Moeldoko soal Penyelesaian China di Natuna: Diplomasi dan Pertahanan

6 Januari 2020 14:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI Dr. H. Moeldoko, S.I.P. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI Dr. H. Moeldoko, S.I.P. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Muncul perbedaan pendapat antara menteri kabinet Presiden Jokowi dalam menyikapi keberadaan kapal ikan asing China yang didukung Coast Guard China di perairan Natuna.
ADVERTISEMENT
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pemerintah memang melakukan dua pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Yakni diplomasi dan membuat pertahanan dengan menyiagakan pasukan TNI di perairan Natuna.
"Pada dasarnya kan dua skala besar yang dilakukan. Ada pendekatan diplomasi atau pendekatan politik dengan melalui diplomasi. Diplomasi dimulai dengan yang soft, sampai dengan yang hard," kata Moeldoko di Kantor Menko PMK, Jakarta Pusat, Senin (6/1).
Ia menegaskan kedaulatan Indonesia tak dapat diusik oleh negara mana pun. Sehingga, penanganan harus segera dilakukan.
"Nanti akan ada penyelesaian lebih lanjut, bentuknya apa, bentuknya ya pembicaraan tingkat tinggi. Bagi saya intinya kedaulatan tidak bisa dinegosiasikan," tegasnya.
Patroli udara di perairan Natuna, Sabtu (4/1). Foto: Dok. Puspen TNI
Sementara itu, kata dia, TNI telah mengambil langkah pertahanan dengan memperbanyak personel di perairan Natuna. Langkah itu sebagai antisipasi mengamankan wilayah laut Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Pendekatan militer atau keamanan, pertahanan keamanan. Ini dua hal yang berbeda, TNI sudah mengambil langkah antisipatif, dengan mengerahkan berbagai kekuatan untuk mengisi area itu. Sekarang diplomasinya menteri sudah melakukan langkah diplomasi. Saya pikir dua hal itulah yang menjadi penyelesaian di lapangan," tuturnya.
Moeldoko menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga kedaulatan negara. Ia tak ingin kekayaan laut Natuna dikuasai oleh negara lain.
"Pemerintah berikan jaminan kepada siapa pun yang melakukan kegiatan mencari ikan di sana, itu harus kita amankan. Itu sangat penting karena kalau enggak, itu area itu menjadi kosong ya," pungkas Moeldoko.
Sebelumnya, para menteri memiliki sikap berbeda soal invasi kapal ikan asing China di Natuna. Menlu Retno Marsudi menegaskan Indonesia tak akan pernah mengakui nine dash line China atas daerah perairan Natuna.
ADVERTISEMENT
Bahkan Kemlu RI juga memanggil Dubes China di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan.
"Pada Senin (30/12), hasil rapat antar kementerian di Kemenlu mengkonfirmasi terjadinya pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, termasuk kegiatan IUU fishing, dan pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard RRC di perairan Natuna," demikian pernyataan resmi Kemlu RI, Senin (30/12).
TNI pun bergerak memperkuat keamanan di Natuna. Akan tetapi, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut bersama Menhan Prabowo memiliki sikap berbeda. Luhut meminta persoalan ini tak perlu dibesar-besarkan karena khawatir mengganggu hubungan ekonomi dengan China, terutama investasi.
"Ya makanya (supaya enggak ganggu investasi), saya bilang untuk apa diributin. Sebenarnya kita juga mesti lihat, kita ini harus membenahi diri kita," kata Luhut usai pertemuan sore bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).
ADVERTISEMENT
Lalu, Prabowo menegaskan masalah kapal China masuk Natuna akan diselesaikan dengan damai. Hal itu disampaikannya usai bertemu Luhut di kantor Kemenko Maritim dan Investasi.
"Kita tentunya gini, kita masing-masing ada sikap. Kita harus cari satu solusi baik lah di ujungnya. Saya kira ada solusi baik," ucap Prabowo, Jumat (3/1).
"Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimanapun China negara sahabat," sambung dia.