MK: Perlu Ada Aturan Kampanye Pejabat yang Rangkap Anggota Parpol atau Timses

22 April 2024 12:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) meminta DPR dan pemerintah untuk merevisi UU Pemilu. Mereka menyarankan adanya aturan yang mengatur kampanye bagi pejabat negara yang merangkap sebagai anggota parpol atau tim sukses.
ADVERTISEMENT
MK meminta DPR-pemerintah membuat aturan tersebut karena posisi pejabat yang bersangkutan menjadi sumir dalam menjalankan tugas.
“Bahwa dalam upaya menjaga netralitas aparat negara, khususnya bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik, calon presiden dan wakil presiden, anggota tim kampanye maupun pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 299 UU Pemilu, Pemerintah dan DPR perlu membuat pengaturan yang lebih jelas tentang aturan bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik ataupun sebagai tim kampanye dalam melaksanakan kampanye,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam membacakan pertimbangan atas gugatan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Senin (22/4).
Putri Zulkifli Hasan (paling depan) bersama ayahnya dan Prabowo di Lampung, 11 Januari 2024. Putri maju caleg dari dapil Lampung I dan lolos ke DPR. Foto: Dok. Istimewa
MK menyarankan agar pelaksanaan kampanye dilaksanakan terpisah. Tidak boleh dalam satu waktu kegiatan ataupun berhimpitan dengan waktu pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara.
ADVERTISEMENT
“Kedua kegiatan tersebut [kampanye dan tugas negara] tidak dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan maupun berhimpitan, karena berpotensi adanya terjadi pelanggaran Pemilu dengan menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye maupun menggunakan atribut kampanye dalam tugas penyelenggaraan negara menjadi terbuka lebar,” kata Suhartoyo.
“Dengan demikian, demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah selanjutnya, menurut Mahkamah, ke depan Pemerintah dan DPR penting melakukan penyempurnaan terhadap UU Pemilu,” imbuh Suhartoyo.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) berbincang dengan Hakim MK Saldi Isra saat sidang putusan perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Imbauan hakim Mahkamah Konstitusi tersebut didasarkan pada kegiatan yang dilakukan Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto. Yang suatu waktu dia melakukan pembagian sembako dan juga setelah itu menghadiri kampanye partai Golkar sebagai Ketua Umum.
Termasuk yang disinggung hakim MK adalah keberadaan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam kegiatan APPSI di Semarang.
ADVERTISEMENT
“Mahkamah memandang bahwa netralitas aparat adalah aspek penting dari prinsip demokrasi yang melindungi kebebasan politik dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Tanpa netralitas, demokrasi dapat terancam oleh otoritarianisme,” ujar Suhartoyo.
Bagi MK, netralitas aparat dalam Pemilu tidak hanya merupakan prinsip etis yang mendasar, tetapi juga krusial untuk menjaga kesehatan demokrasi dan stabilitas politik suatu negara.
“Oleh karena itu, dalam rangka penataan ke depan, kesadaran dan pemahaman tentang penataan demokrasi, in casu penyelenggaraan Pemilu perlu senantiasa mempertimbangkan tidak hanya aspek regulasi tapi juga aspek etik para pemegang jabatan publik. Dengan demikian, diharapkan dapat membentuk sistem yang kuat untuk mengantisipasi ketidaknetralan aparatur negara dalam penyelenggaraan pemilu sekaligus memastikan proses pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,” pungkas Suhartoyo dalam pertimbangannya.
ADVERTISEMENT