Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
ADVERTISEMENT
Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY ) adalah dua jenderal yang kini memiliki peran strategis di kancah perpolitikan Indonesia. Bagaimana tidak, dua jenderal tersebut saat ini menjabat sebagai dua pimpinan partai besar yang digadang-gadang bersatu menantang petahana di Pemilu 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT
Bila menilik dari sejarah, keduanya punya kesamaan: Punya karier cemerlang di militer. Selain itu, keduanya pun kini tengah hangat jadi perbincangan publik.
Perjalanan Karier Prabowo
Prabowo Subianto mengawali karier militernya pada tahun 1969 dengan mendaftar di Akademi Militer Magelang. Ia lulus pada tahun 1974 dan mengawali kiprah militernya di TNI Angkatan Darat, khususnya Kopassus. Dua tahun setelah lulus, yakni pada 1976 ia didaulat menjadi Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (sekarang disebut Kopassus). Setahun setelahnya, ia diangkat menjadi Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha.
Setelah tujuh tahun menjadi Komandan Kompi, Prabowo mendapat amanah menjadi Wakil Komandan Detasemen-81 Kopassus. Dari posisi ini, karier Prabowo semakin melejit.
Pada 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teror (Gultor) Kopassus. Setelahnya, pada 1985 ia diangkat menjadi Wakil Komandan Bayalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad hingga pada 1987 ia diangkat sebagai kepalanya.
Setelah itu, ia dipercaya menempati posisi Komandan Batalyon (Danyon) 32/Apta Sandhi Prayuda Utama, Grup 3/Sandhi Yudha, Kopassus 1993. Di posisi tersebut, Prabowo memiliki tugas untuk menjalankan peran rahasia 'Clandestine Operation'.
ADVERTISEMENT
Pada 1995, Prabowo diamanahi tugas sebagai Komandan Kopassus. Puncaknya ia dipromosikan menjadi Komandan Jenderal Kopassus, dan setelahnya, ia bertugas menjadi Panglima Kostrad selama dua bulan sampai kejatuhan Presiden Soeharto pada Mei 1998.
Lepas dari militer, Prabowo memutuskan untuk masuk dunia politik. Pada 2004, ia mengikuti proses seleksi konvensi capres dari partai Golkar. Namun, di putaran akhir proses konvensi, Prabowo kalah suara dari Wiranto. Kesempatannya untuk bertarung di Pilpres 2004 pun kandas.
Namun, Prabowo tidak menyerah. Pada 2008, Prabowo bersama dengan adiknya Hashim Djojohadikusumo dan beberapa tokoh lainnya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya. Akhirnya, Prabowo terdaftar sebagai kontestan di Pemilu Presiden 2009. Kala itu, ia bertarung dengan posisi sebagai cawapres dari Megawati Soekarno Putri.
ADVERTISEMENT
Di pemilu tersebutlah, ia bertarung dengan seniornya di militer, yakni SBY .
Perjalanan Karier SBY
Tidak beda jauh dengan Prabowo, SBY pun memulai kariernya dari militer. Pria kelahiran 1949 ini merupakan lulusan terbaik AKABRI 1973. Karier militernya dimulai dengan menjadi Komandan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad pada 1974.
Selama berkarier, SBY dikenal sebagai pembelajar. Terhitung beberapa kali SBY melanjutkan pendidikan militernya di luar negeri. Sebut saja di Airborne School dan US Army Ranger, American Language Course, Amerika Serikat. Selain itu, dalam kurun waktu 1981-1984 SBY kembali mencicipi pendidikan kemiliteran di luar negeri.
Kecintaannya terhadap pendidikan kembali ia tunjukkan dengan meniti karier di Sekolah Pelatihan Infanteri hingga tahun 1985. Namun posisi tersebut hanya bertahan satu tahun karena pada 1986, ia dipercaya menjabat sebagai Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana.
Pada 1988 ia didaulat menjadi Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana, setelahnya ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat. Tidak berhenti di situ, ia melanjutkan pendidikan ke US Command and General Staff College, Kansas AS pada 1991.
ADVERTISEMENT
Dari tahun tersebut, karier SBY semakin melejit, hingga pada 1997 ia diangkat sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI dengan pangkat Letnan Jenderal.
Karier politik SBY dimulai saat pada 1999 dia dipilih sebagai Menteri Pertambangan dan Energi. Kemudian, pada 2001, ia dilantik menjadi Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam).
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan DPR. Saat itu, Gus Dur mengeluarkan sebuah pernyataan yang kontroversial untuk membubarkan DPR. Namun, banyak pihak yang menentang. Selepas itu, jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan terhadap SBY, tidak pernah ia terima.
Setelah adanya pergantian kekuasaan dari Gus Dur kepada Megawati, SBY kembali dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 2001.
ADVERTISEMENT
Namun, jabatan tersebut ditanggalkannya pada 11 Maret 2004. Dengan partai besutannya, Demokrat yang berkoalisi dengan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan Partai Bulan Bintang, SBY melesat ke puncak dengan mengikuti pagelaran pilpres 2004.
Pada pemilu tersebut, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhasil keluar sebagai pemenang.
Pilpres 2009: Pertarungan SBY dan Prabowo di Kancah Nasional
Pagelaran Pilpres 2009 mempertemukan SBY dengan Prabowo, abang dan adik di militer yang bertarung perebutkan pucuk kepemimpinan. Namun, mereka bertarung di posisi yang berbeda. SBY hadir sebagai petahana di posisi capres, sedangkan Prabowo datang sebagai penantang untuk posisi cawapres.
Selain mereka berdua, di tahun tersebut, ada total 3 pasang calon yang berkontestasi. SBY-Boediono ditantang oleh Jusuf Kalla-Wiranto dan Megawati-Prabowo.
ADVERTISEMENT
Ketiganya bertarung dengan sengit. Namun, pertarungan tersebut hanya berjalan satu putaran saja. SBY-Boediono keluar sebagai pemenang dengan meraup 73.874.562 atau 60,80 persen suara, mengalahkan para pesaingnya yakni Megawati-Prabowo dengan 26,79 persen suara, dan JK-Wiranto yang hanya dapatkan 12.41 persen suara.
Lawan Menjadi Kawan
Boleh saja pada 2009, SBY dan Prabowo menjadi lawan. Namun untuk 2019 nanti, mereka akan menjadi kawan. Setidaknya, akhir-akhir ini, sinyal itu yang diterima oleh publik.
Pantas saja demikian, dilihat dari intensnya pertemuan antara keduanya, nampaknya mereka akan berada dalam satu kapal untuk menantang petahana. Sebut saja pada pertemuan pada Selasa (24/7) malam, di mana keduanya melakukan pertemuan tertutup selama 1,5 jam.
Selepas pertemuan, dalam pernyataannya kepada awak media, SBY mengatakan bahwa salah satu poin pertemuan itu adalah membahas tentang penjajakan koalisi Demokrat dengan Gerindra di 2019. SBY pun mengeluarkan sinyal, bahwa khans terbentuknya koalisi di antara keduanya sangat terbuka lebar.
ADVERTISEMENT
“Saya harus mengatakan jalan untuk membangun koalisi ini terbuka lebar. Apalagi setelah kami berdua sepakat atas apa yang akan menjadi persoalan bangsa dalam 5 tahun ke depan,” kata SBY.
Di pertemuan keduanya yang dihelat pada Senin (30/7), sinyal tersebut terbukti. SBY mengatakan bahwa Partai Demokrat akan mendukung penuh Prabowo di Pilpres 2019 dengan berusaha mendulang suara untuknya.
"Saya pemimpin Demokrat menyerahkan kepada Pak Prabowo, yang penting rakyat memberi dukungan yang kuat, dan diyakini pemerintah akan datang bisa mengemban tugas," Kata SBY .