Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sabtu kemarin (29/4) menjadi akhir pekan yang berbeda bagi saya. Hari itu saya berencana mewawancarai Siti Hardiyanti Rukmana atau yang kerap disapa Mbak Tutut, putri sulung keluarga Cendana --keluarga penguasa era Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Secarik kertas berisi pertanyaan terkait haul Ibu Tien Soeharto yang jatuh sehari sebelumnya, Jumat (28/4), telah saya siapkan sejak semalam.
Sesuai kesepakatan, saya dan Syarifah Sa’diyah rekan videografer dari kumparan (kumparan.com), menemui Mbak Tutut di Days Hotel and Suites Jakarta Airport, Tangerang.
Lokasi hotel itu tak terletak di pusat kota, melainkan di tengah tanah lapang yang jauh dari hiruk-pikuk. Usut punya usut, salah seorang sumber mengatakan bahwa Mbak Tutut memang lebih suka menggelar acara di lokasi yang jauh dari keramaian.
Kami tiba sekitar pukul 09.00 pagi. Setelah menunggu kurang lebih 2,5 jam, atas permintaan Mbak Tutut lokasi wawancara yang semula di hotel dipindah ke kediaman pribadi keluarga besar Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Saya pun ikut dalam rombongan Mbak Tutut beserta Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) menuju Jakarta. Saya menumpang Toyota Fortuner hitam berpelat dinas.
Dikawal oleh motor polisi militer, mobil yang saya tumpangi membelah kemacetan ibu kota dengan lihai. Perjalanan yang dalam kondisi “normal” memakan waktu 2 jam, kami tempuh 45 menit saja.
“Awas, jalanan bergelombang, banyak ‘keponakan’ --kata sandi untuk anak-anak-- di sisi kiri jalan”, ujar anggota Paspampres di mobil yang saya tumpangi sepanjang perjalanan.
Situasi perjalanan wajib diinformasikan ke rombongan yang ada di belakang.
Fasilitas Paspampres seperti ini memang diterima oleh seluruh keluarga mantan presiden dan wakil presiden Indonesia sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat dan meneken aturan pengamanan atas keluarga para mantan presiden.
ADVERTISEMENT
Tiba di Cendana, saya langsung dipersilakan duduk di ruang tamu. Suasana kediaman Cendana jauh dari bayangan saya.
Di Cendana, tak ada kesan terlalu mewah. Ruang tamu berukuran sekitar 50 meter persegi hanya berisi 6 kursi dan 2 meja kayu.
Meski begitu, aura penguasa Orde Baru kental terasa di rumah itu dengan hadirnya 2 lukisan Soeharto berukuran besar di ruang tamu.
Soeharto bak masih menyapa sendiri tamunya.
Lukisan Soeharto itu mengingatkan saya dengan lukisan serupa yang pernah saya lihat di kediaman salah satu orang terdekatnya: almarhum Sudwikatmono.
Ia merupakan adik angkat Soeharto, dan salah satu pengusaha paling sukses di zaman Orde Baru --pernah menjabat Komisaris Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa, PT Indofood Sukses Makmur, PT Bogasari Flour Mills, dan PT Indika Entertainment.
ADVERTISEMENT
Meski rumah Soeharto terlihat sederhana, nyatanya pengamanan terhitung ketat. Di depan pintu masuk, terdapat pos Pampampres berisi sejumlah anggotanya yang bersiaga penuh.
Dan, ini penting: jangan harap anda bisa bermain gadget online atau bertelepon di kediaman Cendana. Sinyal sulit didapat.
Tak berapa lama, Mbak Tutut menghampiri kami di ruang tamu. Pada usia senjanya, Menteri Sosial Kabinet Pembangunan VII itu masih terlihat segar dan awet muda.
Penasaran, saya bertanya apa rahasianya menjaga penampilan di usia yang tak lagi muda. Ia pun tersenyum.
“Umur saya sudah 68 tahun. Dua tahun lagi kepala 7. Saya happy terus. Bisa dilihat, ini orang-orang di sebelah saya bikin saya ketawa terus. Intinya jangan stres,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Sepanjang wawancara, Mbak Tutut berbincang dengan nada ramah. Kesan keibuan lekat sekali dengan sosoknya --nyaris serupa seperti jika kita memandang potret Ibu Tien yang begitu keibuan.
[Lihat: Potret Perjalanan Hidup Ibu Tien ]
Mbak Tutut termasuk salah satu keluarga Cendana yang sepi dari pemberitaan. Namun, itu bukan berarti dia niraktivitas.
Mbak Tutut kembali menghidupkan Kirab Remaja Nasional --gerakan pelestarian pendidikan Pancasila yang pada masa Orde Baru pernah berjaya.
Sabtu pagi itu sebelum wawancara dimulai misalnya, Mbak Tutut mengukuhkan Dewan Pengurus Pusat Purna Pasukan Utama Kirab Remaja Nasional Periode 2017-2021.
Tak hanya itu, di bawah panji PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia, Mbak Tutut kini tengah berupaya menghidupkan kembali stasiun televisi TPI.
Wawancara usai. Saya pun pamit dari Cendana, berucap terima kasih pada Mbak Tutut, dan meninggalkan lukisan Soeharto di belakang saya.
ADVERTISEMENT