Mengenal Ariful, Pengisi Pengajian Bahasa Indonesia di Masjid Nabawi

23 Agustus 2019 14:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ustaz Ariful Bahri, usai mengisi kajian Bahasa Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah. Foto: Denny Armandhanu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ustaz Ariful Bahri, usai mengisi kajian Bahasa Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah. Foto: Denny Armandhanu/kumparan
ADVERTISEMENT
Ariful Bahri diserbu jemaah haji Indonesia setelah pengajian perdana yang diampunya di Masjid Nabawi, Madinah, rampung. Sambil tersenyum, Ariful menyalami para jemaah yang datang satu per satu, cium pipi kanan-kiri, dengan gembira. Dia sedikit malu ketika jemaah minta foto bersama, tapi urung untuk menolak.
ADVERTISEMENT
"Ustaz boleh foto bersama?" kata seorang jemaah yang langsung berdiri di sampingnya, sementara kawannya mengambil foto dengan ponsel.
Pada Kamis (22/8) itu adalah pengajian berbahasa Indonesia pertama yang digelar di Masjid Nabawi setelah vakum hampir setahun lamanya. Sebelumnya, pengajian itu diampu oleh Ustaz Firanda Andirja dan Ustaz Abdullah Roy yang keduanya kini telah pulang ke Indonesia.
Suasana Kajian Bahasa Indonesia oleh Ustaz Ariful Bahri, di Masjid Nabawi, Madinah. Foto: Denny Armandhanu/kumparan
Pengajian digelar setiap hari bakda Magrib hingga azan Isya berkumandang. "Diadakan setiap hari sampai jemaah haji habis, lalu disambung lagi untuk jemaah umrah," kata Ariful ketika berbincang dengan kumparan.
Pria 31 tahun ini mengatakan, program pengajian berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi itu bertujuan untuk memberikan bekal ilmu kepada jemaah haji dan umrah. Diharapkan, jemaah pulang tidak hanya membawa oleh-oleh, tapi ilmu agama ke tanah air.
ADVERTISEMENT
"Program kajian ini adalah lanjutan dari kajian Ustaz Firanda dan Ustaz Roy, kebetulan mereka sudah tamat kuliah dan kosong hampir satu tahun," kata mahasiswa S3 Jurusan Akidah di Universitas Islam Madinah (UIM) ini.
Ustaz Ariful Bahri, saat mengisi kajian Bahasa Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah. Foto: Denny Armandhanu/kumparan
Bukan sembarang orang yang bisa mengisi pengajian di Masjid Nabawi. Sebelumnya pengelola Masjid Nabawi mengajukan permohonan kepada UIM untuk mencarikan mahasiswa S3 untuk mengisi kajian berbahasa Indonesia. Lantas, kampus memilih mahasiswa yang dianggap layak melakukannya.
Ariful mengatakan, salah satu yang dilihat dalam pemilihan itu adalah nilai mahasiswa yang baik. Kemudian kampus mengajukan namanya ke pihak Masjid Nabawi. Tapi prosesnya tidak berhenti sampai di situ, ada ujiannya.
"Lalu diadakan pertemuan dengan syeikh-syeikh kibar (besar) di sini. Diadaptasi lagi, dites, ditanya-tanya," kata Ariful.
Ustaz Ariful Bahri (kanan), usai mengisi kajian Bahasa Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah. Foto: Denny Armandhanu/kumparan
Ketika ditanya bagaimana dia bisa terpilih, Ariful mengatakan, "Saya bukan yang terbaik, biasa-biasa saja, ini semua taufik dari Allah."
ADVERTISEMENT
Ariful pertama kali datang ke Madinah untuk kuliah S1 di UIM pada 2007. Ketika itu ada 52 santri dari Indonesia yang terpilih mendapat beasiswa UIM. Ariful, lulusan pesantren Anshorussunnah, adalah satu dari dua santri terpilih dari Riau.
"Setiap tahun UIM memberi beasiswa bagi 192 negara, terbanyak dari Indonesia dan Nigeria," kata dia.
Suasana jemaah yang mengikuti kajian Bahasa Indonesia oleh Ustad Ariful Bahri, di Masjid Nabawi, Madinah. Foto: Denny Armandhanu/kumparan
Tinggal 12 tahun di Saudi sebagai mahasiswa, Ariful mengaku gembira. Dia juga memboyong istri dan kedua anaknya yang berusia 5 tahun dan 3 bulan. Dia mengatakan, pemerintah dan masyarakat Saudi sangat dermawan dalam memberikan hadiah kepada mahasiswa Indonesia.
"Kurban kemarin kami mendapat kambing dua ekor. Karena tidak mungkin habis, kami bagi ke tetangga," kata Ariful.
Dia mengimbau santri Indonesia untuk mencari informasi di internet jika ingin mendapat beasiswa di UIM. Selain itu, para santri juga harus mempersiapkan diri dengan baik karena persaingan semakin ketat.
ADVERTISEMENT
Biasanya, kata dia, UIM mengutamakan santri dari daerah-daerah minim pengajaran Islam di Indonesia, seperti Papua.
Namun syarat wajib untuk mendapatkan beasiswa itu adalah hafal Al-Quran dan pandai bahasa Arab. "Tapi semua intinya adalah dari Allah," kata Ariful.