dalam jangka panjang.
Mengurangi dan mengkombinasi pakan satwa dari yang semestinya, misal, akan mempengaruhi asupan nutrisi bagi satwa. Ketika nutrisi berkurang, binatang biasanya menjadi stres. Saat itulah satwa akan terlihat lebih pasif, seperti yang sekarang terlihat pada harimau-harimau di Semarang Zoo.
Pengurangan pekerja juga akan berdampak pada menurunnya kualitas perawatan, dan dengan demikian juga perlindungan satwa.
Ketiadaan pemasukan, menurut Prof Alikodra, sebetulnya tak bisa jadi alasan untuk mengubah standar perawatan satwa. Terlebih, bila manajemen kebun binatang telah dikelola dengan baik sebelum masa pandemi.
“Okelah tiga bulan rugi, tapi kan (sudah) untung sekian tahun. Itu ke mana?” tanya Alikodra.
Menurutnya, kebun binatang “lebih mengutamakan ekonomi daripada manajemen.”
Ia beranggapan, PKBSI bertanggung jawab menyelamatkan beberapa kebun binatang yang mulai kolaps, dengan mendorong subsidi silang antara kebun binatang yang punya kelebihan cadangan dana seperti Taman Safari, dengan kebun binatang yang kekurangan seperti di Bandung dan Semarang.
Sekjen PKBSI Tony Sumampau mengakui sistem pengelolaan kebun binatang tidaklah stabil. Selama ini sistem itu mengikuti pergantian pimpinan daerah masing-masing. Artinya, ketika terjadi pergantian kepala daerah, maka kepala kebun binatang otomatis akan diganti.
“Maunya kan pengelolaan kebun binatang jangan ganti-ganti tangan, sehingga pengelola paham tentang satwanya, kebutuhannya, dan lain-lain. Itu yang kami alami,” kata Tony.
Walau begitu, ia menyebut PKBSI telah memberlakukan rencana tanggap darurat di masa pandemi mengikuti standar internasional, yaitu selama tiga sampai empat bulan.
Namun, rentang waktu tersebut tak dipersiapkan lebih panjang lagi, sebab cadangan dana mereka tak banyak. PKBSI baru bisa agak lega bila bantuan dari pemerintah turun.
Kbun binatang di Bali. Foto: Dok. BKSA Bali
Kritik terhadap pengelolaan kebun binatang juga datang Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI) Singky Soewadji. Dalam laman Facebook-nya, ia menyebut lembaga konservasi di Indonesia lebih berorientasi pada profit.
Singky menyarankan, jika pahit-pahitnya kebun binatang sudah tak mampu bertahan lagi sehingga terpaksa ditutup, satwa-satwa yang dipelihara dikembalikan ke KLHK.
“(Kebun binatang) yang teriak merasa tidak sanggup, cabut izinnya, tarik satwanya, bagikan ke lembaga konservasi lain yang sanggup,” usul Singky.
Ia juga menyinggung opsi melepasliarkan satwa peliharaan kebun binatang yang tak mampu bertahan melewati masa pandemi. Opsi ini dirasa masuk akal karena KLHK saat ini tengah getol melepasliarkan satwa.
“Ini momen yang tepat, sekalian seleksi alam mengurangi overload keberadaan kebun binatang atau lembaga konservasi abal-abal di republik ini,” tutup Singky.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
Yuk, bantu donasi untuk atasi dampak corona.