Nadiem Ganti UN Jadi Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter Tahun 2021

11 Desember 2019 10:43 WIB
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
ADVERTISEMENT
Mendikbud Nadiem Makarim memastikan ujian nasional (UN) terakhir kali dilaksanakan pada tahun 2020. Selanjutnya, tahun 2021, UN akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
ADVERTISEMENT
“Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerik), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas Nadiem saat bertemu kepala Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12) seperti dikutip dari Antara.
Pelaksanaan pengganti UN tersebut akan dilakukan siswa yang berada di tengah jenjang sekolah, misalnya kelas 4, 8 dan 11. Harapannya adalah mendorong guru dan sekolah memperbaiki mutu pembelajaran. Namun, hasil asesmen tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
"Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS," kata dia.
Hal itu disampaikan Nadiem saat menyampaikan empat program pokok kebijakan pendidikan 'Merdeka Belajar'. Program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), UN, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
ADVERTISEMENT
“Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada arahan presiden dan wakil presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia," jelas Nadiem.
Ilustrasi siswa SMP mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Untuk penyelenggaraan USBN 2020, kata dia, akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).
Cara tersebut dinilai membuat guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Untuk anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
Sedangkan untuk penyusunan RPP, Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP.
ADVERTISEMENT
Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
"Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup," tambahnya.
Siswa SD Negeri Joglo Solo dibantu guru memasang foto Presiden Joko Widodo dan dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di ruang kelas sekolahnya. Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Lalu penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel. Tujuannya untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
“Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujar Nadiem.
Dia berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan.
ADVERTISEMENT