Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Mengenal Kesultanan Sulu yang Pewarisnya Sengketa Lawan Malaysia
21 Juli 2022 13:03 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Disadur dari Financial Times, kasus tersebut berpusat pada klaim atas Negara Bagian Sabah. Delapan penggugat mengaku sebagai keturunan Sultan Sulu, Jamalul Kiram II.
Selama berabad-abad, Kesultanan Sulu memerintah wilayah yang kini merupakan Malaysia dan Filipina. Sultan terakhirnya kemudian meninggal tanpa meninggalkan ahli waris pada 1936.
Namun, sejumlah warga Filipina telah mengaku sebagai keturunan Jamalul Kiram II. Mereka lantas meminta kompensasi atas perjanjian sewa tanah antara nenek moyangnya dengan perusahaan perdagangan Inggris pada 1878.
Kesultanan Sulu menandatangani perjanjian itu sebelum sumber daya alam melimpah ditemukan di Sabah. Sejak mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris pada 1963, Malaysia mewarisi perjanjian tersebut.
Pemerintah Malaysia telah mengirimkan tunjangan tahunan sebesar RM 5.300 (Rp 17,8 juta). Tetapi, pembayaran itu kemudian terhenti setelah serangan oleh orang yang mengaku sebagai ahli waris pada 2013.
ADVERTISEMENT
Kedelapan keturunan itu tidak terlibat dalam pertempuran tersebut. Mereka lantas menempuh jalur hukum selama bertahun-tahun.
Pada Februari 2022, Pengadilan Prancis mendukung klaim para ahli waris. Pihaknya memutuskan, Malaysia telah mengingkari perjanjian sewa. Sehingga, Malaysia harus menyerahkan RM 62.59 (Rp 210 triliun) sebagai kompensasi.
Selama penangguhan sambil menunggu banding, Malaysia tidak membayarkan kompensasi tersebut. Alhasil, para penggugat menyita aset negara di Luksemburg.
Tindakan itu menjadi pukulan hebat terhadap Malaysia yang sedang berjuang untuk memulihkan ekonomi pasca-pandemi.
Ancaman yang melanda tak hanya datang dari prospek penyitaan aset-aset lainnya. Kasus itu juga telah menghidupkan kembali persengketaan atas Sabah.
Malaysia telah berupaya menangkis klaim-klaim atas wilayah berukuran sekitar 74.000 km persegi dengan populasi hampir 4 juta orang tersebut.
ADVERTISEMENT
Filipina memiliki klaim sejarah pula atas Sabah. Politikus-politikus negara itu kerap menyinggung kembali klaim mereka. Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., juga menegaskan klaim tersebut.
Kesultanan Sulu
Kesultanan Sulu yang jadi pusat dari sengketa, didirikan pada 17 November 1405 oleh seorang ulama dan penjelajah kelahiran Johor, Sharif ul-Hashim. Pemerintahan Muslim itu pernah menguasai Laut Sulu di Filipina Selatan.
Selama masa gemilangnya, Kesultanan Sulu memperluas wilayahnya dari Mindanao hingga ke Sabah. Kesultanan itu juga mencakup wilayah di timur laut Kalimantan.
Pada 1703, Kesultanan Brunei menganugerahkan bagian timur Sabah kepada Kesultanan Sulu atas bantuan mereka menumpas pemberontakan di Brunei.
Kesultanan Sulu kemudian menganugerahkan Pulau Palawan kepada Kesultanan Maguindanao sebelum diserahkan kepada Spanyol.
Kesultanan Sulu dikenal atas kekuatan pasukan lautnya. Kesultanan itu meluncurkan 'Serangan Moro' atau pembajakan terhadap pemukiman Spanyol.
ADVERTISEMENT
Pada abad ke-18, bajak laut Sulu telah menjadi penguasa Laut Sulu. Kekuatan maritim Kesultanan Sulu mencapai puncaknya sekitar akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18.
Ekspedisi pada 1848 kemudian mengakhiri serangan bajak laut Moro. Sementara itu, kekuatan politik kesultanan menyusut pada Maret 1915.
Kala itu, Sultan Sulu melepaskan seluruh kekuasaan politiknya atas wilayah Filpina. Pada 1962, Filipina mengatakan bahwa Presiden saat itu Diosdado Macapagal merupakan keturunan Kesultanan Sulu.
Sejak kematian Mohammad Mahakuttah Kiram pada 1986, Filipina kemudian tidak pernah memberikan pengakuan resmi terhadap sultan lain.
Filipina kemudian mengeklaim Sabah menggunakan warisan Kesultanan Sulu. Pihaknya mengatakan, Sabah hanya disewakan kepada perusahaan Inggris, British North Borneo.
Filipina beralasan, kedaulatan kesultanan itu tidak pernah dilepaskan. Malaysia tidak mempermasalahkan perselisihan itu. Sebab, pihaknya tidak pernah menganggap perjanjian sewa itu sebagai kesepakatan penyerahan.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Malaysia menganggap, penduduknya telah menentukan nasib sendiri ketika mereka bergabung untuk membentuk negara itu pada 1963.
Pemerintah Filipina lalu mengabarkan pada 1963, Sultan Sulu menginginkan pembayaran kompensasi dari pemerintah Malaysia.
Sejak itu, Kedutaan Besar Malaysia di Filipina memberikan tunjangan tahunan kepada ahli waris Sultan Sulu. Namun, pembayaran itu terhenti akibat upaya invasi pada 2013.
Malaysia memandangnya sebagai tindakan pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian sebelumnya. Kini, para ahli waris itu sedang berupaya mendapatkan kembali kompensasi mereka melalui jalur hukum.