Nadiem: Banyak Prodi di RI Tak Link and Match Kebutuhan Dunia Nyata

24 Januari 2020 18:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim di acara Konsolidasi perencanaan pencapaian dan misi Presiden serta sasaran dan target indikator bidang PMK dalam RPJM 2020-2024. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim di acara Konsolidasi perencanaan pencapaian dan misi Presiden serta sasaran dan target indikator bidang PMK dalam RPJM 2020-2024. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sempat menyinggung kelemahan kurikulum sejumlah program studi (prodi) perguruan tinggi di Indonesia. Nadiem menyebut banyak prodi di Indonesia yang tak lagi sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Menurut Nadiem, prodi di Indonesia terlalu banyak teori. Parahnya lagi, teori tersebut tidak didampingi dengan praktiknya.
“Banyak sekali kurikulum dari prodi-prodi di universitas kita, sifatnya itu sangat teoritis. Sangat teoritis dan tidak banyak yang bisa dibilang 100 persen link and match dengan kebutuhan di dalam dunia nyata,” kata Nadiem saat acara peluncuran Program Merdeka Belajar di Kemendikbud, Jakarta Pusat, Jumat (24/1).
Mendikbud Nadiem Makarim di acara Konsolidasi perencanaan pencapaian dan misi Presiden serta sasaran dan target indikator bidang PMK dalam RPJM 2020-2024. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Nadiem juga menganggap banyak prodi di Indonesia yang secara materi belum bisa bersaing dengan prodi tingkat dunia. Nadiem tidak menjelaskan lebih lanjut prodi mana yang dia maksud.
“Banyak prodi yang kontennya, materinya, itu belum bisa bersaing di panggung dunia. Belum pada saat ini banyak yang bagus, tapi dibilang bisa bersaing di panggung dunia belum bisa dibilang begitu,” ujar Nadiem.
Mendikbud Nadiem Makarim di Graha Utama, kantor Kemendikbud. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Nadiem mengaku cukup memaklumi ketidakmampuan prodi di Indonesia untuk berkembang dan bersaing di kancah internasional. Menurut Nadiem, hal ini disebabkan karena izin untuk pembentukan prodi baru di Indonesia cukup rumit.
ADVERTISEMENT
“Perguruan tinggi ditantang untuk menjawab semua kebutuhan industri, kebutuhan negara, dan lain-lain. Tetapi pada saat ingin berinovasi menciptakan mata kurikulum baru dan prodi baru, jumlah proses untuk mendapatkan izin tersebut dari kementerian itu sangat berat. Kriterianya juga sangat berat,” ujar Nadiem.
“Nah ini menjadi suatu tantangan yang sangat besar bagi perguruan tinggi,” kata Nadiem.
Terkait masalah izin pembentukan prodi ini, Nadiem telah mencanangkan program di kebijakan Merdeka Belajar Volume 2. Program itu bertujuan untuk mempermudah perguruan tinggi membentuk prodi baru.
Untuk mempermudah pembentukan prodi baru ini, Nadiem meminta perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi kelas dunia, badan nirlaba kelas dunia, BUMN atau BUMD, serta universitas tingkat dunia.