Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Mendikdasmen Bahas Program Wajib Belajar 13 Tahun di DPR, Apa Itu?
6 November 2024 10:19 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyinggung program Wajib Belajar 13 Tahun dalam rapat dengan Komisi X DPR, Rabu (6/11). Ia mengungkap 2 misi terkait hal ini.
ADVERTISEMENT
"Program kedua Wajib Belajar 13 tahun dan pemerataan kesempatan pendidikan," kata Mu'ti dalam paparannya.
Soal ini, dua program besar yang dimaksud adalah afirmasi pendidikan dan Relawan Mengajar. Bila selama ini program wajib belajar SD-SMA dan setingkat, satu tahun lagi dimulai dari tingkat TK atau sederajat.
"Kami akan ada dua program besar yaitu afirmasi pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam bentuk rumah belajar, pendidikan anak usia dini, pendidikan jarak jauh, dan lain-lain," kata dia.
"Kemudian kami juga mencoba memfasilitasi relawan mengajar," imbuhnya.
Percepatan Wajib Belajar 13 tahun ini merupakan salah satu dari tujuh arah kebijakan pemerintah Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 yang tertuang dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 yang diluncurkan Bappenas minggu lalu.
Percepatan Wajib Belajar 13 tahun yang dicanangkan pemerintah itu bertujuan untuk memenuhi indikator tingkat penyelesaian pendidikan jenjang SMA/SMK/MA/yang sederajat mencapai 75,33 persen di tahun 2045 yang pada tahun 2023 lalu baru mencapai 66,79 persen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, juga bertujuan agar rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 12 tahun dan harapan lama sekolah (HLS) 14,8 tahun. Data Kemendikbudristek, tahun 2023 ini, RLS baru mencapai 9,13 tahun dan HLS 13,32 tahun.
Peta Jalan Pendidikan Indonesia itu menyebutkan, melalui Peningkatan APK, RLS dan HLS tersebut diharapkan kualifikasi SDM Indonesia di tahun 2045 yang lulusan SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 45,55 persen, dimana pada tahun 2022 lalu baru mencapai 29,97 persen.