Mengenal "Zen", Rahasia di Balik Batu Bertumpuk Seimbang

5 Februari 2018 15:02 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rock balancing. (Foto: Instagram @rocksportrait)
zoom-in-whitePerbesar
Rock balancing. (Foto: Instagram @rocksportrait)
ADVERTISEMENT
Beberapa batu bisa tersusun dengan seimbang meski memiliki bentuk dan ukuran yang tak sama. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Nyatanya di sebuah sungai di Cibojong, Cidahu, Sukabumi, 99 batu berukuran berbeda bisa bertumpuk dengan rapinya beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, batu-batu yang rapi bertumpuk itu kini sudah dibongkar. Tetapi, bila ditelusuri lebih lanjut, perihal batu bertumpuk bukanlah fenomena yang terjadi baru-baru ini. Di dunia, banyak seniman yang menggeluti bidang ini dan menamai keseniannya dengan nama Rock Balancing. Sebut saja Michael Grab dan Kokei Mikuni.
Ragam Rock Balancing di dunia (Foto: Instagram @gravityglue)
zoom-in-whitePerbesar
Ragam Rock Balancing di dunia (Foto: Instagram @gravityglue)
Menyoal Rock Balancing, ada sebuah unsur yang digunakan dalam penyusunan bebatuan, yaitu zen. Namanya memang sedikit asing di telinga masyarakat awam, tapi begitu populer di kalangan mereka yang aktif bermeditasi atau beryoga.
Sementara, zen menjadi hal perlu diketahui bila seseorang ingin mengenal Rock Balancing lebih dalam.
Zen merupakan kata dalam bahasa Jepang yang menjadi salah satu aliran Budha Mahayana. Bermula dari China, Zen diperkenalkan di Jepang pada abad ke-12. Selanjutnya zen memiliki sebuah pengaruh kultural yang begitu besar di masyarakat Jepang.
ADVERTISEMENT
Zen adalah sebuah keadaan ketika manusia terbebas dari gangguan. Saat itu, manusia sedang berada dalam kondisi tenang. Hal itu terjadi karena manusia melepaskan tekanan yang terjadi di sekitarnya. Manusia hanya fokus pada satu hal sehingga bisa merasakan kedamaian. Ketika kedamaian itu dirasa, maka manusia akan mengirimkan energi positif.
Seperti halnya meditasi, selama menyusun batu pikiran manusia haruslah fokus dan tenang. Manusia harus mengosongkan pikiran supaya batu tersebut bisa tersusun sempurna. Manusia akan fokus mencari cara bagaimana batu tersebut tidak runtuh dalam sekejap.
Selain itu, zen juga memiliki sebuah filofosi tentang impermanence (ketidakkekalan), yaitu dunia ini adalah fana. Meskipun manusia sadar batu-batu tersebut nantinya juga akan jatuh, fokus masihlah menjadi kewajiban. Saat menyusun batu manusia diingatkan, tidak ada yang abadi dan menyusun batu hanyalah niatan untuk meninggalkan jejak.
ADVERTISEMENT
Ketika manusia menyusun batu dan dalam keadaan zen, ia akan menjadi satu dengan alam. Ia menjadi tahu batu mana saja yang cocok ditumpuk. Oleh karena itu, bukan menjadi hal yang mengherankan bila banyak batu dapat disusun menjulang dengan indah meskipun berbeda ukuran, massa, dan bentuk.
Selain sebagai perwujudan seni, menyusun batu memiliki fungsi lain, seperti menjadi petunjuk jalan. Itu artinya, sebagai manusia bisa membantu sesamanya dan mengirimkan energi positif layaknya prinsip zen.
Rock Balancing (Foto: Instagram @gravityglue)
zoom-in-whitePerbesar
Rock Balancing (Foto: Instagram @gravityglue)
Sementara itu, di Indonesia sendiri, komunitas Balancing Art Indonesia mengaku jarang menggunakan teknik zen.
"Zen jarang sih. Zen itu teknik dasar untuk meditasi yang biasa terdapat di tempat-tempat yoga," ungkap Suryadi, pendiri Balancing Art Indonesia kepada kumparan (kumparan.com), Minggu (4/2).
ADVERTISEMENT
Jenis-jenis zen Zen sendiri memiliki beberapa jenis. Bukan sebagai sebuah hierarki, tapi dibedakan sesuai dengan kondisi pikiran manusia. Berikut jenis-jenis zen dikutip dari Road to Epic.
1. Shoshin
Shosin berarti "Pikiran Pemula". Jenis ini ditandai dengan sikap keinginan dan keterbukaan saat memulai usaha. Saat berada dalam kondisi shosin, manusia harus merasa antusias, kreatif, dan optimis. Manusia harus berpikir kapan siap untuk memulai sesuatu yang baru. Manusia bersemangat dan siap melakukannya karena tahu hal ini akan menjadi sesuatu yang hebat.
2. Fudoushin
Fudoushin memiliki arti "Pikiran yang Tidak Tergoyahkan". Jenis ini ditandai dengan sebuah tekad teguh dan kontrol mutlak atas diri sendiri.
3. Mushin
Mushin berarti "Tanpa Pikiran". Jenis ini ditandai dengan sebuah pikiran yang kosong dari semua hal dan sesuatu yang muncul pada momen itu. Sebuah pikiran dalam jenis mushin bebas dari kekhawatiran, kemarahan, egoisme, ketakutan, atau emosi yang lain.
ADVERTISEMENT
4. Zanshin
Zanshin dapat diartikan sebagai "Sisa Pikiran". Dalam hal ini manusia sadar terhadap diri dan lingkungan serta fokus tentang apa yang ia lakukan saat itu. Pikiran manusia tidak dibiarkan menyesali masa lalu ataupun khawatir soal apa yang belum terjadi.
Sebelumnya, fenomena bertumpuk di sebuah sungai di Sukabumi menghebohkan masyarakat lantaran merupakan fenomena yang tak lazim sehingga dikaitkan dengan hal-hal mistis.
Menanggapi hal tersebut, Balancing Art Indonesia menyebut karya seni yang ada di Sukabumi bukanlah hal mistis, tapi buatan anggotanya yang berasal dari daerah tersebut. Semua dilakukan bertepatan dengan momen gerhana bulan tempo hari lalu. Tidak ada unsur membuat kehebohan bahkan menciptakan sebuah mitos. Semua hanya karya seni.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan, Suryadi mengungkapkan adanya anggapan mistis dari masyarakat karena sosialisasi dari komunitasnya belum begitu luas.
"Kalau dari kita sebenarnya mungkin sosialisasi kita kurang luas. Jadi ada beberapa daerah yang belum terjangkau dari sosialisasi kita. Sebenarnya kita ada di Instagram, di Facebook, dan di media-media lain," kata Suryadi melalui sambungan telepon, Minggu (04/02).