Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Mengenal Apa Itu Konklaf, Memilih Siapa yang Jadi Paus Berikutnya
21 April 2025 16:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Duka mendalam dirasakan umat Katolik seluruh dunia dengan meninggalnya Paus Fransiskus. Namun, meninggalnya Paus Fransiskus tak hanya menimbulkan duka tapi juga pertanyaan: siapa yang akan menggantikan tugas kepausan?
ADVERTISEMENT
Untuk memilih siapa yang akan menjadi Paus berikutnya, ada satu prosedur yang harus dilakukan. Prosedur itu adalah Konklaf.
Tradisi Konklaf sudah berjalan selama 8 abad dan menjadi salah satu kegiatan penting untuk menentukan pemimpin Katolik Roma dan dunia. Istilah Konklaf pertama kali digunakan Paus Gregorius X pada 1274.
Konkalf biasanya dimulai antara 15 sampai 20 hari setelah meninggalnya Paus. Penetapan waktu Konklaf ditetapkan pada abad pertengahan karena butuh perjalanan berminggu-minggu ke Roma.
Meski waktu perjalanan kini tak lagi jadi masalah, namun batas waktu itu tetap berlaku jadi landasan, memberikan kesempatan bagi para Kardinal untuk bertukar pikiran mengenai keadaan gereja dan tentang para calon pengganti Paus.
Periode itu berakhir dengan misa Pro Eligendo Papa yang dihadiri oleh semua Kardinal dari seluruh dunia di Basilika Santo Petrus. Misa ini juga penanda dimulainya Konklaf.
ADVERTISEMENT
Selama Konklaf, para Kardinal akan ditempatkan di Kapela Sistina untuk memilih Paus yang baru. Selama Konklaf, Kardinal didampingi paling banyak dua asisten dan tidak boleh membawa alat komunikasi apa pun dan tidak boleh berkomunikasi keluar dengan siapa pun.
Setelah misa di Kapel Sistina, asisten Kardinal diminta keluarga dan kapel pun dikunci. Para Kardinal kemudian mengadakan pemilihan secara rahasia.
Syarat untuk menjadi Paus adalah laki-laki Katolik yang sudah dibaptis dan berusia lebih dari 30 tahun. Namun, syarat utamanya adalah Paus harus dipilih dari mereka yang sudah menduduki jabatan tertinggi di Gereja Katolik, yaitu Kardinal.
Menjadi Kardinal, berarti dia harus melewati tahapan hierarki gereja dari paling bawah: diakon, imam, uskup.
ADVERTISEMENT
Dibutuhkan 2/3 suara dari para Kardinal pemilih yang berumur kurang dari 80 tahun untuk memilih Paus baru. Selama pemilihan, para Kardinal akan diberikan kertas putih yang atasnya tertulis 'Eligo in summun pontificem', dan akan menulis nama Kardinal yang ingin dipilih.
Setelah diisi, para Kardinal akan membawa kertas itu untuk dimasukkan ke dalam kotak yang disediakan di depan altar. Di akhir pemilihan, kertas itu akan dibakar dengan ditambahkan bahan kimia yang akan mengeluarkan asap.
Asap putih berarti Paus baru sudah terpilih, sementara asap hitam berarti belum ada Paus yang terpilih. Asap ini terlihat jelas dari Lapangan Santo Petrus, di mana umat Katolik akan berkumpul di sana menantikan keputusan terpilihnya Paus Baru.
ADVERTISEMENT
Namun, prosesnya tak berhenti sampai di situ. Ketika seorang Kardinal terpilih menjadi Paus, dia akan ditanya terlebih dahulu apakah bersedia menerima jabatan ini. Jika jawabannya positif, dia akan ditanya nama apa yang akan digunakan selama masa kepausan.
Kemudian, Paus baru akan ditampilkan di hadapan para umat dalam sebuah prosesi yang disebut 'Habemus Papam'.
Dalam bahasa Latin, Habemus Papam berarti 'Kita memiliki Paus'. Habemus Papam akan dilakukan oleh seorang Kardinal Protodiakon dari atas Balkon di Basilika Santo Petrus di Vatikan.
Setelah pengumuman tersebut, Paus yang baru akan tampil ke depan publik dan menyampaikan sambutan pertamanya sebagai Paus, yang disebut 'Urbi et Orbi'.