Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Melihat Manusia Gerobak Lebih Dekat di Ibu Kota
6 Juni 2018 3:57 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sempat mengeluhkan adanya fenomena manusia gerobak yang mudah ditemui di bulan Ramadhan di Jakarta. Biasanya, menjelang Hari Raya Idul Fitri, kehadiran mereka semakin banyak.
ADVERTISEMENT
kumparan mencoba menemui beberapa manusia gerobak di beberapa titik, mulai dari kolong Fly Over Pasar Rebo, Condet, Jatinegara, hingga Tanjung Barat Lama, Jakarta Selatan.
Pantauan kumparan menunjukkan, para manusia gerobak ini tidak menampakkan diri saat siang hari. Meskipun terlihat beberapa gerobak di tepi jalan, tidak terlihat si empunya gerobak.
Seusai magrib, beberapa manusia gerobak memunculkan diri. Beberapa dari mereka memang pemulung murni, yang mencari barang untuk dijual ke pengepul. Salah satu contohnya adalah Yanti, Perempuan berusia 35 tahun ini pergi memulung bersama anak pertamanya, Febrilla, yang masih berusia 5,5 tahun.
“Ya beginilah hidup kami, saya tidak pernah ngemis, saya mengambil saja apa yang tersisa dari sampah kemudian saya jual,” ucapnya, Selasa (5/6).
ADVERTISEMENT
Yanti ditemui saat sedang memulung di sepanjang jalan Condet, Jakarta Timur. Dalam seminggu, ia bisa mendapatkan Rp 200 ribu dari hasil memulungnya. Ia memulung dari pukul 18.00 WIB hingga menjelang sahur.
“Kalau sepi ya bisa Rp 100 ribu saja,” akunya.
Dia membeberkan alasan mengapa ia mengajak putrinya memulung. Menurutnya kehadiran putrinya akan membantunya mengusir sepi.
“Sudah dari kecil saya ajak muter, dia enggak pernah rewel, dan sudah tahu kalau muter berarti lagi kerja,” kata Yanti.
Yanti mengaku sudah mengetahui tentang keluhan Sandi soal fenomena manusia gerobak yang meresahkan. Namun, Yanti memastikan, selama ini, ia tak pernah meminta-minta kepada siapa pun.
“Pak, manusia gerobak itu ada banyak macamnya. Kalau saya tidak pernah meminta uang. Ada yang memulung, ada yang berpura-pura,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Setelah bertemu dengan Yanti, kumparan juga menemui salah seorang pemulung lain, Sofyan (52). Dia merupakan warga Brebes, Jawa Tengah, yang merantau ke Jakarta hanya untuk memulung.
Ia mengaku tergiur dengan ajakan teman sekampungnya, yang mengatakan Jakarta akan ramai di bulan Ramadhan. Namun, memulung bukan tujuan utama Sofyan. Ia mengemis dengan kedok pemulung.
“Ya bawa-bawa gerobaklah, sekalian mulung, dan sekalian minta-minta. Paling sehari dapat Rp 200 ribu di kompleks warga,” ujarnya, ketika ditemui di Jalan Tanjung Barat Lama, Jakarta Selatan.
Sofyan merantau ke Jakarta bersama istrinya, Narsinah (50), dan dua orang anaknya, Dewi Sartika (8) dan Meli Safitri (15). Ia dan keluarganya baru 4 hari berada di Jakarta. Ia mengaku, ia adalah manusia gerobak musiman yang hanya datang ke Jakarta saat bulan puasa dan jelang Lebaran.
“Saya cuma musiman di sini. Siang hari kami berada di lapak, di bawah kolong Jalan Raya Pasar Minggu, dan bisa habis uang Rp 50 ribu, untuk rokok saya saja sudah Rp 20 ribu, jadi ya bisa habis sehari Rp 100 ribu sampai malam,” ucap Sofyan.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa memulung, Sofyan menyewa gerobak dari pengepul dengan biaya Rp 20 ribu per hari. Ia pun hanya memulung ala kadarnya. Saat kumparan melihat ke dalam gerobaknya, hanya terdapat beberapa kantung plastik saja. Berbeda dengan gerobak milik Yanti, pemulung betulan, yang dipenuhi botol bekas ataupun kardus.
Sofyan mengaku, ia memilih bekerja di malam hari untuk menghindari Satpol PP. Sebab, Satpol PP kerap melakukan razia pada siang hari.
“Kalo siang banyak aparat, nanti bisa diciduk. Makanya malam hari sampai subuh, siang kami tidur di bawah Pasar Buah di Pasar Minggu,” tutur Sofyan.
Sofyan juga menjelaskan, di Brebes, ia bekerja sebagai penjala ikan. Sedangkan Narsinah bekerja sebagai buruh tani. Ajakan rekan-rekanya sekampung untuk mengemis di Jakarta membuatnya tergiur merantau.
ADVERTISEMENT
“Saya juga utang sana-sini di kampung untuk mulung di Jakarta, nanti saya pulang ya abis uang keuntungan saya jika gitu,” ucap Sofyan.
Sofyan berencana baru kembali ke Brebes usai Lebaran. Namun ia merasa semestinya Pemprov DKI tak mempermasalahkan apa yang dikerjakannya. Menurutnya, hal yang dilakukannya bukanlah tindak kriminal.
“Saya juga enggak jadi rampok, enggak maling, hanya menadahkan tangan. Diberi syukur, enggak ya syukur,” dalihnya.
Pemprov DKI saat ini memang tengah menertibkan manusia gerobak di Jakarta. Fenomena manusia gerobak terjadi karena adanya tradisi bagi-bagi uang yang sudah sering terjadi jelang Idul Fitri. Sayangnya zakat itu, kata Sandi, sering tidak tepat sasaran.
"Manusia gerobak atau peminta-minta musiman yang terjadi di Jakarta karena secara tradisi kita suka bagi-bagi uang. Kalau mampu dia tidak akan minta-minta. Habis itu dia (peminta) naik Innova dan Fortuner berarti kan dia mampu dan tidak layak mendapatkan infak dan sedekah," ucap dia.
ADVERTISEMENT